Alhamdulillah.
Adalah kondisi darurat yang menuntut agar anak-anak Adam –‘alaihis salam- menikah satu sama lain untuk melanjutkan keturunan dan memakmurkan bumi.
Disebutkan dalam sebagian atsar bahwa tidaklah Adam –‘alaihis salam- mempunyai anak laki-laki kecuali juga dilahirkan bersamanya anak perempuan, maka dinikahkan secara silang, yaitu; anak laki-laki menikah dengan saudara kembar adiknya, adik laki-laki menikah dengan saudara kembar kakaknya, dan diharamkan menikah dengan saudara kembar dalam satu kandungan.
Hal tersebut tertera di dalam atsar yang diriwayatkan oleh Ibnu Jarir ath Thabari dalam tafsirnya: 10/205-207, dari Ibnu Abbas dan Ibnu Mas’ud –radhiyallahu ‘anhum-.
Kemudian kami tidak menemukan di dalam al Qur’an maupun as Sunnah dari sisi sejarah tahapan hukum mahram dalam pernikahan, dan ukuran kedekatan kerabat yang menjadi mahram (haram dinikahi), akan tetapi kami hanya mendapatkan dalam al Qur’an haram menikah dengan para mahram yang disebutkan secara luas, mencakup pernikahan dengan keponakan perempuan dari saudara laki-laki dan dari saudara perempuan, ibu tiri, bahkan mencakup mahram karena persusuan, sebagaimana dalam firman Allah:
(حُرِّمَتْ عَلَيْكُمْ أُمَّهَاتُكُمْ وَبَنَاتُكُمْ وَأَخَوَاتُكُمْ وَعَمَّاتُكُمْ وَخَالَاتُكُمْ وَبَنَاتُ الْأَخِ وَبَنَاتُ الْأُخْتِ وَأُمَّهَاتُكُمُ اللَّاتِي أَرْضَعْنَكُمْ وَأَخَوَاتُكُمْ مِنَ الرَّضَاعَةِ وَأُمَّهَاتُ نِسَائِكُمْ وَرَبَائِبُكُمُ اللَّاتِي فِي حُجُورِكُمْ مِنْ نِسَائِكُمُ اللَّاتِي دَخَلْتُمْ بِهِنَّ فَإِنْ لَمْ تَكُونُوا دَخَلْتُمْ بِهِنَّ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ وَحَلَائِلُ أَبْنَائِكُمُ الَّذِينَ مِنْ أَصْلَابِكُمْ وَأَنْ تَجْمَعُوا بَيْنَ الْأُخْتَيْنِ إِلَّا مَا قَدْ سَلَفَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ غَفُورًا رَحِيمًا) النساء/23.
“Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu; anak-anakmu yang perempuan; saudara-saudaramu yang perempuan, saudara-saudara bapakmu yang perempuan; saudara-saudara ibumu yang perempuan; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan; ibu-ibumu yang menyusui kamu; saudara perempuan sepersusuan; ibu-ibu isterimu (mertua); anak-anak isterimu yang dalam pemeliharaanmu dari isteri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan isterimu itu (dan sudah kamu ceraikan), maka tidak berdosa kamu mengawininya; (dan diharamkan bagimu) isteri-isteri anak kandungmu (menantu); dan menghimpunkan (dalam perkawinan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. (QS. An Nisa’: 23)
Bagi siapa saja yang mendalami tahapan hukum tidak boleh menikah dengan para mahram dari sisi sejarah, maka ia akan mendalami perkara yang belum jelas kepastiannya dalam kejadian sejarah dan syari’at pada Nabi dan Rasul, semua tumpuan mereka kepada berita dari ahli kitab, yang faktanya lebih dekat pada kesalahan, penambahan dan pengurangan yang dikisahkan oleh para ahli sejarah tentang Nabi Adam –‘alaihis salam- juga seperti yang diriwayatkan oleh sebagian ahli tafsir dalam ketika mentafsiri firman Allah –ta’ala-:
(وَاتْلُ عَلَيْهِمْ نَبَأَ ابْنَيْ آَدَمَ بِالْحَقِّ إِذْ قَرَّبَا قُرْبَانًا فَتُقُبِّلَ مِنْ أَحَدِهِمَا وَلَمْ يُتَقَبَّلْ مِنَ الْآَخَرِ قَالَ لَأَقْتُلَنَّكَ قَالَ إِنَّمَا يَتَقَبَّلُ اللَّهُ مِنَ الْمُتَّقِينَ) المائدة/27.
“Ceriterakanlah kepada mereka kisah kedua putera Adam (Habil dan Qabil) menurut yang sebenarnya, ketika keduanya mempersembahkan kurban, maka diterima dari salah seorang dari mereka berdua (Habil) dan tidak diterima dari yang lain (Qabil). Ia berkata (Qabil): "Aku pasti membunuhmu!" Berkata Habil: "Sesungguhnya Allah hanya menerima (korban) dari orang-orang yang bertakwa". (QS. Al Maidah: 27)
Sebagaimana juga yang dibahas pada era modern ini yang bersumber dari injil dan taurat yang telah dirubah dan sebagian buku-buku sejarah umat terdahulu.
Mengetahui waktu pengharaman menikah dengan mahram dalam syari’at terdahulu tidak akan membawa manfaat bagi kita, dan kalau misalnya penting maka Allah dan Rasul-Nya telah menyebutkan sebelumnya, yang tidak pernah meninggalkan sesuatu yang bermanfaat kecuali beliau akan menjelaskannya kepada kita. Yang penting bagi kita adalah bahwa Allah –ta’ala- telah mengharamkan pernikahan dengan para mahram dalam kitab-Nya secara qath’i, demikian yang dinyatakan oleh sunnah dan ijma’ kaum muslimin.
Wallahu a’lam .