Kamis 20 Jumadil Ula 1446 - 21 November 2024
Indonesian

HADITS ORANG BUTA DAN TAWASULNYA DENGAN RASULULLAH SALLALLAHU’ALAIHI WA SALLAM

112131

Tanggal Tayang : 23-05-2012

Penampilan-penampilan : 26082

Pertanyaan

Hadits, bahwa orang buta mendatangi Rasulullah sallallahu’alaihi wa sallam dan berkata, ‘Wahai Rasulullah, berdoalah kepada Allah agar menyembuhkan mataku.' Lalu dia pergi berwudu kemudian shalat dua rakaat dan berdoa, ‘Ya Allah sesungguhnya saya memohon kepada-Mu dan menghadap kepada-Mu (dengan) Nabi kami Muhammad sallallahu’alaihi wa sallam Nabi Rahmah, wahai Muhammad saya memohon kepada Tuhanku denganmum, maka Dia memenuhi keperluanku.’ Apa keabsahan hadits ini dan apa maknanya?

Teks Jawaban

Alhamdulillah.

Hadits ini ahli ilmu diperdebatkan keshahihannya. Di antara mereka ada yang berkata, "Hadits ini  lemah. Sebagaian lainnya mengatakan, ‘Hadits ini hasan.' Akan tetapi hadits ini memiliki  pengertian tidak seperti yang segera ditangkap secara tekstual. Karena hadits ini artinya bahwa Nabi sallallahu’alaihi wa sallam menyuruh orang buta ini berwudu, lalu shalat dua rakaat agar jujur ketika meminta syafaat Nabi sallallahu’alai wa sallam untuknya. Agar menjadikan wudu dan shalatnya sebagai tanda akan keinginannya bertawasul dengan Nabi sallallahu’alaihi wa sallam dan menghadap kepada Allah Subhanahu Wata’ala. Kalau niatannya jujur dan benar, maka keinginannya menguat. Maka Nabi sallallahu’alaihi wa sallam memberikan syafaat baginya kepada Allah Azza Wajalla. Hal itu dengan doa Nabi sallallahu’alaihi wa sallam untuknya. Karena doa termasuk adalah satu bentuk syafaat.

Sebagaiamana terdapat hadits shahih dari Nabi sallallahu’alaihi wa sallam, beliau bersabda:

ما من رجل مسلم يموت فيقوم على جنازته أربعون رجلاً لا يشركون بالله شيئاً إلا شَفَّعهم الله فيه

“Seorang muslim yang meninggal dunia, lalu jenazahnya dishalatkan oleh empat puluh orang yang tidak menyekutukan Allah sedikitpun, niscaya Allah akan memberikan syafaat kepadanya."

Maka makna hadits ini bahwa orang buta meminta kepada Nabi sallallahu’alaihi wa sallam agar berdoa kepada Allah untuknya. Karena doa itu temasuk bentuk syafaat. Sementara sekarang sepeninggal Nabi sallallahu’alaihi wa sallam maka kondisi seperti ini tidak akan mungkin karena ketiadaan doa Nabi sallallahu’alaihi wa sallam untuk seorang pun sepeninggal beliau.

Sebagaimana sabda Nabi sallallahu’alaihi wa sallam, "Jika seorang hamba meninggal dunia, maka amalannya akan terputus kecuali tiga hal, shadaqah jariyah, ilmu yang bermanfaat atau anak saleh yang mendoakannya.

Tidak diragukan lagi bahwa doa seseorang termasuk amalan yang terputus setelah mati. Bahkan doa termasuk ibadah sebagaimana firman Allah, ‘Dan Tuhanmu berfirman: "Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina dina." (QS. Ghafir: 60)

Oleh karena itu para shahabat tidak lagi memohon kepada Nabi sallallahu’alaihi wa sallam ketika ditimpa kesulitan dan keperluan saat beliau telah wafat. bahkan Umar bin Khottob radhiallahu’anhu berkata ketika terjadi kemarau panjang, ‘Ya Allah sesungguhnya dahulu kami bertawasul kepada Engkau dengan Nabi kami dan Engkau turunkan hujan kepada kami, maka kami bertawasul kepada Engkau dengan Paman Nabi kamu, tolong turunkan hujan kepada kami, maka diturunkan hujan untuk mereka.’

