Kamis 20 Jumadil Ula 1446 - 21 November 2024
Indonesian

Apakah Dibolehkan Mengusap Kaos Kaki Tipis Dalam Berwudu?

228222

Tanggal Tayang : 31-12-2015

Penampilan-penampilan : 8616

Pertanyaan

Saya mendengar salah satu pelajaran bahwa para ulama membolehkan mengusap kaos kaku yang tidak Nampak atau terlihat kulit di sela-selanya. Akan tetapi saya membaca bahwa dibolehkan mengusap kaos kaki termasuk yang tipis juga. Mana di antara dua pendapat yang kuat?

Teks Jawaban

Alhamdulillah.

Pertama:

Terdapat riwayat valid dari sunah nabawi tentang mengusap dua khuf. Jumhur ulama memasukkan dua kaos kaki dalam hal ini. Kaos kaki sebagaimana yang dikatakan oleh Kholil Al-Farohidy adalah yang membungkus kaki. (Silahkan lihat dakan kitab Al-Ain, 6/113)

Dalam Mawahibul Jalil, no. 1318: “Kaos kaki bentuknya seperti khuf dari kain atau katun atau semisal itu.”

Perbedaan antara kaos kaki dengan khuf adalah kalau khuf terbuat dari kulit. Sementara kaos kaki tidak terbuat dari kulit. Bahkan dari wol atau kain atau katun dan semisal itu. Zaman sekarang, kaos kaki terbuat dari nilon.

Kedua:

Tidak ada satupun hadits yang shahih dari Nabi sallallahu alaihi wa sallam tentang mengusap kaos kaki. Adapun hadits yang diriwayatkan Tirmizi (99) dari jalur Abi Qois dari Huzail bin Syarahbil dari Mugirah bin Syu’bah berkata, “Nabi sallallahu alaihi wa sallam berwudu dan mengusap dua kaos kaki dan dua sandalnya”  Itu adalah hadits Syaz (menyalahi yang lebih kuat) dan lemah.

Abu Dawud mengatakan dalam sunannya (159), “Dahulu Abdurrahman bin Mahdi tidak memberitahukan hadits ini. Karena yang dikenal dari riwayat Mugirah adalah bahwa Nabi sallallahu alaihi wa sallam mengusap dua khuf.”

Ali bin Al-Madini berkata, “Hadits Mugirah bin Syu’bah tentang mengusap. Yang  meriwayatkannya dari Mugirah adalah penduduk Madinah, penduduk Kufah da penduduk Basrah. Diriwayatkan Huzail bin Syarahbil dari Mugirah, hanya saja dia mengatakan, dia mengatakan, “Dan beliau mengusap dua kaos kaki.” Dia menyelisihi orang-orang.” (Sunan Kubra, karangan Baihaqi, 1/284).

Mufadol bin Gosan mengatakan, “Saya bertanya kepada Yahya bin Main tentang hadits ini? Beliau menjawab, “Semua orang meriwayatkan (mengusap) huf (bukan kaos kaki) kecuali Abi Qais.” (As-Sunan Al-Kubra, Karangan Baihaqi, 1/284).

Di antara orang yang melemahkan juga adalah Sofyan Tsauri, Imam Ahmad, Ibnu Main, Muslim, Nasa’i, Uqaily, Daroqutni dan Baihaqi. An-Nawawi mengatakan, “Mereka adalah para pakar dan imam dalam hadits. Meskipun Tirmizi mengatakan, “Hadits hasan. Mereka lebih dikedepankan. Bahkan jika satu di antara mereka kalau disendirikan, itu lebih dikedepankan dibandingkan Tirmizi. Sesuai kesepakan ahli ma’rifah. Selesai dari Majmu’ Syarkh Muahzab, (1/500).

Akan tetapi terdapat riwayat (atsar) shahih dari shahabat mengusap dua kaos kaki. Ibnu Munzir mengatakan, “Diriwayatkan bolehnya mengusap dua kaos kaki dari sembilan shahabat Rasululah sallallahu alaihi wa sallam. Ali bin Abu Thalib, Ammar bin Yasir, Abu Said, Anas bin Malik, Ibnu Umar, Baro’ bin Azib, Bilal, Abu Umamah dan Sahl bin Said.” (Al-Ausath, 1/462).

Ibnu Qayim mengatakan, “Abu Dawud menambahi, Abu Umamah, Amr bin Harits, Uma, Ibnu Abbas. Mereka tiga belas shahabat. Landasan utama dibolehkannya mengusap kaos kaki  adalah riwayat mereka itu radhiallahhu anhum bukan hadits Abu Qois. Imam Ahmad dengan tegas membolehkan mengusap kaos kaki tapi dia menyatakan cacatnya riwayat Abi Qois. Ini termasuk sikap objektif dan keadilan beliau rahimahullah. Landasan utama mereka adalah para shahabat serta qiyas yang jelas. Karena tidak tampak adanya perbedaan mendasar antara kaos kaki dan khuf, sehingga hukumnya dibenarkan untuk diikutkan kepadanya.” (Tahzibus Sunan, 1/187).

