Ahad 23 Jumadil Ula 1446 - 24 November 2024
Indonesian

Hukum Berpindah dari Madzhab Ahlus Sunnah ke Syi’ah Zaidiyah Dan Perbedaan Keduanya

127152

Tanggal Tayang : 20-12-2015

Penampilan-penampilan : 5761

Pertanyaan

Bagaimanakah hukumnya pindah madzhab dari Suni ke Syi’ah (yaitu kelompok Zaidiyah) dan apa perbedaan keduanya ?

Teks Jawaban

Alhamdulillah.

Pertama:

Menjadi kewajiban seorang muslim untuk mengikuti apa yang dibawa oleh Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya –shallallahu ‘alaihi wa sallam- pada semua urusan baik dalam hal keyakinan, perkataan, perbuatan dan perangainya sesuai dengan pemahaman generasi awal dari para sahabat dan tabi’in. Dalil-dalil yang ada akan wajibnya berpegang teguh dengan petunjuk al Qur’an dan Sunnah dan menghindar dari bid’ah dan kelompok-kelompok yang baru, banyak dan tidak asing lagi, di antaranya adalah:

Sabda Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- dalam hadits ‘Irbadh bin Sariyah –radhiyallahu ‘anhu- berkata: “Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam- suatu ketika mendirikan shalat bersama kami, kemudian beliau menghadap kepada kami dan memberikan nasehat yang berkesan kepada kami sehingga menjadikan mata kami berkaca-kaca, hati-hati kami gemetar”. Maka seseorang berkata: “Wahai Rasulullah, seakan-akan ini merupakan nasehat perpisahan, maka apa yang anda janjikan kepada kami ?, maka beliau bersabda:

أُوصِيكُمْ بِتَقْوَى اللهِ ، وَالسَّمْعِ وَالطَّاعَةِ ، وَإِنْ عَبْدًا حَبَشِيًّا ؛ فَإِنَّهُ مَنْ يَعِشْ مِنْكُمْ بَعْدِي فَسَيَرَى اخْتِلاَفًا كَثِيرًا ، فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِي وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الْمَهْدِيِّينَ الرَّاشِدِينَ ، تَمَسَّكُوا بِهَا وَعَضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ ، وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ الْأُمُورِ ؛ فَإِنَّ كُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ ، وَكُلُّ بِدْعَةٌ ضَلاَلَةٌ (رواه أبو داود، رقم  4443 والترمذي، رقم  2676، وقال : هذا حديث حسن صحيح . وصححه الألباني في صحيح سنن الترمذي، رقم 2676(

“Aku wasiatkan kepada kalian agar bertaqwa kepada Allah, mendengar dan taat (kepada pemimpin) meskipun dia seorang hamba sahaya dari Habasyah, karena sesungguhnya siapa saja di antara kalian yang hidup setelahku, akan melihat banyak perselisihan. Maka kalian harus berpegang teguh pada sunnahku dan sunnah para khulafa’ Rasyidin yang mendapat petunjuk. Berpegang teguhlah kepadanya, gigitlah ia dengan gigi graham kalian. Jauhilah oleh kalian perkara-perkara yang baru; karena setiap yang baru adalah bid’ah dan setiap bid’ah adalah sesat”. (HR. Abu Daud: 4443, Tirmidzi: 2676 dan dia berkata: ini adalah hadits hasan shahih, dishahihkan oleh Albani dalam Shahih Sunan Tirmidzi: 2676)

Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- telah mengabarkan kepada kami:

أن هَذِهِ الْأُمَّةَ سَتَفْتَرِقُ عَلَى ثَلَاثٍ وَسَبْعِينَ مِلَّةً ، قال : كُلُّهَا فِي النَّارِ إِلَّا وَاحِدَةً ، وَهِيَ الْجَمَاعَةُ (رواه الإمام أحمد، رقم 16490، وأبو داود، رقم 4597 وصححه الألباني في صحيح أبي داود)

“Bahwa umat ini akan pecah menjadi 73 agama (golongan), beliau bersabda: “Semuanya di neraka kecuali satu saja, yaitu; al Jama’ah.” (HR. Imam Ahmad. No.  16490 dan Abu Daud, no. 4597. Dishahihkan oleh Al-Albani dalam Shahih Abu Daud)

Dalam hadits Abdullah bin Amr –radhiyallahu ‘anhuma- yang diriwayatkan oleh Tirmidzi: 2641, disebutkan, 

قَالُوا : وَمَنْ هِيَ يَا رَسُولَ اللَّهِ؟ قَالَ : مَا أَنَا عَلَيْهِ وَأَصْحَابِي (وحسنه الألباني في صحيح الترمذي)

“Mereka berkata: “Siapakah mereka wahai Rasulullah?” beliau bersabda: “Orang yang ajarannya sesuai dengan ajarang saya dan sesuai dengan para sahabat saya.” (Dihasankan oleh Al Albani dalam Shahih Tirmizi)

Mengikuti sunnah bukanlah perkara pilihan, sehingga memungkinkan baginya untuk berpindah sesuai dengan keinginannya. Maka tidak boleh baginya berpindah kepada madzhab dan kelompok yang menyelisihi sunnah, baik itu kelompok Zaidiyah atau yang lainnya.