(Beliau) meminta Abbas radhiallahu’anhu untuk berdoa kepada Allah Azza Wajjalla agar menurunkan hujan dan beliau berdoa kemudian (Allah) turunkan hujan. Hal ini menjadi dalil bahwa tidak mungkin meminta dari Rasulullah sallallahu’alaihi wa sallam sepeninggal beliau untuk berdoa kepada seorangpun. Karena hal itu tidak memungkinkan karena amalannya terputus setelah beliau sallallahu’alaihi wa sallam meninggal dunia. Kalau tidak ada seorangpun yang memungkinkan meminta dari Nabi sallallahu’alaihi wa sallam agar mendoakan untuknya sepeninggal Nabi sallallahu’alaihi wa sallalm, maka tidak lebih tidak mungkin lagi jika seseorang memohon langsung kepada Nabi sallallahu’alaihi wa sallam agar memenuhi  keperluan atau kemaslahatannya. Karena ini termasuk syirik akbar yang Allah tidak akan memaafkannya. Dan Allah mengharamkan surga kepada orang yang mempunyai sifat seperti itu. Allah ta’ala berfirman:

وَلَا تَدْعُ مِنْ دُونِ اللَّهِ مَا لَا يَنْفَعُكَ وَلَا يَضُرُّكَ فَإِنْ فَعَلْتَ فَإِنَّكَ إِذًا مِنْ الظَّالِمِينَ (سورة  يونس: 106)

 “Dan janganlah kamu menyembah apa-apa yang tidak memberi manfaat dan tidak (pula) memberi mudharat kepadamu selain Allah; sebab jika kamu berbuat (yang demikian), itu, maka sesungguhnya kamu kalau begitu termasuk orang-orang yang zalim." (QS. Yunus: 106)

Allah Ta’ala juga berfirman:

"Maka janganlah kamu menyeru (menyembah) tuhan yang lain di samping Allah, yang menyebabkan kamu termasuk orang-orang yang di'azab.’ (QS. As-Syua’ara: 213)

Firman Allah lainnya,

‘Dan barangsiapa menyembah tuhan yang lain di samping Allah, padahal tidak ada suatu dalilpun baginya tentang itu, maka sesungguhnya perhitungannya di sisi Tuhannya. Sesungguhnya orang-orang yang kafir itu tiada beruntung." (QS. Al-Mukminum: 117). Allah berfirman, ‘Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan kepadanya surga, dan tempatnya ialah neraka, tidaklah ada bagi orang-orang zalim itu seorang penolong pun.’ (QS. Al-Maidah: 72)

Yang penting bahwa orang yang berdoa kepada Rasulullah sallallahu’alaihi wa sallam atau orang lain sepeninggal beliau untuk menolak keburukan atau mendatangkan kebaikan, maka dia termasuk syirik besar yang mengeluarkan pelakunya dari agama. Maka dia harus bertaubat kepada Allah Subhanahu Wata’ala, dan mengarahkan doanya hanya kepada Yang Maha Tinggi dan Besar yang mengabulkan doa orang yang terhimpit ketika dia berdoa dan menghilangkan keburukan.

Sesungguhnya saya heran kepada suatu kaum yang pergi ke kuburan fulan dan fulan mereka berdoa agar dihilangkan kesedihan dan ingin mendapatkan kebaikan. Padahal mereka mengetahui bahwa orang ini waktu hidupnya tidak dapat memenuhi  hal itu. bagaimana sepeninggalnya? Setelah menjadi bangkai bahkan terkadang sudah hancur dimakan tanah, dan mereka pergi berdoa kepadanya. Sementara dia meninggalkan doa kepada Allah Azza Wajalla, padahal Dialah penghalau keburukan, mendatangkan manfaat dan kebaikan. Padahal Allah telah memerintahkan dan menganjurkan akan hal itu, dalam firman-Nya, ‘Dan Tuhanmu berfirman: "Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu.’ SQ. Ghofir: 60. Dan firman-Nya:

وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِي عَنِّي فَإِنِّي قَرِيبٌ أُجِيبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ إِذَا دَعَانِي فَلْيَسْتَجِيبُوا لِي وَلْيُؤْمِنُوا بِي لَعَلَّهُمْ يَرْشُدُونَ (سورة البقرة: 186)

“Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.” (QS. Al-Baqarah: 186)

