Alhamdulillah.
Pertanyaan ini mengandung tiga masalah;
Pertama, batasan umum sehingga seseorang sah dikatakan sebagai mahram bagi wanita.
Dikatakan bahwa mahram yang sah dijadikan pendamping wanita dalam safar harus memenuhi syarat; muslim, laki-laki, balig dan berakal dan orang yang diharamkan dinikahi selamanya, seperti bapak, saudara kandung laki-laki, paman, saudara laki-laki sesusuan dan bapak mertua, hingga seterusnya.
Kedua, khalwat (berduaan) bersama (lawan jenis) non mahram.
Adapun khalwat bersama wanita non mahram di dalam negeri dapat tercegah dengan adanya mahram yang sudah balig atau dewasa yang mendatangkan rasa malu, maka tidak cukup dengan anak kecil. Begitu juga khalwat dapat tercegah dengan adanya wanita dewasa yang lain atau orang laki-laki lain dengan syarat tidak mengundang kecurigaan atau aman dari bahaya.
(Al-Fatawa Lil Mar’ah, 3/935, 938)
Imam An-Nawawi rahimahullah (9/109) berkata, “Adapun jika seorang laki dan wanita yang bukan mahram melakukan khalwat (berduaan) tanpa ada orang ketiga, maka hal tersebut haram berdasarkan kesepakatan ulama, demikian juga seandainya ada orang lain yang dia tidak merasa malu dengannya, misalnya karena masih kecil, maka hal itu tidak menghilangkan sifat khalwat yang diharamakan.”
Syekh Muhammad bin Ibrahim, rahimahullah, berkata, “Orang yang dengannya terhindar khalwat hendaklah orang dewasa, tidak cukup adanya anak kecil. Apa yang dikira oleh sebagian wanita bahwa menyertakan anak kecil akan menyebabkan hilangnya sifat khalwat tersebut adalah perkiraan yang keliru.” (Majmu’ Fatawa, 10/52)
Ketiga, ziarah kubur bagi wanita.
Adapun ziarah kubur bagi wanita, menurut pendapat yang sahih dari dua pendapat ulama adalah bahwa wanita dilarang berziarah kubur. Perhatikan kembali pertanyaan, no. 8198 dan pertanyaan, no. 14522.
Kita mohon kepada Allah, semoga kita dijauhkan dari perbuatan zina, baik yang tampak ataupun yang tersembunyi. Amin.