Jum'ah 10 Syawal 1445 - 19 April 2024
Indonesian

Hukum Melontar Jumrah Dengan Coran Semen

175833

Tanggal Tayang : 22-09-2015

Penampilan-penampilan : 3167

Pertanyaan

Apa hukumnya melontar jumrah dengan potongan semen? Saya tidak dapat melihat jelas, saya kira dia adalah batu, hingga ada seseorang memperingatkan saya pada hari kedua. Apakah saya wajib mengulangi lontaran saya? Apa hukumnya melontar dengan pecahan batu besar setelah dipecahkan menjadi kerikil-kerikil kecil?

Teks Jawaban

Alhamdulillah.

Alhamulillah

Jumhur fuqoha menetapkan syarat dalam melontar jumrah dengan kerikil. Yaitu batu kecil, apapun jenisnya. Semen bukan termasuk batu, maka tidak sah menurut jumhur.

Ibnu Qudamah berkata, “Melontar dianggap sah jika dengan sesuatu yang disebut batu, dia adalah batu kecil, baik warnanya hitam, putih, merah, marmer, tembaga, kuarsa, serpihan, keramik, batu karang atau batu asah.  Ini adalah pendapat Imam Malik dan Syafii. Al-Qadhi berkata, ‘Tidak sah jika jenisnya keramik, tembaga, atau batu karang.  Ucapannya ini juga bermakna tidak sah, jika jenisnya berupa kuarsa atau batu asah. Abu Hanifah berkata, ‘Boleh dengan tanah, atau tanah liat dan apa saja yang termasuk dalam jenih tanah. Pendapat serupa juga disampaikan oleh Ats-Tsauri. Di riwayatkan dari Sakinah binti Husain bahwa dia melontar dengan jumrah sedang seseorang ada yang memberinya kerikil, dia bertakbir pada setiap lontaran kerikil, kemudian kerikilnya jatuh, maka dia melontar dengan cincinnya. Adapun pendapat kami, bahwa Nabi shallallahu alaihi wa sallam melontar dengan batu kerikil dan memerintahkan untuk melontar dengan kerikil sebesar kerikil yang dapat dijentikkan, dan beliau tidak menggunakan selainnya dan beliau menggunakan semua jenis batu, maka tidak boleh dikhususkan tanpa dalil atau memasukkan yang jenis lainnya tanpa dalil. Karena masalah ini tidak masuk dalam bab qiyas. (Al-Mughni, 3/218)

Dalam Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyah (15/277), “Disyaratkan dalam melontar jumrah, agar dia berupa batu, ini adalah pendapat jumhur fuqoha (Maliki, Syafii dan Hambali), tidak boleh melontar dengan emas, perak, besi, perak, kayu, tanah liat, biji, debu, mutiara, semen, kapur. Karena Nabi shallallahu alaihi wa sallam melontar dengan batu kerikil dan memerintahkan agar melontar dengan batu seukuran batu yang dapat dijentikkan, maka jangan gunakan selainnya. Ulama kalangan mazhab Syafii membolehkan melontar dengan berbagai jenis batu.

Adapun ulama dari kalangan mazhab Hanafi, mereka berpendapat boleh melontar dengan segala jenis unsur bumi, seperti batu, tanah liat dan apa saja yang dibolehkan tayammum dengannya. Namun tidak boleh dengan batu, kerang, permata, intan, karena dia bukan termasuk unsur bumi.”

Dengan demikian, maka pecahan batu yang besar tidak mengapa digunakan untuk melontar. 

Adapun melontar dengan sement atau dengan adonan, maka tidak sah menurut pendapat jumhur, tapi sah menurut pendapat ulama mazhab Hanafi. Pendapat jumhur lebih hati-hati.

Syekh Ibnu Utsaimin rahimahullah pernah ditanya, “Apa hukum melontar dengan potongan semen?” Beliau menjawab, “Sebagian ulama berpendapat bahwa batu yang berasal dari semen tidak sah digunakan melontar, kecuali jika potongannya mengandung batu di dalamnya, maka tidak mengapa.” (Majmu Fatawa Ibnu Utsaimin, 23/125)

Kesimpulannya, jika anda telah melontar pada hari pertama dengan potongan semen yang tidak ada unsur batu di dalamnya, maka lontaran anda tidak sah menurut pendapat jumhur. Anda diharuskan Menyembelih seekor kambing lalu dibagikan kepada kum fakir di Mekah. Anda dapat wakilkan seseorang untuk hal ini. Jika anda tidak mampu membayar biaya kambing tersebut, maka tidak ada kewajiba apa-apa bagi anda.

Wallahu a’lam.

Refrensi: Soal Jawab Tentang Islam