Ahad 21 Jumadits Tsani 1446 - 22 Desember 2024
Indonesian

Macam-macam Syarat Pada Akad Nikah

108806

Tanggal Tayang : 18-11-2014

Penampilan-penampilan : 11758

Pertanyaan

Saya adalah seorang pemuda yang mau menikah, saya mendengar bahwa seorang istri pada saat akad nikah boleh mengajukan syarat tertentu. Pertanyaan saya adalah apa batasan-batasan syarat tersebut ?, dan apa yang terjadi jika terjadi kesalahan dalam syarat tersebut ?, apakah mungkin seorang istri merelakan hak dirinya dalam talak jika anda tidak memenuhi syarat tersebut ?, apakah mungkin contoh syarat itu agar tidak melakukan poligami ?, dan jika tetap poligami maka secara otomatis jatuh talak bagi saya ?!... saya mohon penjelasannya dengan rinci dalam masalah ini, jazakumullah khoiran.

Teks Jawaban

Alhamdulillah.

Pada dasarnya apa yang disyaratkan oleh masing-masing mempelai dalam akad nikah adalah sah dan wajib dipenuhi dan tidak boleh telantarkan, berdasarkan sabda Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam-:

أَحَقُّ الشُّرُوطِ أَنْ تُوفُوا بِهِ مَا اسْتَحْلَلْتُمْ بِهِ الْفُرُوجَ) رواه البخاري (2721) ومسلم (1418)

“Syarat-syarat yang paling berhak untuk dipenuhi adalah syarat yang menghalalkan kemaluan (dalam pernikahan)”. (QS. Bukhori: 2721 dan Muslim: 1418)

Syeikh Ibnu Utsaimin –rahimahullah- berkata;

“Hukum asal dari syarat dalam setiap akad adalah sah sampai ada dalil yang melarangnya, yang menjadi dalil dari kaidah tersebut adalah keumuman dalil berikut:

)يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَوْفُوا بِالْعُقُودِ) المائدة/1 ، (

“Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu”. (QS. al Maidah: 1)

Dan firman Allah yang lain:

)وَأَوْفُوا بِالْعَهْدِ إِنَّ الْعَهْدَ كَانَ مَسْئُولاً) الإسراء/34 ،(

“… dan penuhilah janji; sesungguhnya janji itu pasti diminta pertanggungan jawabnya”. (QS. al Isra’: 34)

Demikian juga sebuah hadits Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam- yang menyatakan:

الْمُسْلِمُونَ عَلَى شُرُوطِهِمْ ، إِلَّا شَرْطًا حَرَّمَ حَلَالًا ، أَوْ أَحَلَّ حَرَامًا) رواه الترمذي (1352)

“Umat Islam sesuai dengan syarat-syarat mereka, kecuali syarat yang mengharamkan yang halal atau yang menghalalkan yang haram”. (HR. Tirmidzi: 1352)

Demikian juga sabda Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- yang lain:

مَنْ اشْتَرَطَ شَرْطًا لَيْسَ فِي كِتَابِ اللَّهِ فَهُوَ بَاطِلٌ ، وَإِنْ اشْتَرَطَ مِائَةَ شَرْطٍ) رواه البخاري (2155) ومسلم (1504) .

“Barang siapa yang memberikan syarat tertentu yang tidak ada dalam al Qur’an adalah batil, meskipun syarat tersebut mencapai 100 syarat”. (HR. Bukhori: 2155 dan Muslim: 1504)

Kesimpulannya:

Hukum asal dari setiap syarat adalah halal dan sah, baik dalam pernikahan, jual beli, persewaan, pergadaian, atau perwakafan. Hukum syarat-syarat yang disebutkan dalam akad, jika benar maka wajib dipenuhi; karena keumuman firman Allah:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَوْفُوا بِالْعُقُودِ) المائدة(1"

“Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu”. (QS. al Maidah: 1)

(Asy Syarhul Mumti’: 5/241)

Baca juga beberapa contoh yang berkaitan dengan hal tersebut pada jawaban soal nomor: 20757 dan nomor: 10343.

Adapun syarat dari seorang istri yang suaminya tidak boleh menikah lagi, menurut pendapat peneliti dari kalangan para ulama adalah boleh, dan apabila suami tersebut melanggarnya, maka istrinya mempunyai hak untuk menggagalkan pernikahannya dan mengambil hak-haknya dengan sempurna.

