Alhamdulillah.
Makmum diwajibkan mengikuti imamnya dalam semua prilaku shalat selagi tidak mengurangi sedikitpun. Sebagaimana yang diriwayatkan Bukhari, (689) dan Muslim, (411) dari Anas bin Malik radhiallahu anhu sesungguhnya Rasulullah sallallahu alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّمَا جُعِلَ الْإِمَامُ لِيُؤْتَمَّ بِهِ ، فَإِذَا صَلَّى قَائِمًا فَصَلُّوا قِيَامًا ، فَإِذَا رَكَعَ فَارْكَعُوا ، وَإِذَا رَفَعَ فَارْفَعُوا ، وَإِذَا قَالَ سَمِعَ اللَّهُ لِمَنْ حَمِدَهُ فَقُولُوا رَبَّنَا وَلَكَ الْحَمْدُ ، وَإِذَا صَلَّى قَائِمًا فَصَلُّوا قِيَامًا ، وَإِذَا صَلَّى جَالِسًا فَصَلُّوا جُلُوسًا أَجْمَعُونَ
“Sesungguhnya dijadikan imam itu untuk diikutinya. Kalau dia shalat berdiri, maka shalatlah kamu semua dalam kondisi berdiri. Kalau rukuk, maka rukuklah kamu semua. Kalau dia bangun (dari rukuk) maka bangunlah kalian semua. Kalau dia mengatakan samiallahu liman hamidah, maka katakan,”Rabbana wa lakal hamdu’ kalau dia shalat dalam kondisi berdiri, shalatlah kamu semua dalam kondisi berdiri. Kalau dia shalat dalam kondisi duduk, maka shalatlah kalian dalam kondisi duduk.
An-Nawawi rahimahullah mengatakan, “Dalam hadits tersebut ada kewajiban makmum mengikuti imam dalam takbir, berdiri, duduk, rukuk dan sujud. Dan bahwa hal itu dilakukan setelah imam, sehingga ketika imam selesai takbirotul ihram, dia bertakbir. Kalau dia memulai sebelum imam selesai, maka shalatnya tidak dihitung. Lalu rukuk setelah imam rukuk dan sebelum bangun darinya. Kalau bersamaan atau mendahuluinya, maka dia telah melakukan kesalahan. Begitu juga dalam sujud. Dan salam setelah imam selesai salam. Kalau dia salam sebelum imam, maka shalatanya batal. Kecuali kalau berniat keluar, maka di dalamnya ada perbedaan pendapat yang terkenal. Kalau salam bersamaan dengannya, tidak sebelum dan tidak setelahnya, maka dia telah melakukan kesalahan.”
Para ulama Lajnah Daimah mengatakan, “Makmum diwajibkan mengikuti imam dalam rukuk, sujud, berdiri, dan mengangkat dari (rukuk dan sujud). Maka tidak boleh rukuk, sujud, mengangkat dari keduanya kecuali setelah imamnya. Berdasarkan perintah Nabi sallallahu alaihi wa salalm akan hal itu dan larangan mendahului imam atau bersamaan dengannya dalam hal itu.” (Fatawa Lajnah Daimah, 7/315).
Imam meninggalkan di rukun shalat, ada beberapa kondisi:
1. Kalau imam meninggalkan takbiratul ihrom baik sengaja atau lupa, maka tidak sah mengikutinya karena shalatnya tidak ditunaikan. Berdasarkan apa yang diriwaytkan oleh Abu Dawud, (61) dan Tirmizi, (3) dari Ali radhiallahu anhu berkata, Rasulullah sallallahu alaihi wa sallam bersabda:
مِفْتَاحُ الصَّلَاةِ الطُّهُورُ وَتَحْرِيمُهَا التَّكْبِيرُ وَتَحْلِيلُهَا التَّسْلِيمُ
“Kunci Shalat itu bersuci, pengharamannya adalah takbir dan penghalalannya adalah salam.” (Dishahihkan oleh Al-Albany dalam Shahih Abu Daud)
Ibnu Utsaimin rahimahullah mengatakan, “Kalau jamaah shalat meninggalkan takbiratul ihram, baik lupa atau sengaja, maka shalatnya tidak terlaksana. Karena shalat tidak terlaksana kecuali dengan takbiratul ihram.” (Majmu Fatawa Wa Rasail Ibnu Utsaimin, 13/320).