Kedua:

Zaidiyah adalah salah satu dari kelompok Syi’ah yang dinisbatkan kepada Zaid bin Ali bin Husain Zainal Abidin yang meninggal dunia pada tahun 122 H. Setelah terbunuhnya Husain bin Ali –radhiyallahu anhuma- bermunculanlah banyak kelompok yang mengklaim menjadi Syi’ah, bahkan madzhab syi’ah ini sudah mencapai pada tingkat ghuluw (berlebih-lebihan). Pada masa Ali bin Husain yang dikenal dengan “Zainal Abidin”, orang-orang Syi’ah sangat berambisi menarik beliau ke dalam barisan mereka. Akan tetapi beliau sudah menyerahkan loyalitasnya dan menepati janjinya kepada para pemimpin Daulah Bani Umayyah dan menjauhi mereka yang memusuhinya. Beliau mempunyai keturunan, di antaranya adalah: Zaid, Umar dan Muhammad.

Orang-orang Syi’ah berbeda pendapat dalam masalah mendahulukan Zaid atau Muhammad, mana di antara keduanya yang lebih berhak untuk menjadi imam setelah wafatnya bapak mereka berdua?

Ada kelompok yang menyatakan bahwa Zaid-lah yang berhak, maka kelompoknya dinamakah Zaidiyah.  Mereka mengurutkan nama-nama para imamnya mulai dari Ali bin Abi Thalib –radhiyallahu ‘anhu- kemudian anaknya Hasan, kemudian Husain. Kemudian setelah itu kepemimpinan diserahkan syuro (musyawarah) kepada anak-anak dari keduanya, kemudian Ali bin Husain Zainal Abidin, kemudian anaknya Zaid, kemudian anaknya Yahya bin Zaid kemudian anaknya Isa bin Zaid.

Setelah itu mereka menetapkan syarat agar setiap Fatimiy (keturunan Fatimah) yang berkumpul padanya sifat-sifat kepemimpinan; berani, dermawan, zuhud, lalu dia  mengumumkan imamah (kepemimpinan), maka dia menjadi imam yang wajib ditaati, baik dari keturunannya Hasan atau Husain. Keyakinan ini berbeda dengan keyakinan Syi’ah 12 imam (itsna asyariah) yang menjadikan imamah (kepemimpinan) itu hanya dari keturunannya Husain.

Beberapa kelompok di dalam Ziadiyah:

1.Al Jarudiyah, inilah yang paling terkenal

2.As Sulaimaniyah atau Al Jaririyah

3.Al Batriyah atau ash Shalihiyah

4.Al Ya’qubiyah

Di antara keyakinan-keyakinan Zaidiyah adalah:

1.Meyakini adanya al Mahdi yang ditunggu-tunggu dan sedang menghilang dan tersembunyi. Pada saatnya nanti dia akan keluar dan akan memenangkan pertempuran.

2.Meyakini bahwa pelaku dosa besar akan kekal di dalam neraka, sebagaimana keyakinan orang-orang Khawarij dan Mu’tazilah.

3.Lebih mengutamakan Ali dibanding kedua tokoh utama; Abu Bakar dan Umar –radhiyallahu ‘anhum-

4.Sebagian kelompoknya berpendapat bahwa Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- telah berwasiat kepada para imam sesudahnya dan mereka semua juga ma’shum (terjaga dari dosa).

5.Di antara mereka ada yang menolak kekhalifahan Abu Bakar dan Umar dan berlepas diri dari keduanya. Di antara mereka ada juga yang mengkafirkan Utsman.

(Baca “Firaq Mu’ashirah Tantasibu Ila Al Islam, DR. Ghalib Al ‘Iwaaji: 1/334-343)

Ketiga:

Adapun perbedaan antara Ahlus Sunnah dan Zaidiyah tampak dengan jelas. Hal itu dapat dikenali bahwa akidah yang paling penting menurut sekte ini –sebagaimana yang telah disebutkan sebagiannya- menyelisihi dengan petunjuk Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- dan petunjuk salaf shalih dari para sahabat dan tabi’in yang termasuk di antaranya juga adalah ahlu bait (keluarga) Nabi –shallallahu alaihi wa sallam-.

Ahlus Sunnah mengingkari akidah yang mereka yakini. Ahlus sunnah  tidak meyakini bahwa Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- berwasiat kepada para imam dari ahli bait beliau, juga tidak menganggap seseorang itu ma’shum kecuali para Nabi saja, dan bahwa pelaku dosa besar berada di bawah kehendak Alloh, jika Dia berkehendak dia akan mengazabnya atau sebaliknya Dia akan mengampuninya, dan bahwa sebaik-baik umat setelah Rasulullah adalah Abu Bakar, kemudian Umar, kemudian Utsman kemudian Ali. Ahlus sunnah mencintai mereka dan semua sahabat dan menyatakan bahwa kepada Allah telah meridhai mereka sebagaimana telah disebutkan di dalam hadits-hadits shahih yang kuat.

Semoga Alloh –‘Azza wa Jalla- senantiasa memberikan petunjuk kepada kita semua dan semua umat Islam menuju jalan yang lurus.

Wallahu A’lam.

Refrensi: Soal Jawab Tentang Islam