Alhamdulillah.
Ya, dibolehkan bagi seorang wanita menghajikan orang laki-laki.
Imam Bukhori (1513) dan Imam Muslim (1334) meriwayatkan dari Abdulah bin Abbas –radhiyallahu ‘anhuma- berkata: Suatu ketika seorang wanita dari Khots’am mendatangi Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam- dan berkata: Wahai Rasulullah, kewajiban haji dari Allah belum dilaksanakan oleh bapakku sampai sekarang, sedang ia sudah sangat tua tidak mampu lagi menaiki kendaraan, apakah saya boleh menghajikannya?, beliau menjawab: “Ya”. Dan peristiwa itu terjadi pada haji wada’”.
Ibnu Hazm dalam kitab “al Muhalla” 5/317 berkata:
“Dibolehkan bagi seorang wanita menghajikan orang lain baik laki-laki maupun perempuan, begitu juga sebaliknya seorang laki-laki menghajikan seorang perempuan maupun laki-laki; hal itu didasarkan pada perintah Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam- kepada seorang wanita dari Khots’am untuk menghajikan bapaknya, dan perintah beliau kepada seorang laki-laki untuk menghajikan ibunya, dan seorang laki-laki menghajikan bapaknya, dan belum ada nash yang melarang akan hal itu. Allah Ta’ala berfirman:
) وَافْعَلُوا الْخَيْرَ )
“…dan Kerjakanlah yang baik”
Ini adalah kebaikan, maka dibolehkan bagi setiap orang menghajikan orang lain tanpa terkecuali”.
Ibnu Qudamah dalam “al Mughni” 5/27 berkata:
“Seorang laki-laki boleh mewakili sorang laki-laki ataupun wanita dalam ibadah haji, begitu juga sebaliknya menurut pendapat kebanyakan para ulama, tidak ada yang menyelisihi pendapat ini kecuali Hasan bin Sholeh, bahwa ia menjadikan makruh jika seorang wanita menghajikan laki-laki. Ibnul Mundzir berkata: ini adalah kelalaian terhadap teks hadits; karena Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam- menyuruh seorang wanita menghajikan bapaknya”.
Syeikh Ibnu Utsaimin –rahimahullah- pernah ditanya: Apakah boleh bagi seorang wanita menghajikan bapaknya, meskipun ia memiliki saudara laki-laki yang sudah baligh?
Beliau menjawab:
“Seorang wanita boleh menghajikan bapaknya, meskipun ia memiliki saudara laki-laki yang sudah baligh, perwakilan haji itu boleh dilakukan oleh laki-laki maupun perempuan, maka dari itu seorang wanita dari Khots’am bertanya kepada Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam-… dan menyebutkan hadits di atas, lalu berkata: “lalu beliau mengizinkannya menghajikan bapaknya, ini adalah hajinya seorang wanita untuk laki-laki, tapi dengan syarat harus berangkat dengan muhrim, baik dalam perjalan haji untuk dirinya atau orang lain maupun perjalanan yang lainnya”. (Fatawa Ibnu Utsaimin21/247).