2.Kalau imam meninggalkan rukun yang tidak mungkin disusulkan seperti kalau kurang dalam bacaan Al-Fatihah atau meninggalkan tumakninah dalam rukuk dan sujud. Maka makmum meniatkan (shalat) sendirian dan menyempurnakan shalat sendirian. Ibnu Utsaimin rahimahullah mengatakan, “Kalau imam shalat cepat tidak tumakninah, tidak membiarkan di belakangnya untuk tumakninah. maka tidak boleh shalat di belakangnya. Diharuskan orang yang di belakangnya memisahkan dan menyempurnakan shalat sendirian. Karena kalau imam memanjangkan shalat yang menyalahi sunah dibolehkan bagi makmum meninggalkan imamnya dan menyempurnakan sendiri, maka kalau imam meninggalkan tumakninah, dibolehkan (shalat) sendiri. Kalau imam sangat cepat sekali sehingga makmum tidak mungkin menunaikan kewajiban tumakninah, maka dalam kondisi seperti ini, makmum wajib memisahkan dari imam dan shalat sendirian. Karena menjaga tumakninah itu termasuk diantara rukun shalat.” (Al-Majmu Fatawa Wa Rasail Ibnu Utsaimin, 13/634).
3.Kalau meninggalkan rukun yang memungkinkan untuk disusul –seperti kalau meninggalkan rukuk atau sujud –maka makmum wajib bertasbih dan dan dia (imam) wajib melakukannya. Makmum tidak dibolehkan meninggalkan mengikuti (imam) jika hal itu hanya karena lupa. Ibnu Utsaimin rahimahullah ditanya, “Kalau imam shalat dan lupa duduk di antara dua sujud kemudian berdiri sementara para makmum bertasbih (mengingatkan) apakah kembali atau menyempurnakan dan menambah satu rakaat? Maka beliau menjawab, “Sekarang orang ini meninggalkan duduk dan sujud kedua, maka dia harus kembali meskipun telah membaca Al-Fatihah, termasuk kalau telah ruku. Maksudnya kalau tidak diingatkan kecuali setelah bangun dari rukuk pada rakaat kedua, maka dia harus kembali dan duduk kemudian sujud kemudian berdiri dan menyempurnakan shalatnya. Akan tetapi kalau dia teruskan sampai duduk di antara dua sujud pada rakaat kedua, maka rakaat kedua adalah sebelumnya dan ia menggantikan posisinya. Karena kalau sekarang kita katakan kepadanya, “Kembali” lalu dia kembali serta duduk. Yang penting ambil kaidah atau batasan ‘Kalau seseorang lupa salah satu rukun, maka dia wajib kembali kapan saja dia teringat, kecuali kalau dilanjutkan sampai pada posisinya pada rakaat kedua. Maka rakaat pertama dihapus dan (rakaat) kedua menggantikan posisinya. Kalau diteruskan pada tempatnya di rakaat kedua, diniatkan bahwa hal ini untuk rakaat pertama.” (Liqo Bab Maftuh, 25/180).
4.Kalau meninggalkan rukun yang diyakini oleh makmum dan tidak diyakini oleh imam, atau melakukan sesuatu yang diharamkan menurut makmum dan (tidak menurut imam). Maka shalatnya sah di belakangnya. Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan, “Kalau imam meninggalkan rukun yang diyakini oleh makmum dan tidak diyakini oleh imam, shalatnya sah di belakangnya. Dan ini salah satu riwayat dari Ahmad, Mazhab Malik dan pilihan Maqdisi. Beliau juga mengatakan, “Kalau imam melakukan sesuatu yang diharamkan menurut makmum dan tidak (menurut Imam) dalam ranah boleh berijtihad di dalamnya, maka shalatnya sah di belakangnya. Dan ini pendapat yang terkenal dari Ahmad.” (Ikhtiyarat Fiqhiyah, no. 70).
Selayaknya makmum mengikuti imam dalam ranah yang dibolehkan berijtihad di dalamnya, meskipun berselisih dalam hukumnya, seperti qunut dan sujud tilawah. Seperti hal nya menjamak ketika ada hujan sementara makmum tidak sependapat akan hal itu.
