Kami memohon donasi dengan suka rela untuk mendukung situs ini, agar situs anda -islamqa.info – berkelanjutan dalam melayani Islam dan umat Islam insyaallah
Syaikh yang mulia…saya telah melangsungkan pernikahan putra saya setahun yang lalu, dan biaya yang dihabiskan untuk acara itu amatlah banyak, sungguh saya telah membelanjakan banyak uang padahal suami saya bersumpah bahwa dia tidak akan membayarkan sisa uang yang telah dipakai. Saya sendiri belum melunasi semua tanggungan yang dibutuhkan saat pernikahan, padahal sayalah yang menyimpan uang suami akan tetapi saya tidak mempunyai uang yang khusus milik saya. Maka saya terpaksa mengambil sejumlah uang suami yang saya simpan tanpa sepengetahuannya, dan saya tidak bisa mengungkapkannya kepada suami. Akan tetapi demi Allah semua yang saya ambil untuk kebutuhan beban biaya pernikahan, dan sekarang saya tidak tahu apa yang akan saya perbuat? Apakah saya telah berdosa?
Alhamdulillah.
..
Pertama:
Wajib atas seorang ayah menjaga kehormatan putranya dengan pernikahan, khususnya apabila hal tersebut diminta olehnya dan dia memang sangat menginginkan pernikahan sebagai benteng dari segala macam fitnah dan untuk menjaga kemaluannya. Lihat jawaban soal no. 83191, dan no. 87983.
Kedua:
Sudah selayaknya berhemat dalam pembiayaan pernikahan, dan tidak sampai melampaui batas-batas kesederhanaan. Jangan sampai membelanjakan sesuatu yang berlebihan dan sia-sia atau mubazir sebagaimana yang saat ini dilakukan oleh kebanyakan orang.
Ulama Al Lajnah Ad Daaimah berargumen: “Pembiayaan dan dana yang anda belanjakan untuk pernikahan putra anda yang mencapai setengah juta real termasuk pemborosan yang dilarang. Dikhawatirkan karena anda melakukan hal demikian anda akan mendapatkan siksa. Kecuali apabila anda bertaubat kepada Allah Ta’ala dan anda tidak lagi melakukan perbuatan tersebut, karena sesungguhnya harta tersebut adalah harta Allah Ta’ala, dan makhluk ini hanya diberikan wewenang untuk mengelolanya, syariat islam yang suci telah menegaskan tentang bagaimana mestinya kita mengelola harta benda ini, maka syariat melarang pemborosan dan mubadzir, sebagaimana firman Allah Ta’ala :
والذين إذا أنفقوا لم يسرفوا ولم يقتروا وكان بين ذلك قوام ا (سورة الفرقان: 67)
“Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebih-lebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian ”. (QS Al Furqan: 67)
Maksudnya adalah: Mereka tidak berlebih-lebihan dengan melampaui batas dalam kedermawanan dan membelanjakan harta dalam kemaksiatan, dan mereka juga tidak kikir dengan sangat membatasi pembelanjaan sebagaimana prilaku orang-orang yang pelit. Akan tetapi sifatnya antara yang demikian, yaitu; tidak berlebih-lebihan dan tidak pelit. Maksud dari tengah-tengah ialah; Seimbang dan bijaksana.” (Diringkas dari: Fatawa Al Lajnah Ad Daaimah secara ringkas, 16/220-221).
Ketiga:
Seorang istri tidak boleh membelanjakan harta benda suaminya melainkan dengan persetujuannya, kecuali bila suami sangat kikir terhadap istri dan anak-anaknya serta tidak menunaikan kewajiban terhadap Allah dengan membelanjakan dan memberikan nafkah yang wajib atas mereka. Pada kondisi seperti itu barulah sang istri boleh mengambil dari harta benda suami secara wajar dan sebatas untuk mencukupi kebutuhan mereka. Silakan anda merujuk jawaban soal no. 150250.
Adapun apabila suami tidak berlaku bakhil terhadap putranya dan membelanjakan dalam pernikahannya secara wajar dan tidak kikir, bahkan ia membelanjakan untuk keperluannya sesuai dengan kelapangan kondisinya, maka tidak diperkenankan bagi anda mengambil sesuatu pun dari harta bendanya meskipun hal itu untuk pembiayaan keperluan pernikahan putra anda. Anda telah menyebutkan bahwa kalian telah membelanjakan dan mengeluarkan biaya yang banyak dalam pernikahan ini. Maka jika pembiayaannya telah lunas dari apa yang dianggap cukup menurut kebiasaannya sebagaimana kasus putra anda ini, dan tidak ada lagi biaya yang dibutuhkan lebih banyak dari itu, maka apa yang telah anda ambil dari harta benda suami anda termasuk melampaui batas atas harta suami anda.
Apabila memang beban pembiayaan ini sudah menjadi suatu yang lumrah untuk sebuah pernikahan di negara kalian, dan siapa saja yang kondisinya sama dengan kondisi kalian ; maka hendaklah anda melunasi beban pembiayaan atas pernikahan putra anda dengan sesuatu yang tidak merugikan harta ayahnya dan membebaninya.
Seharusnya anda memelihara dan menjaga hak Allah dalam harta benda ini dan menjaga hak-hak suami sebagai pemilik harta, serta menjaga kemuliaan sumpah yang telah diucapkan serta menjaga kemashlahatan putra-putra anda yang lain. Maka hendaknya anda bertaubat dan beristighfar. Wajib atas anda meminta kehalalan dari suami dengan memberitahukannya tentang apa yang telah anda perbuat dan memita maaf kepadanya serta meminta kerelaannya.
Akan tetapi apabila anda menganggap dengan anda berterus terang kepada suami anda akan berdampak negative bagi hubungan suami-istri di antara kalian, atau suami anda akan murka kepada anda, dan memperburuk kehidupan rumah tangga antara kalian berdua, maka tidak wajib bagi anda memberitahukannya apa yang telah terjadi berupa apa yang telah anda belanjakan dari kekurangan biaya pernikahan. Jika anda telah memiliki uang dari gaji bulanan anda atau dari harta warisan atau semacamnya, maka kembalikanlah harta suami anda sebagai ganti dari hartanya yang telah anda ambil tanpa sepengetahuannya, akan tetapi jika anda tidak memiliki harta benda apapun, maka bertaubatlah kepada Allah dan memohon ampunan-Nya dari apa yang telah anda perbuat. Tetaplah berusaha untuk senantiasa berbuat baik kepada suami anda semampu apa yang bisa anda lakukan serta jagalah hak-haknya, semoga Allah mengampuni anda dan memperbaiki hubungan kalian berdua.
Wallahu A’lam.