Alhamdulillah.
AlhamdulullahTidaklah seseorang datang ke dunia dengan kebaikan kecuali dia akan mempunyai musuh dari kalangan manusia dan jin. Sampai para Nabi Allah Ta’ala tidak selamat dari hal itu. Dahulu ada musuh (dari kalangan) manusia untuk para ulama’ terdahulu apalagi pelaku dakwah kebenaran, mereka mendapatkan perlawanan yang keras. Hal seperti itu (terjadi pada) Syekhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah Ta’ala, beliau mendapatkan sebagian orang yang hasad (dengki) orang yang menghalalkan darahnya, orang yang menuduh sesat dan keluar dari agama dan riddah.
Tidaklah Muhammad bin Abdul Wahab melainkan salah seorang dari para ulama’ yang terdholimi dimana orang mengatakan di dalamnya dari apa yang mereka tidak ketahui hanya mencari fitnah. Yang mendasari akan hal itu hanya dengki dan permusuhan disertai mendalamnya bid’ah pada diri mereka atau kebodohan serta taklid kepada hawa nafsu.
Untuk anda, paparan sebagian syubhat yang dikatakan kepada Syekh dan bantahannya:
Syekh Abdul Aziz Abdul Latif mengatakan, “Sebagian seteru dakwah salafiyah menuduh bahwa Syekh Imam Muhammad bin Abdul Wahab telah keluar dari pemerintah Khilafah Utsmaniyah, sehingga hal itu dia telah keluar dari Jamaah dan memecah tongkat (kekuasaan dari) mendengarkan dan ketaatan. (Da’awa Al-Munawiain Lidakwatis Syekh Muhammad bin Abdul Wahab, hal. 233).
Beliau mengatakan, “Abdul Qodim Zalum menuduh bahwa wahabi muncul dakwahnya, dan mereka adalah sebab runtuhnya Pemerintahan khilafah. Dia mengatakan, “Telah ada wahabi kekuatan internal dalam daulah Islamiyah dengan pemimpin Muhammad bin Saud, kemudian anaknya Abdul Aziz, sehingga dibantu senjata dan dana oleh Inggris, dan mereka bergerak dengan landasan mazhab menguasai negara-negara Islam yang tunduk kepada penguasa Khilafah, maksudnya mereka mengangkat pedang di wajah kholifah dan memerangi tentara Islam tentara Amirul mukminin dengan profokasi dari Inggris dan bantuan dari mereka. (Kaifa Hudimat Al-Khilafah, Hal. 10).
Sebelum kami berikan jawaban atas syubhat keluarnya Syekh Muhammad bin Abdul Wahab dari Khilafah, maka tepat sekali kami mengingatkan sikap Syekh Imam tentang keyakinan kewajiban mendengar dan taat kepada pemimpin umat Islam dalam kondisi baik maupun jelek. Selagi tidak memerintahkan kepada kemaksiatan kepada Allah karena taat hanya dalam kebaikan.
Syekh Imam mengatakan dalam suratnya kepada penduduk Qosim, “Saya berpendapat wajibnya mendengar dan taat kepada pemimpin umat Islam, kondisi baik maupun buruk selagi tidak memerintahkan bermaksiat kepada Allah dan orang yang diberi kekuasaan dalam khilafah. Dan berkumpulnya orang-orang serta mereka rela dan memenangkan dengan pedangnya sampai dia menjadi Kholifah, maka diwajibkan untuk taat dan diharamkan untuk keluar darinya. (Majmu’ Muallafati Syekh, 5/11).