Ibnu Qudamah –rahimahullah- berkata: “Jika seorang istri memberikan syarat agar tidak dibawa keluar dari rumahnya atau dibawa keluar negeri atau ditinggal jauh atau melakukan poligami, maka suami harus memenuhinya, dan jika ia tidak memenuhinya maka istri berhak untuk memutus ikatan pernikahannya, pendapat ini diriwayatkan dari Umar, Sa’ad bin Abi Waqqash dan Amr bin ‘Ash –radhiyallahu ‘anhum-. (Al Mughni: 9/483)

Syeikh Ibnu Utsaimin –rahimahullah- berkata:

“Jika ia memberi syarat agar tidak dimadu, maka hal ini dibolehkan. Sebagian Ulama berkata: Yang demikian tidak boleh; karena menjadi pembatasan kepada suami pada sesuatu yang dibolehkan oleh Allah dan bertentangan dengan al Qur’an:

فَانكِحُوا مَا طَابَ لَكُمْ مِنَ النِّسَاءِ مَثْنَى وَثُلاثَ وَرُبَاعَ) النساء/3 ،(

“…maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat”. (QS. An Nisa’: 3)

Maka dikatakan untuk menjawab hal  itu: Ia memiliki tujuan tertentu (dengan memberi syarat) kepada suaminya agar tidak menikah lagi, ia pun tidak melampaui batasannya sebagai seorang istri, (jika disetujui) maka suamilah yang menggugurkan haknya, jadi jika ia memiliki hak untuk menikah lebih dari satu istri namun ia mengggugurkannya, maka apa yang akan menghalangi sahnya syarat tersebut.

Oleh karena itu, yang benar dalam masalah ini adalah pendapat Imam Ahmad –rahimahullah- yang menyatakan bahwa syarat seperti itu adalah sah”. (asy Syarhul Mumti’: 5/243)

Dan sebaiknya juga perlu diketahui bahwa jika suami tidak memenuhi syarat tersebut, maka tidak secara otomatis jatuh talak kepada istrinya, namun ditetapkan bagi istri bahwa dirinya mempunyai hak untuk mengakhiri pernikahan. Jadi bisa jadi ia mengakhiri pernikahannya atau ia merelakan syarat tersebut dan ridha dengan perbuatan suaminya, ia pun masih tetap menjadi istrinya.

Syeikh Sholeh al Fauzan –hafidzahullah- berkata:

“Di antara syarat-syarat yang benar dalam pernikahan adalah syarat tidak mau dimadu, jika suami menepatinya maka hal itu baik, dan jika tidak maka istrinya boleh menggugatnya, berdasarkan hadits:

َأحَقُّ الشُّرُوطِ أَنْ تُوفُوا بِهِ مَا اسْتَحْلَلْتُمْ بِهِ الْفُرُوجَ

“Syarat-syarat yang paling berhak dipenuhi adalah yang berkaitan dengan menghalalkan kemaluan (pernikahan)”.

Demikian juga jika seorang istri memberikan syarat agar tidak berpisah dengan anak-anaknya dan kedua orang tuanya; maka syarat ini juga dibenarkan, dan jika suami tidak memenuhinya, maka istri dibolehkan menggugatnya.

Dan jika mensyaratkan penambahan mas kawin atau dibayar dengan mata uang tertentu, syarat ini juga dibenarkan, dan wajib dipenuhi oleh suami, istri pun boleh menggugatnya jika tidak dipenuhi oleh suaminya, gugatan ini sifatnya tidak mutlak, tergantung keinginan seorang istri tersebut, jika menunjukkan tidak rela karena syaratnya diingkari oleh suaminya, maka pada saat itu ia boleh menggugatnya.

Umar bin Khattab –radhiyallahu ‘anhu- berkata bagi seseorang yang diputuskan untuk memenuhi syarat istrinya, suami tersebut berkata: “…Jadi kami resmi berpisah ?”. Umar menjawab: “Pemutus hak itu terletak pada syarat”, berdasarkan hadits:

الْمُؤْمِنُونَ عَلَى شُرُوطهمْ

 “Seorang mukmin itu tergantung dengan syarat-syarat di antara mereka”.

al ‘Allamah Ibnul Qayyim berkata: “Hukumnya wajib memenuhi syarat tersebut dan yang paling berhak dipenuhi, hal itu merupakan tujuan dari pada syariat, akal dan qiyas yang benar; karena seorang wanita tidak lah rela menyerahkan kesuciannya kepada suami kecuali dengan pemenuhan syarat tersebut, kalau tidak wajib dipenuhi maka akad nikahnya berarti tidak dengan dasar suka sama suka, syarat terssebut adalah kewajiban yang tidak diwajibkan oleh Allah dan Rasul-Nya”. (al Mulakhas al Fikhi: 2/345-346)

Wallahu a’lam.

Refrensi: Soal Jawab Tentang Islam