Alhamdulillah.
Pertama:
Termasuk syarat sah nikah adalah adanya wali, maka tidak boleh bagi seorang wanita untuk menikah tanpa wali, dan jika tetap memaksakan diri menikah tanpa wali maka pernikahannya adalah batal.
Seorang kafir tidak boleh menjadi wali bagi seorang muslimah bagaimanapun keadaannya sesuai dengan ijma’ para ulama.
Silahkan dibaca jawaban soal nomor: 48992.
Kedua:
Perwalian nikah adalah dari jalur ashabah, mereka adalah kerabat laki-laki dari jalur ayah, seperti: bapak, kakek, anak, saudara laki-laki, dan paman dari jalur ayah.
Sedangkan kerabat dari jalur ibu, mereka bukanlah sebagai ashabah, dan tidak bisa menjadi wali dalam pernikahan.
Paman dari jalur ibu bukanlah sebagai ashabah, maka tidak bisa menjadi wali dalam pernikahan.
Namun disana ada beberapa kondisi yang menjadikan perwalian paman dari jalur ibu itu sah dalam akad nikah, yaitu:
1.Jika sebagai wakil dari wali.
2.Jika akadnya sudah sempurna, dan sudah disahkan oleh negara Islam yang menyatakan bolehnya perwalian paman dari jalur ibu kepada keponakan perempuannya atau mengikuti pendapat bolehnya akad nikah tanpa wali.
Baca juga jawaban soal nomor: 152595, dan jawaban soal nomor: 153602.
Ketiga:
Jika seorang wanita tidak memiliki wali untuk menikahkannya, maka yang menikahkan adalah hakim/penguasa yang muslim jika ada.
Dan jika tidak ada, seperti komunitas muslimah yang bermukim di negara barat, maka yang menikahkan adalah ketua Islamic center, dan jika tidak ada maka yang menikahkan adalah imam masjid atau seorang ulama, atau seorang laki-laki yang adil (tidak cacat moral) dari kaum muslimin.
Syeikh Ibnu Baaz –rahimahullah- berkata:
“Jika seorang wanita tinggal di suatu negara dan tidak memiliki wali nikah, tidak juga saudara, ayah, atau keponakan laki-laki dari jalur bapak, maka seorang hakim yang menjadi walinya, berdasarkan sabda Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- :
(السلطان ولي من لا ولي له )
“Penguasa/hakim adalah wali bagi yang tidak memiliki wali”.
Maka seorang hakim yang menjadi wali nikahnya, menikahkannya atau berhak mewakilkan kepada orang lain.
Jika seorang wanita berada di negara yang tidak ada hakim dan tidak ada wali, seperti kaum muslimim yang minoritas di negara kafir, maka yang menikahkan adalah ketua Islamic center, jika mereka mempunyai Islamic center, karena ia sama halnya dengan sultan/hakim bagi mereka, ketua Islamic center harus melihat calon pengantin wanitanya dan menikahkannya dengan yang sekufu’ (sepadan) jika memang tidak memiliki wali, tidak ada hakim juga. Dan jika walinya berada sangat jauh, maka diberitahukan kepadanya atau ditulis agar menunjuk wakilnya. Adapun jika tidak mengetahui tempatnya, maka wali yang derajatnya di bawahnya yang menjadi wali. Dan jika tidak memiliki wali kecuali seseorang yang tidak diketahui tempatnya, maka sultan/hakim yang menjadi walinya.
Baca juga “Fatawa Nur ‘Ala ad Darbi” / Syeikh Ibnu Baaz /465 / di website: syabakah islamiyah.
Kesimpulannya adalah:
Bahwa ketua Islamic center di negara tersebut sama halnya dengan sultan/hakim, perwalian seorang hakim dalam pernikahan adalah perwalian yang sesuai syari’at, jika tidak ada wali dari jalur ashabah, maka anda tidak perlu menemui paman dari jalur ibu agar menikahkan anda sendiri.
Jika calon suami sudah masuk Islam karena cinta kepada agama, dan keislamannya pun baik, maka tidak masalah bagi ketua Islamic center untuk menjadi wali dan menikahkannya di daerah dimana anda tinggal sekarang.
Wallahu a’lam.