Alhamdulillah.
Ibadah sa’i adalah salah satu rukun haji, maka haji tidak sempurna tanpa ibadah sa’i. seorang yang sedang berihram tidak boleh melakukan tahalluh akbar, sampai ia melaksanakan sa’i. sedangkan tahallul ashghor yang setelahnya dibolehkan melakukan apa saja kecuali jima’ dengan istri. Tahallul ini dilakukan setelah melempar jumrah dan memotong rambut. Dan apabila ia melakukan thawaf dan sa’i, maka ia boleh bertahallul tahallul akbar yang setelah itu halal baginya untuk melakukan apa saja.
Adapun seseorang yang melaksanakan haji ifrad hanya diwajibkan baginya satu kali sa’i, apabila ia telah melakukan sa’i setelah thawaf qudum, maka sa’i tersebut sudah cukup.
Atas dasar itulah, jika anda belum melaksanakan sa’i setelah thawaf qudum, maka sampai sekarang anda masih berstatus sebagai muhrim, dan belum melaksanakan tahallul akbar. Dan suami anda tidak boleh melakukan hubungan suami-istri sampai anda bertahallul, yaitu; dengan melaksanakan ibadah sa’i.
Dan kalau pernah terjadi jima’ sebelumnya karena belum mengetahui hukumnya, maka anda tidak berdosa, namun lebih baik lagi jika anda membayar fidyah, yaitu; masing-masing dari anda berdua menyembelih seekor kambing atau memberi makan enam orang miskin atau berpuasa tiga hari.
Anda berdua juga wajib beristigfar dan bertaubat kepada Allah karena keteledoran tersebut. disebabkan anda berdua tidak melengkapi rangkaian ibadah haji sebagaimana yang Allah perintahkan, anda juga tidak bertanya kepada para ulama sebelumnya, padahal anda berdua termasuk pernduduk Makkahy yang dengan mudah melaksanakan ibadah sa’i.
Syeikh Ibnu Baaz –rahimahullah- pernah ditanya: Saya termasuk penduduk Makkah, saya telah melaksanakan ibadah haji pada tahun lalu, saya sudah melakukan thawaf tapi belum melakukan sa’i, bagaimanakah hukumnya?
Beliau menjawab:
“Anda tetap diwajibkan melaksanakan sa’i, ini kesalahan anda. Sa’i tetap wajib meskipun anda termasuk penduduk Makkah atau tidak. Sa’i wajib dilakukan setelah thawaf, sekembalinya dari Arafah. Barang siapa yang meninggalkan sa’i, maka ia wajib melakukannya sekarang. Apabila sebelumnya sudah menggauli istrinya, maka ia harus membayar (dam) denda sembelihan, dan disedekahkan kepada fakir miskin penduduk Makkah; karena tidak mungkin tahallul tsani kecuali dengan sa’i. Solusi anda adalah harus melakukan sa’i sekarang dengan niat haji yang telah lalu”. (Fatawa Syeikh Ibnu Baaz: 17/341)
Syeikh Shalih al Fauzan –hafidzahullah- berkata tentang seseorang yang haji dan meninggalkan sa’i; karena tidak mampu berjalan dan tidak mampu menyewa tandu: “Adapun orang yang meninggalkan sa’i, ini adalah kesalahan; karena anda wajib menyempurnakan rangkaian ibadah haji, sedangkan sa’i adalah salah satu rukun haji yang tidak sempurna haji seseorang kecuali dengannya. Jika anda berniat haji dengan haji ifrad, maupun haji qiran dan telah melakukan sa’i setelah thawaf qudum, maka anda tidak wajib sa’i lagi setelah thawaf ifadhah.
Namun apabila anda berniat haji dengan haji tamattu’ atau haji qiran atau haji ifrad dan anda belum melaksanakan sa’i setelah thawaf qudum, maka sa’i tetap wajib bagi anda. Diwajibkan bagi anda untuk pergi melaksanakan sa’i di antara bukit Shafa dan Marwa sebanyak tujuh kali dengan niat sa’i untuk haji sebelumnya. Dan apabila anda pernah menggauli istri anda selama belum melaksanakan sa’i, maka anda wajib membayar dam dengan menyembelih kambing dan dibagikan kepada orang fakir miskin penduduk Makkah, dan apabila anda ingin kembali ke daerah asal anda, maka juga melakukan thawaf wada’. (Al Muntaqa min Fatawa al Fauzan).
Wallahu a’lam.