Beliau menambahi juga, “Asal yang ketiga adalah bahwa termasuk kesempurnaan perkupulan adalah mendengar dan mentaati kepada orang yang telah diangkat menjadi pemimpin meskipun dia hanya hamba sahaya dari Habbasyi. (Mujmu’ Muallafati Syekh, (1/394). Dengan perantara ‘Da’awa Al-Munawiin, (233-234)
Syekh Abdul Aziz alBadul Latif mengatakan, “Setelah ketetapan yang singkat ini yang menjelaskan apa yang terjadi pada Syeh dengan wajib mendengar dan mentaati para pemimpin umat Islam, yang baik maupun yang jelek selagi tidak memerintahkan kemaksiatan kepada Allah, maka kami menunjukkan kepada masalah yang penting sebagai jawaban dari syubhat itu. Disana ada pertanyaan penting, apakah dahulu ‘Najd’ termasuk negara dakwah ini, adalah tempat berdirinya termasuk dalam kekuasaan pemerintahan Khilafah Utsmaniyah? Doktor Sholeh Abud menjawab atas pertanyaan ini dengan mengatakan, “Kami tidak menyaksikan bahwa ‘Najd’ secara umum dikuasai oleh daulah Usmaniyah, kekuasaannya tidak membentang dan penguasa Utsmaniyah juga tidak datang kepadanya. Juga tidak menguasai di sela-sela daerahnya perlindungan Turki pada zaman ketika dakwah Syekh Muhammad bin Abdul wahab rahimahullah telah Nampak. Yang menunjukkan akan hakekat sejarah ini adalah telah ditetapkan pembagian negara Utsmaniyah secara administrasi disela-sela surat Turki yang berjudul ‘Qawanin Ali Utsman Madhomin Daftaru Diwan (Undang-undang Keluarga Utsman yang terkandung dalam buku Kantor)’ yang ditulis oleh Yamin Ali Afandi dimana dahulu sebagai sekretaris catatan Haqoni tahun 1018 H bertepatan pada tahun 1609 M. disela-sela tulisan ini jelas bahwa semenjak awal kurun 11 H dahulu pemerintahan Keluarga Utsman terbagi menjadi 32 bagian, 14 bagian diantaranya arab dan negara Najd tidak termasuk di dalamnya selain Ahsa’ kalau kita anggap ia bagian dari Najd. (Aqidah Syekh Muhammad bin Abdul Wahab Wa Atsaruhu Fil Alam Islam, tidak diterbitkan (1/27).
Doctor Abdullah Utsaimin mengatakan, “Dalam kondisi apapun bahwa ‘Najd’ tidak disaksikan kekuatan secara langsung untuk Utsmaniyah atasnya sebelum Nampak dakwah Syekh Muhammad bin Abdul Wahab. Sebagaimana tidak disaksikan kekuatan kuat yang mengharuskan keberadaannya dalam berbagai peristiwa di dalamnya dari sisi manapun juga. Tidak ada kekuatan dari Bani Jabra atau Bani Kholid pada sebagian sisi. Tidak juga kekuatan dari Asyraf pada sisi lainnya yang membuat peristiwa dari independen perpolitikan. Peperangan diantara daerah di Najd terus berlanjut dan pertikaian antar Kabilah yang berbeda terus berlanjut sangat sengit. (Muhammad bin Abdul Wahab Hayatuh Wa Fikrotuhu, hal. 11 lewt ‘Da’awa Al-Munawiain, (234-235).
Untuk menyempurnakan pembahasan ini, kami sebutkan jawaban samakhatus Syekh Abdul Aziz bin Baz atas bantahan ucapan beliau rahimahullah, “Syekh Muhammad bin Abdul Wahab tidak pernah keluar dari Pemerintahan Khilafah Utsmaniyah sepengetahuan saya. Dan saya berkeyakinan bahwa di Najd tidak ada pemimpin juga tidak ada kekuasaan kecuali untuk Turki. Bahkan di Najd ada penguasa-penguasa kecil dan desa bertebaran pada setiap negara dan desa. Meskipun kecil, apa pemimpin yang independen. Yaitu penguasa diantara mereka ada peperangan dan pertempuran serta pertikaian. Sementara Syekh Muhammad bin Abdul Wahab tidak keluar dari Pemerintah Khilafah, akan tetapi beliau keluar dari kondisi rusak di negaranya dan berjihad di jalan Allah dengan sebenar-benar jihad. Bersabar dan melipat gandakan kesabaran sampai cahaya dakwahnya ini meluas ke negara lain. (Seminar yang direkam kaset lewat ‘Da’awa Al-Munawiain, hal. 237.
Doctor Ujail An-Nasymi mengatakan, “Pemerintah Khilafah tidak bergerak dan tidak mengerahkan kekuatan apapun atau perbedaan yang disebutkan. Meskipun telah berlangsung empat penguasa keluarga Utsman dalam kehidupan Syekh. Majalah Mujtama’ edisi. 510.
