Ahad 21 Jumadits Tsani 1446 - 22 Desember 2024
Indonesian

Shalat Gerhana Tidak Disyariatkan Kecuali Bagi Orang Menyaksikan Gerhana Atau Terjadi di Negaranya

Pertanyaan

Apakah kita shalat gerhana berdasarkan pada berita penganut hisab yang tersebar di media cetak? Apakah jika terjadi gerhana di negara lain kita shalat gerhana atau kita wajib melihat dengan mata telanjang?

Ringkasan Jawaban

Tidak disyariatkan bagi penduduk suatu negeri yang tidak mengalami gerhana untuk melakukan shalat gerhana, karena Rasul –shallalahu alaihi wa sallam- telah mengaitkan perintah shalat dan zikir terkait dengan melihat gerhana, tidak dengan berita dari para ahli astronomi bahwa gerhana akan terjadi, juga tidak karena terjadi di negara lain.

Teks Jawaban

Alhamdulillah.

Perintah shalat, doa, zikir, istighfar dengan melihat gerhana bukan dengan berita dari pelaku hisab (astronomi).

Tidak disyariatkan shalat bagi penduduk suatu negeri yang tidak terjadi gerhana pada mereka.

Disebutkan hadits-hadits shahih dari Rasulullah –shallallahu alaihi wa sallam- tentang perintah melaksanakan shalat gerhana, berzikir dan berdoa, ketika umat Islam melihat gerhana matahari, atau bulan, maka beliau –shallallahu alaihi wa sallam- bersabda:

إن الشمس والقمر آيتان من آيات الله لا ينكسفان لموت أحد ولا لحياته ، ولكن الله يرسلهما يخوف بهما عباده ، فإذا رأيتم ذلك فصلوا وادعوا حتى ينكشف ما بكم

“Sungguh matahari, bulan adalah dua tanda kebesaran Allah, keduanya tidak gerhana karena kematian dan hidupnya seseorang. Akan tetapi Allah menjadikan gerhana pada keduanya untuk menghadirkan rasa takut para hamba-Nya. Jika kalian melihatnya maka shalatlah dan berdoalah hingga gerhana selesai.”

Dalam  redaksi lainnya disebutkan,

فإذا رأيتم ذلك فافزعوا إلى ذكر الله ودعائه واستغفاره

“Jika kalian telah melihat hal itu, maka segera berzikir kepada Allah, berdoa dan meminta ampun kepada-Nya”.

Beliau –shallallahu alaihi wa sallam- telah mengaitkan perintah shalat, bedoa, berzikir, dan istighfar dengan melihat gerhana, tidak dengan berita para ahli hisab.

Maka yang menjadi kewajiban umat Islam semuanya adalah berpegang kepada sunah dan mengamalkannya serta waspada dari setiap apa yang menyelisihinya.

Dengan demikian, diketahui bahwa mereka yang shalat gerhana berdasarkan berita dari para ahli hisab, telah melakukan kesalahan dan telah menyelisihi sunah”.

Tidak disyariatkan melaksanakan shalat bagi penduduk suatu negeri yang tidak terjadi gerhana kepada mereka.

Diketahui juga bahwa tidak disyariatkan shalat bagi penduduk suatu negeri tidak terjadi gerhana kepada mereka, karena Rasulullah –shallallahu alaihi wa sallam- telah mengaitkan perintah shalat dan zikir yang menyertainya dengan melihat gerhana, tidak dengan berita dari ahli hisab bahwa gerhana akan terjadi, juga tidak karena terjadi gerhana di negeri lain. Allah Azza wa Jalla berfirman:

وما آتاكم الرسول فخذوه وما نهاكم عنه فانتهوا

الحشر /7

“Apa yang diberikan Rasul kepadamu terimalah. Apa yang dilarangnya bagimu tinggalkanlah.”. (QS. Al Hasyr: 7)

Dan Allah –subhanahu- berfirman:

لقد كان لكم في رسول لله أسوة حسنة

سورة الأحزاب: 21

“Sungguh, pada (diri) Rasulullah benar-benar ada suri teladan yang baik bagimu”. (QS. Al Ahzab: 21)

Dan beliau –shallallahu alaihi wa sallam- melaksanakan shalat gerhana karena terjadi gerhana di Madinah dan disaksikan oleh semua orang, dan Allah Azza wa Jalla berfirman:

 فليحذر الذين يخالفون عن أمره أن تصيبهم فتنة أو يصيبهم عذاب أليم

سورة النور: 63

“Maka, hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah Rasul-Nya takut akan mendapat cobaan atau ditimpa azab yang pedih”. (QS. An Nur: 63)

Diketahui bahwa beliau –shallallahu alaihi wa sallam- adalah manusia paling berilmu dan paling pemberi nasehat, dan bahwa beliau penyampai hukum-hukum Allah. Kalau saja shalat gerhana disyariatkan karena berita ahli hisab, atau dengan terjadinya gerhana di daerah atau wilayah yang tidak disaksikan oleh penduduknya, maka pasti beliau telah menjelaskan dan mengarahkan umat untuk itu. Ketika beliau tidak menjelaskan hal itu bahkan menjelaskan kebalikannya, dan mengarahkan umat untuk bertumpu kepada melihat gerhana, maka diketahui bahwa shalat tidak syariatkan kecuali bagi orang yang menyaksikan gerhana atau telah terjadi di negaranya. Dan Allah adalah pemberi taufik.

Refrensi: Kitab Majmu Fatawa wa Maqalaat Mutanawwi’ah karya yang terhormat Syekh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz –rahimahullah-: 13/30.