Ahad 23 Jumadil Ula 1446 - 24 November 2024
Indonesian

Membayar Mahar Mempelai Wanita Dengan Harta Saudara Lelakinya

5333

Tanggal Tayang : 06-03-2017

Penampilan-penampilan : 10799

Pertanyaan

Ada sepasang suami-istri memiliki dua orang anak lelaki dan perempuan dan setelah pencarian yang panjang suami-istri tersebut mendapatkan seorang pemuda yang kelak menjadi suami dari putri mereka. Akan tetapi pemuda tersebut atau mempelai putra ini meminta kepada kedua suami-istri atau orang tua mempelai wanita mahar pernikahannya, padahal mereka berdua tidak memiliki mahar yang telah ditentukan oleh mempelai pria tersebut. Oleh sebab itu kedua orang tua ini berusaha mendapatkan mahar untuk putrinya yang akan dibayarkan kepada calon suaminya dari mahar anak lelaki mereka (anak lelaki mereka juga akan menikah dan mempunyai beberapa harta yang akan dipergunakan untuk mahar pernikahannya). Jadi intinya kedua orang tua ini mereka tidak menggunakan mahar putra mereka kecuali untuk membayar mahar putri mereka. Saya berharap anda memberikan sedikit pencerahan dan berikanlah kami nasehat agar kami bisa menghadapi permasalahan tersebut.

Teks Jawaban

Alhamdulillah.

.. 

Termasuk sesuatu yang aneh dan mengherankan bahwa terjadi di sebagian negara mahar pernikahan dibayar oleh seorang istri atau keluarga mempelai putri dan dibayarkan kepada mempelai putra atau keluarganya. Hal ini sangat berlawanan dengan asal syariat Islam.  Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam telah memerintahkan seorang lelaki yang hendak menikah agar mencari mahar apapun yang dia miliki meski itu hanya berupa cincin yang terbuat dari besi, dan ketika dia tidak mendapatkan apapun yang bisa dipergunakan untuk mahar maka beliau Shallallahu Alaihi Wasallam menganjurkan maharnya adalah agar dia mengajarkan kepada istrinya kelak dari al Quran yang telah dihafalnya. 

Dan yang terpenting adalah hendaknya semua yang dinamakan akad nikah ada sesuatu mahar yang dibebankan kepada seorang suami meski hanya sedikit.

Dari Sahl bin Sa’ad dia berkata:

جاءت امرأة إلى رسول الله صلى الله عليه وسلم فقالت إني وهبت منك نفسي فقامت طويلا فقال رجل : زوِّجْنيها إن لم تكن لك بها حاجة ، قال : هل عندك من شيء تصدقها ؟ قال : ما عندي إلا إزاري ، فقال : إن أعطيتَها إياه جلستَ لا إزار لك ، فالتمس شيئاً ، فقال : ما أجد شيئاً ، فقال :  ولو خاتَماً مِن حديد ، فلم يجد ، فقال : أمَعَكَ من القرآن شيء ؟ قال : نعم ، سورة كذا وسورة كذا - لِسُورٍ سمَّاها – فقال : زوَّجناكها بما معك من القرآن . رواه البخاري  ( 4842 ) ومسلم ( 1425 )

Seorang perempuan datang kepada Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam seraya berkata, "Sesungguhnya aku menyerahkan diriku kepadamu." Lalu dia berdiri lama (menunggu jawaban dari Rasulullah). Maka seorang lelaki berkata, "Wahai Rasulullah nikahkanlah aku dengan dia jika memang anda tidak memiliki kebutuhan dengannya." Beliau bersabda, "Apakah engkau memiliki sesuatu yang bisa kau sedekahkan untuknya (mahar untuknya)?" Dia menjawab, "Saya tidak memiliki sesuatu apapun melainkan sarungku ini saja," beliau bersabda, "Jika engkau memberikan sarungmu kepadanya maka engkau akan duduk tanpa sarung, carilah sesuatu di rumahmu," Lelaki menjawab, "Aku tidak mendapatkan apapun," beliau kembali bersabda, "Carilah meski itu hanya sekedar cincin yang terbuat dari besi," maka diapun tidak mendapatkannya, lalu beliau bertanya lagi, "Apakah engkau memiliki sesuatu dari Al Qura’an?" Dia menjawab, "Ya, saya hafal surat ini dan surat itu," dia menyebutkan nama-nama surat yang dia hafal. Maka beliau bersabda, "Kami nikahkan engkau dengan apa yang engkau hafal dari Al Qur’an." (HR. Bukhari, no. 4842 dan Muslim, no. 1425)

Maka di dalam hadits tersebut menunjukkan bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam tidak ridha kepada seorang lelaki yang apabila dia menikah maka harus ada mahar yang dibayarkan kepada pihak perempuan dan sama sekali tidak menuntut sesuatu apapun dari pihak perempuan. Kemudian pemahaman dari Qowamah atau tanggung jawab yang Allah Ta’ala mewajibkannya kepada para lelaki atas kaum wanita adalah hendaknya lelaki itulah yang membayar untuk si wanita karena dia merupakan pengayom bagi wanita karena dia sebagai sosok yang lemah di sisi lelaki. Allah Ta’ala berfirman :

الرجال قوَّامون على النساء بما فضَّل الله بعضهم على بعض وبما أنفقوا مِن أموالهم... (سورة النساء: 34)

"Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka." (QS. An Nisaa: 34).