Kalau penjelasan tadi membalikkan gambaran Syekh terhadap pemerintahan Khilafah, bagaimana gambaran dakwah Syekh Muhammad bin Abdul Wahab dalam pemerintahan Khilafah?
Dr. Nasymi menjawab pertanyaan ini dengan mengatakan, “Dahulu stigma gerakan Syekh Muhammad bin Abdul Wahab dibenak Pemerintah Khilafah telah sampai dengan kerancuan dan kekaburan, pemerintah Khilafah tidak pernah melihatnya kecuali dengan sisi permusuhan untuk gerakan Syekh Muhammad bin Abdul Wahab. Baik dengan cara laporan yang dikirimkan dari para penguasanya yang ada di Hijaz, Bagdad atau lainnya. Atau dengan cara sebagian individu yang sampai di istana membawa kabar. (Mujtama’ edisi. 504 lewat ‘Da’awa Al-Munawiain, hal. 238-239).
Sementara tuduhan ‘Zalum’ bahwa dakwah Syekh adalah salah satu penyebab runtuhnya Khilafahh dan Inggris membantu wahabi untuk meruntuhkannya, maka Mahmd Mahdi Al-Istambuli memberikan jawaban atas tuduhan sembarangannya ini, “Diantara kewajiban buku ini menguatkan pendapatnya dengan dalil dan bukti-bukti, dahulu penyair mengatakan:
Kalau tuduhan tidak disertai dengan bukti *** Dengan nash maka itu tanda kebodohan
Padahal diketahui dalam sejarah disebutkan bahwa orang-orang Inggris berdiri melawan dakwah ini. Semenjak berdirinya, dengan kekhawatiran dunia Islam bangkit. (Syekh Muhammad bin Abdul Wahab FI Mirati Syarqi Wal Gorbi, hal. 240).
Dan beliau juga mengatakan, “Yang aneh menggelikan orang yang menangis bahwa tuduhan ustad ini atas gerakan Syekh Muhammad bin Abdul Wahab adalah salah satu penyebab runtuhnya Khilafah Utsmaniyah. Perlu diketahui bahwa gerakan ini berdiri sekitar tahun 1811 M dan Khilafah runtuh sekitar tahun 1922 M. (Refrensi tadi, hal. 64).
Yang menunjukkan bahwa Inggris melawan gerakan wahabi bahwa mereka mengirimkan Kapten Foristar Sadlir untuk memberikan ucapan selamat kepada Ibrohim Basya atas keberhasilan yang diperolehnya melawan wahabi –selesainya perang Ibrohim Basya untuk Dzir’iyyah- untuk menguatkan sejauhmana kecondongan kerja sama dengan gerakan Inggris untuk melemahkan apa yang mereka namakan kerjaan pembajak wahabi di Arab Teluk.
Bahkan surat ini secara terang-terangan berkeinginan untuk melakukan kesepakatan antara pemerintah Inggris dengan Ibrohim Basya dengan tujuan menghancurkan kekuatan wahabi secara merata.
Syekh Muhammad bin Manzur An-Nu’many mengatakan, “Inggris mempergunakan posisi berseberangan di India untuk Syekh Muhammad bin Abdul Wahab dengan menolak semua orang yang mengahalanginya dan berdiri di jalannya. Dan mereka melihat bahaya kekuatan wahabi dan mereka menyebut ‘Wahabi’ begitu juga Inggris menyebut para ulama Dwibind –di India dengan Wahabi karena melawan Duta besar Inggris dan menyempitkan ruang geraknya. (Di’ayat Mukatsafah Diddu Syek Muhmmad Abdul Wahab, hal. 105-106).
Dengan menukil dari berbagai sumber, terungkap kebohongan syubhat dan terlihat di depan bukti otentik secara ilmiyah dengan jelas dari Risalah dan tulisan Syeikh Imam sebagaimana terlihat kebohongan syubhat di depan hakekat sejarah yang ditulis orang yang adil. (Da’awa Al-Munawiain, 239, 240).
Terakhir, kami nasehati setiap orang yang panjang lisannya terkait haknya Syekh hendaknya menahannya dan bertakwa kepada Allah Ta’ala dalam seluruh perintah-Nya, mudah-mudahan Allah menerima taubat dan menunjukkan jalan yang lurus.
Wallahu a’lam.