Alhamdulillah.
Pertama:
Jika apa yang anda sebutkan bahwa pertemuan tersebut dan persetujuan dengan membaca surat Al-Fatihah dianggap sebagai akad nikah berdasarkan adat dan kebiasaan penduduk negeri anda, sedangkan pihak wanitanya telah menyatakan rida, maka hal itu telah dianggap sebagai nikah yang sah. Tidak halal bagi sang wanita untuk menikah dengan laki-laki lain sebelum anda memisahkannya dengan talak atau khulu'. Perkara akad belum dicatat secara administrasi, tidak ada pengaruhnya. Pernikahannya dengan laki-laki lain tidak sah dan dianggap zina yang dapat mengakibatkan hukum hudud (pidana syariat) baginya dan bagi yang menikahinya apabila dia mengetahui pernikahannya yang pertama.
Akan tetapi apabila semua itu terjadi tanpa ridanya, maka pernikahan tersebut tergolong sebagai pernikahan yang rusak. Seorang wanita dibolehkan memilih antara membatalkan pernikahan dengan melanjutkannya. Berdasarkan hadits Khansa binti Khuzam Al-Anshary, bahwa bapaknya menikahkannya ketika dia menjanda. Namun dia menolaknya. Lalu dia mendatangi Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, maka beliau membatalkan pernikahannya. (HR. Bukhari, no. 4845)
Dari Ibnu Abbas radhiallahu anhuma, seorang gadis datang kepada Nabi shallallahu alaihi wa sallam lalu dia menceritakan bahwa bapaknya menikahkannya sedangkan dia menolaknya, maka Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam mempersilahkannya untuk memilih (antara membatalkan pernikahan dan meneruskannya). (HR. Abu Daud, no. 2096, dinyatakan shahih oleh Al-Albany)
Jika wanita tersebut memilih untuk membatalkan pernikahan, dan suami tidak sudi mentalaknya, maka perkaranya dapat dibawa ke pengadilan agama untuk membatalkannya. Seorang wanita tidak boleh menganggap bahwa dirinya telah ditalak tanpa terjadinya ucapan talak atau pembatalan pernikahan dari pengadilan.
Lihat jawaban soal no. 47439
Akan tetapi jika adat kebiasaan yang berlaku di masyarakat anda bahwa pertemuan dan persetujuan serta pembacaan Al-Fatihah dalam pertemuan tersebut hanya dianggap sebagai lamaran, bukan akad, dan inilah kebiasaan yang berlaku di beberapa negeri, maka ketika itu pernikahan belum terlaksana. Sang wanita memiliki hak untuk membatalkan lamaran.
Kedua:
Termasuk rukun-rukun pernikahan; Terjadinya ijab qabul. Ijab adalah perkataan wali, "Aku nikahkan engkau dengan puteriku." Sedangkan qabul adalah perkataan pengantin pria, "Aku terima"
Pendapat yang kuat adalah bahwa pernikahan sah dengan kalimat apa saja yang menunjukkan hal tersebut. Lihat jawaban soal no. 131337.
Wallahua'lam.