Firman Allah mengingkari kepada orang yang berdoa kepada selain-Nya:

أَمَّنْ يُجِيبُ الْمُضطَرَّ إِذَا دَعَاهُ وَيَكْشِفُ السُّوءَ وَيَجْعَلُكُمْ خُلَفَاءَ الْأَرْضِ أإِلَهٌ مَعَ اللَّهِ (سورة النمل: 62)

“Atau siapakah yang memperkenankan (doa) orang yang dalam kesulitan apabila ia berdoa kepada-Nya, dan yang menghilangkan kesusahan dan yang menjadikan kamu (manusia) sebagai khalifah di bumi? Apakah disamping Allah ada tuhan (yang lain)? Amat sedikitlah kamu mengingati(Nya)." (QS. An-Naml: 62)

Saya memohon kepada Allah agar diberi petunjuk kepada kita semua ke jalan yang lurus.’ (Majmu Fatawa Wa Rasail Syekh Ibnu Utsaimin, 2/274)

Jadi, hadits tersebut tidak menunjukkan dibolehkannya bertawasul dengan kedudukan Nabi sallallahu’alaihi wa sallam sebagaimana pendapat sebagaian diantara mereka, bahkan hadits tadi menunjukkan bahwa orang tadi bertawasul dengan doa Nabi sallallahu’alaihi wa sallam. Ungkapan ‘Ya Allah sesungguhnya saya memohon kepada Engkau dan menghadap kepada-Mu dengan Nabi kami Muhammad’ yakni doa Nabi kami Muhammad. Dan ungkapan, ‘Wahai Muhammad, sesungguhnya saya menghadap denganmu kepada Tuhanku’ yakni dengan doa anda. Yang menunjukkan hal ini adalah:

1. Bahwa orang ini datang kepada Nabi sallallahu’alaihi wa sallam dan meminta untuk didoakan baginya. Kalau sekiranya maksudnya bertawasul dengan kedudukan beliau sallallahu’alaihi wa sallam, maka dia akan duduk di rumahnya. Dan berdoa, ‘Ya Allah saya bertawasul kepada Engkau dan saya memohon dengan kedudukan Muhammad’

2. Di antara doa yang Rasulullah sallallahu’alaihi wa sallam ajarkan adalah ‘Ya Allah berikanlah dia syafaat untukku dan syafaati diriku di dalamnya’ maksudnya terimalah syafaat Nabi sallallahu’alaihi wa sallam untuk diriku dan syafaat yang dimaksud disini adalah doa, maka Nabi sallallahu’alaihi wa sallam berdoa untuknya. Ungkapan ‘Syafaati diriku di dalamnya’ maksudnya adalah terimalah doaku agar menerima doanya.

Al-Albany rahimahullah berkata di ktab Tawasul, hal. 73-74: ‘Di antara yang Nabi sallallahu’alaihi wa sallam ajarkan kepada orang buta adalah doa ‘Dan berikanlah syafaatku di dalamanya’ yakni terimalah syafaatku yakni doaku agar menerima syafaat beliau sallallahu’alaihi wa sallam yakni doanya agar mengembalikan penghlihatan mataku. Ini maksud dari kalimat ini yang tidak mungkin di tafsirkan selain dari ini.

Oleh karena itu anda dapat melihat orang yang menyeleweng pura-pura tidak tahu dan tidak membahasnya baik dekat maupun jauh. Karena bangunan dasarnya sudah rusak dan hancur akarnya. Kalau mereka mendengarnya, engkau melihat mereka memandang anda dengan pandangan orang  yang akan pingsan. Hal itu karena syafaat Rasulullah telah difahami, akan tetapi bagaimana mungkin syafaat orang buta kepada Nabi sallallahu’alaih wa sallam? Tidak ada jawaban sama sekali dari mereka. Di antara hal yang menunjukkan perasaan mereka bahwa kalimat ini mengbatalkan takwil mereka, bahwa anda tidak melihat seorang pun diantara mereka mempergunakannya, dan mengatakan contoh dalam doanya, ‘Ya Allah syafaatilah Nabi-Mu dengan diriku dan syafaatilah diriku di dalamnya.’

Silahkan lihat rincian pembahasan hadits ini di kitab ‘At-Tawasul’ hal. 68-93.

Wallahu’alam.

Refrensi: Soal Jawab Tentang Islam