Syaikhul Islam mengatakan, “Oleh karena itu makmum seyogyanya mengikuti imamnya dan masih dalam ranah ijtihad di dalamnya, kalau dia qunut, maka qunut bersamanya. Kalau meninggalkan qunut, maka tidak qunut. Karena Nabi sallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya dijadikan imam itu untuk diikutinya.” Dan beliau bersabda, “Janganlah kalian menyelisihi imam.” Terdapat ketetapan darinya dalam Shahih bahwa beliau bersabda, “Shalatlah kamu semua, kalau benar, maka kamu dan mereka mendapat pahala. Kalau salah, bagi kamu pahala dan (kesalahan) untuk mereka.” (kitab Al-Majmu Syarh Al-Muhazzab Fatawa, (23/115, 116).
Kalau imam menambah rukun karena lupa, seperti kalau berdiri pada rakaat kelima dalam shalat empat rakaat misalnya, atau menambah sujud, maka makmum wajib mengingatkannya. Kalau tidak kembali, maka (makmum) tidak diperkenankan mengikutinya. Maka dia tetap duduk dan bertasyahud serta salam. Kalau dia mengikuti dan tahu ini adalah rakaat kelima, maka shalatnya batal. Kalau dia mengikuti karena tidak tahu atau lupa, maka shalatnya sah. Silahkan lihat jawaban soal no. 87853
Kalau imam meninggalan salah satu kewajiban shalat karena lupa seperti tasyahuhd pertama, dan takbir intiqol (takbir perpindahan dari satu rukun ke rukun lain), ucapan samiallahu liman hamidah – makmum tidak dibolehkan meninggalkan mengikutinya. Yang seharusnya adalah mengingatkan lupanya dengan bertasbih, kalau dia teringat sebelum berpindah tempat shalatnya, dia lakukan dan tidak ada apa-apa. Kalau dia teringat setelah berpindah tempatnya, dan belum sampai pada rukun selanjutnya, dia kembali dan melakukannya. Kemudian menyempurnakan shalatnya dan salam kemudian sujud sahwi dan salam.
Kalau teringat setelah sampai pada rukun selanjutnya, maka kewajiban itu gugur dan tidak boleh kembali. Dia melanjutkan shalatnya dan sujud sahwi sebelum salam.
Kalau imam meninggalkan perkara sunah shalat, seperti doa istiftah, membaca ta’awuz, mengangkat dua tangan ketika rukuk dan mengangkat darinya dan semisal itu baik sengaja atau lupa, maka tidak apa-apa juga terhadap orang yang dibelakangnya.
Dan setiap yang dikategorikan berbeda dengan imam, selayaknya makmum tidak melakukannya. Selagi shalatnya itu sah. Di antara sunan shalat yang ditinggalkan imam, dimana prilaku makmum tidak menyalahinya, maka yang dianjurkan adalah makmum melakukannya.
Ibnu Utsaimin rahimahullah mengatakan, “Sunah gugur kalau ditinggalkan oleh imam, misalnya dia tidak berpendapat duduk istirahat. Maka yang dianjurkan bagi makmum mengikutinya dan tidak duduk. Meskipun dia berpendapat dianjurkan duduk. Kalau anda mengatakan, “Apakah hal itu seperti kalau imam berpendapat tidak mengangkat kedua tangan ketika rukuk dan ketika bangun darinya dan ketika berdiri dari tasyahud pertama, anda tidak mengangkat kedua tangan anda seperti imam? sementara makmum berpendapat bahwa hal itu sunah. Apakah kita katakan kepada makmum jangan angkat tangan seperti imam. Jawabnya tidak, angkat kedua tangan anda, karena mengangkat kedua tangan tidak tampak menyelisihi imam, karena anda tetap bangun bersamanya, sujud bersamanya, serta berdiri bersamanya. Berbeda dengan sesuatu yang dianggap menyalahinya.” (Al-Majmu Fatawa Wa Rasail Ibnu Utsaimin, 13//632. Sebagai tambahan silahkan lihat jawaban soal no. 33790. 34458. 136385)
Wallahu a’lam .