Kemudian sesungguhnya mahar itu merupakan hak bagi seorang wanita karena seorang lelaki akan mendapatkan kenikmatan darinya dan mahar merupakan pengganti dari kenikmatan tersebut, Allah Ta’ala berfirman :

فما استمتعتم به منهن فآتوهن أجورهن فريضة  (سورة النساء: 24)

“ Maka istri-istri yang telah kamu nikmati (campuri) di antara mereka, berikanlah kepada mereka maharnya (dengan sempurna), sebagai suatu kewajiban... ” (QS. An Nisaa: 24)

Imam Ibnu Katsir Rahimahullah berkata, Firman Allah Ta’ala,  

فما استمتعتم به منهن فآتوهن أجورهن فريضة

"Maka istri-istri yang telah kamu nikmati (campuri) di antara mereka, berikanlah kepada mereka maharnya (dengan sempurna), sebagai suatu kewajiban."

Maksudnya adalah sebagaimana kalian telah menikmati mereka maka berikanlah kepada mereka mahar mereka sebagai ganti kenikmatan yang telah kalian peroleh, sebagaimana firman Allah Ta’ala :

وكيف تأخذونه وقد أفضى بعضكم إلى بعض

Bagaimana kamu akan mengambilnya kembali, padahal sebagian kamu telah bergaul (bercampur) dengan yang lain sebagai suami-istri. Dan sebagaimana Firman Allah Ta’ala :

وآتوا النساء صدُقاتهنَّ نِحلة

“Berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian dengan penuh kerelaan ”. Dan sebagaimana Firman-Nya :

ولا يحل لكم أن تأخذوا مما آتيتموهن شيئاً

“Tidak halal bagi kamu mengambil kembali dari sesuatu yang telah kamu berikan kepada mereka." (Tafsir Ibnu Katsir, 1/ 475)

وعن عائشة رضي الله عنها ، قالت : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم :  

Dari Aisyah Radliyallahu Anha dia berkata : Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda,

أيما امرأة أنكحت نفسها بغير إذن وليها فنكاحها باطل ، باطل ، باطل ، فإن دخل بها فلها المهر بما استحل من فرجها ، فإن اشتجروا فالسلطان ولي من لا ولي له (رواه الترمذي، رقم  1102 وأبو داود، رقم  2083 وابن ماجه، رقم 1879، قال أبو عيسى الترمذي : هذا حديث حسن)

"Siapa saja wanita yang menikahkan dirinya sendiri tanpa izin walinya, maka pernikahannya batil, batil, batil. Jika suaminya telah menggaulinya maka bagi wanita tersebut mahar dari kehormatan yang telah diberikannya dan dihalalkan baginya. Jika ada perselisihan dari wali keluarga wanita, maka penguasa atau hakimlah yang berhak menjadi wali bagi wanita yang tidak memiliki wali." (HR. Tirmizi, no. 1120, Abu Daud, no. 2083 dan Ibnu Majah, no. 1879). Abu Isa At-Tirmizi mengatakan, "Hadits ini derajatnya Hasan)

Dari hadits ini menjadi jelas bahwa mahar itu dari mempelai laki-laki yang diberikan kepada mempelai wanita bukan sebaliknya. Syekh Abdullah bin Qu’ud berkata, “Mahar itu menjadi hak bagi seorang istri dan wajib untuk disebutkan jumlahnya dan sama sekali bukan merupakan kewajiban yang dibebankan kepada seorang istri maupun kepada keluarganya kecuali jika mereka ingin bersedekah.”

Dan atas dasar itu semua maka tidak dibolehkan bagi kalian mengambil dari harta benda anak lelaki untuk kalian bayarkan sebagai maharnya putri kalian. Syekh Al Baraak berkata, “Jika pada dasarnya tidak dibolehkan bagi anak lelaki untuk mengambil harta dari saudaranya maka tidak dibolehkan pula mengambilnya untuk anak perempuan."

Dan apabila kalian bertakwa kepada Allah maka Allah akan menjadikan bagi putri kalian kemudahan dan solusi. Dan bagi putri kalian hendaknya dia bersabar dan berserah kepada Allah, dan senantiasa memohon kepada Allah dengan mengulang-ulang doa karena sesungguhnya Allah beserta prasangka baik hamba-Nya .

Sudah selayaknya bagi para ulama, para Muballigh dan masyarakat pada umumnya  di negara kalian untuk berusaha merubah adat kebiasaan yang buruk tersebut dan beralih mengikuti sunnah serta kebenaran yang tidak dibolehkan mengingkarinya, dan yang demikian itu dengan menegakkan hujjah atau bukti-bukti dari Al Qur’an dan As Sunnah serta pendapat para ulama di hadapan umat manuasia.

Wallahu A’lam.

Refrensi: Soal Jawab Tentang Islam