Alhamdulillah.
Para ulama fikih dalam masalah ini berbeda pendapat menjadi dua pendapat:
Pendapat Pertama:
Satu hewan kurban bisa termasuk di dalamnya aqiqah, ini adalah pendapat Hasan al Bashri, Muhammad bin Siriin, Qatadah, dan pendapat madzhab Hanafiyah, dan salah satu pendapat Imam Ahmad.
Mereka menjadikan masalah ini seperti masalah bertemunya shalat hari raya dengan shalat jum’at, bahwa dibolehkan mendirikan salah satunya saja; karena kedua shalat tersebut banyak kesamaannya, dari sisi jumlah raka’at, khutbah dan dikerjakan dengan jahr. Demikian juga antara kurban dan aqiqah adalah sama-sama sembelihan.
Mereka juga mengatakan: “ Persamaannya juga seperti seseorang mendirikan shalat sunnah dua raka’at dengan tahiyyatul masjid dan sunnah qabliyah.
Pendapat Kedua:
Hewan kurban tidak boleh juga diniatkan untuk aqiqah. Ini adalah pendapat Malikiyah, Syafi’iyah, dan riwayat yang lain dari Imam Ahmad.
Mereka berkata: Kedua sembelihan tersebut (aqiqah dan kurban), masing-masing memiliki sebab yang berbeda, maka salah satunya tidak bisa mewakili yang lainnya. Sebagaimana jika dam (denda) haji Tamattu’ dan dam fidyah bertemu, maka salah satunya tidak bisa mewakili yang lainnya.
Mereka juga beralasan: Tujuan masing-masing dari keduanya (aqiqah dan kurban) adalah mengalirkan darah, keduanya juga syi’ar dengan mengalirkan darah, maka salah satunya tidak bisa mewakili yang lainnya.
Ibnu Hajar al Makky asy Syafi’i –rahimahullah- pernah ditanya tentang penyembelihan kambing pada hari raya idul adha dan hari tasyriq dengan niat kurban dan aqiqah, apakah mendapatkan dua pahala atau tidak ?
Beliau menjawab:
“Menurut pendapat banyak sahabat kami dalam madzhab, dan yang telah kami yakini selama ini bahwa masing-masing niat tidak bisa mewakili yang lainnya, karena kurban dan aqiqah masing-masing sunnah yang memiliki tujuan tersendiri, keduanya juga memiliki sebab dan tujuan yang berbeda, kurban adalah pengganti jiwa sedang aqiqah adalah pengganti anak, dengan aqiqah harapannya anak tumbuh berkembang dengan baik, shaleh, berbakti, dan (diizinkan) memberi syafa’at, pendapat yang mengatakan bisa mewakili kurban akan membatalkan semua maksud aqiqah di atas, dan tidak bisa disamakan dengan mandi hari Jum’at dan mandi sebelum shalat id, juga tidak sama dengan shalat sunnah (qabliyah) dzuhur dan ashar. Adapun shalat tahiyyatul masjid dan semacamnya masih bisa digabung karena tidak sampai menodai kehormatan masjid, demikian juga puasa hari senin misalnya, karena tujuannya menghidupkan hari tersebut dengan puasa tertentu, maka bisa digabung dengan puasa lain pada hari itu. Adapun aqiqah dan kurban tidak demikian, sebagaimana yang telah nampak dengan jelas pada penjelasan kami di atas”. (al Fatawa al Fikhiyah: 4/256)
Yang jelas –wallahu a’lam- bahwa satu hewan sembelihan boleh dengan dua niat aqiqah dan kurban. Pendapat ini telah dipilih oleh Syeikh Muhammad bin Ibrahim –rahimahullah- dan telah kami sebutkan perkataan beliau, dan pendapat yang lain tentang bolehnya menggabung kedua niat tersebut, silahkan anda melihat jawaban nomor: 106630.
Wallahu a’lam.