Senin 4 Rabi'uts Tsani 1446 - 7 Oktober 2024
Indonesian

Wanita Berpuasa Sedangkan Dia Dalam Keadaan Hamil

Pertanyaan

Aku berpuasa Ramadhan sebulan penuh, tapi aku khawatir puasa yang aku lakukan tidak sempurna sebab aku sedang mengandung janin di perutku ini. Sementara aku sering plek keluar darah. Kesehatanku sekarang juga menurun dan aku tak mampu berpuasa. Jika aku tidak mampu berpuasa, apa yang dapat aku perbuat?

Teks Jawaban

Alhamdulillah.

Wanita hamil yang berpuasa sementara darahnya menetes (plek), maka puasanya tetap sah. Karena darah yang menetes tersebut bukanlah darah haidh maupun nifas. Sebab janin tetap berada di dalam perut, jadi bukan darah nifas. Sementara sudah dikenal (ma'ruf) bahwa wanita hamil tidak kedatangan darah haidh lagi. Sedangkan pendapat yang mengatakan bahwa wanita hamil terkadang masih datang darah haidh, maka itu disyaratkan bahwa darah yang keluar lancar seperti hari-hari haidhnya.

Oleh karena itu bagi wanita penanya, perhatikanlah jika darah yang keluar berubah sifat dan keadaannya, seperti keluarnya terputus-putus tidak seperti ketika ia haidh sebelumnya, maka darahnya dihukumi darah fasid (rusak, tidak normal), puasanya tetap sah dan ia tak perlu mengqadha' puasanya Alhamdulillah.

Sebab, darah yang keluar saat hamil biasanya darah fasid, bertambah dan berkurang kadarnya, maju dan mundurnya serta kedatangannya beragam, maka ia tak dihukumi darah haidh.

Tapi jika darahnya datangnya sama seperti darah haidh, maka sebagian ahli ilmu mengatakan bahwa darah tersebut dihukumi sebagai darah haidh. Ia harus membatalkan puasanya.

Sebagian ulama lain berpendapat, darah yang menetes dari wanita hamil walaupun datangnya seperti darah haidh, maka ia tetap boleh berpuasa karena wanita hamil tidak mungkin kedatangan darah haidh lagi. Dan ini pendapat yang masyhur di kalangan ahli ilmu.

Tapi biasanya, darah yang dialami wanita hamil bukanlah darah haidh. Namun darah lain yang datangnya terputus-putus tidak tetap kadar dan waktunya. Dan ini tidak dianggap sebagai darah haidh menurut semua ulama. Tidak berpengaruh apapun bagi puasanya. Puasa dan shalatnya tetap sah.

Sebaiknya wanita hamil yang seperti ini menggunakan semacam shoftek (pembalut kapas), ia berwudhu' setiap akan melakukan shalat. Jika masuk waktu shalat ia segera mengambil air wudhu' untuk shalat, dan dengan wudhu'nya itu ia shalat walaupun darahnya tetap menetes. Keadaannya seperti orang yang terkena penyakit beser kencing. Atau seperti darah istihadhah bagi wanita yang tidak hamil.

Darah seperti ini adalah darah fasid (penyakit) dan tidak mempengaruhi ibadahnya. Walau demikian ia tetap beristinja' setelah masuk waktu shalat dan berwudhu' untuk shalat, lalu ia tunaikan shalat sesuai kemampuannya.

Tidak mengapa jika ia menjama' antara Zhuhur dan Ashar dan antara Maghrib dengan Isya' seperti yang diajarkan Nabi shallallahu alaihi wa sallam kepada sebagian wanita shahabiyah. Dan tidak mengapa jika ia mandi untuk shalat Zhuhur dan Ashar dengan satu kali mandi demikian pula antara Maghrib dan Isya' dengan sekali mandi, sebagai bentuk menjaga kebersihan dan semangat ibadah, maka hal itu sangat baik. Karena Nabi shallallahu alaihi wa sallam berpesan kepada sebagian wanita shahabiyah yang kedatangan darah istihadhah.

Syekh Abdul azis bin Bazz rahimahullah.

Refrensi: Sumber: Fatawa yang terhormat Syeikh Abdul Aziz bin Baz – Fatawa Nur ‘Ala Darb