Ibnu Qudamah mengatakan, “Para shahabat radhiallahu anhum mengusap kaos kaki, dan tidak ada petunjuka  di kalangan mereka orang yang menyelisihi pada masanya. Maka dia disebut Ijmak.” (Al-Mughni, 1/215)

Begitu juga tidak ada perbedaan antara khuf dan kaos kaki secara logis. Syaikhul Islam berkata, “Sesungguhnya perbedaan antara kaos kaki dan sandal, yang satu terbuat dari wol dan yang lain dari kulit. Telah diketahui bahwa perbedaan semacam ini tidak berpengaruh dalam syariat. Tidak ada perbedaan bahwa yang satu terbuat dari kulit atau katun atau kain atau wool. Sebagaimana perbedaan antara pakaian hitam dan putih dalam ihram. Maksimal  bahwa kulit lebih kuat dibandingkan dari wol tapi hal ini tidak berpengaruh. Karena kulit lebih kuat. Begitu juga diketahui bahwa kebutuhan untuk mengusap ini seperti kebutuhan mengusap yang lainnya adalah sama. Dengan kesamaan dari sisi hikmah dan keperluan, maka membedakan di antara keduanya berarti membedakan di antara dua yang sama. Hal ini menyalahi keadilan dan pandangan yang benar sebagaimana yang diajarkan dalam Kitab dan Sunah serta apa yang karenanya  Allah turunkan KitabNya serta mengutus utusan-Nya. Siapa yang membedakan bahwa ini menyerap air dan yang ini tidak menyerap air. Maka dia telah menyebutkan perbedaan yang selintas dan tidak berpengaruh.” (Majmu Fatawa, 21/214).

Ketiga:

Kebanyakan para ulama yang membolehkan mengusap dua kaos kaki menetapkan syarat   hendaknya (kaos kakinya) tebal dan memungkinkan digunakan untuk berjalan. (silahkan lihat ‘Al-Mabsuth, 1/102, Al-Majmu’, 1/483, Al-Inshof, 1/170)

Karena hukum kaos kaki seperti hukum khuf, dan khuf tidak lain kecuali tebal, maka kaos kaki tidak mungkin dihukummi seperti khuf kecuali dalam kondisi yang sama.

Al-Kasani mengatakan, “Kalau keduanya tipis dan air dapat merembes. Maka tidak dibolehkan mengusap di atas keduanya menurut kesepakatan (ijmak).” (Badai Sonai’, 1/10).

Ibnu Qotton Al-Fasi mengatakan, “Semua sepakat (ijmaK) bahwa dua kaos kaki kalau keduanya tidak tebal, maka tidak dibolehkan mengusapnya.” (Al-Iqna’ Fi Masail Ijma’, Permasalahan ke. 351)

Syaikhul Islam ditanya, “Apakah dibolehkan mengusap kaos kaki seperti khuf atau tidak?” Beliau menjawab, “Ya, dibolehkan mengusap kaos kaki kalau keduanya dapat digunakan untuk berjalan. Baik terbuat dari kulit atau bukan.” (Majmu Fatawa, 1/213. Beliau menambahi, “Kalau tipis, maka tidak boleh diusap. Karena seperti itu biasanya tidak dapat dibuat berjalan dan tidak ada kebutuhan untuk diusap.” (Syarh Umdatul Ahkam, 1/251)

Dalam Fatawa Lajnah Daimah, 5/267, “Kaos kaki harus tebal, tidak merembes apa yang ada di bawahnya.”

Mereka mengatakan, “Dibolehkan mengusap semua yang menutupi kedua kaki yang biasa dipakai, baik berupa khuf atau kaos kaki yang tebal.” (Fatawa Lajnah Daimah, 4/101).

Begitu juga ungkapan Syekh Muhammad bin Ibrohim, “Dibolehkan mengusap kaos kaki dan semisalnya baik dari wol atau dari bulu atau benang atau katun atau selain dari itu –dan dinamakan kaos kaki- kalau tebal dan menutupi tempat yang wajib (dibasuh) dan terpenuhi  syarat lain yang ditentukan.” (Fatawa Wa Rasail Syekh Muhammad bin Ibrohim, 2/66).

Beliau menambah, “Kalau kaos kaki tipis yang dapat terlihat kulit, maka tidak boleh diusap di atasnya.”  (Fatawa Syekh Muhammad bin Ibrohim, 2/68).

Syekh Ibnu Baz berkata, “Di antara syarat mengusap kaos kaki hendaknya tebal dan menutup. Kalau tipis maka tidak boleh diusap. Karena kaki dan kondisi yang disebutkan seperti hukum (kaki) terbuka.” (Fatawa Syekh Ibnu Baz, 10/110).

Di antara ara ulama ada yang membolehkan mengusap kaos kaki secara umum. An-Nawawi mengatakan, “Teman-teman kami menceritakan dari Umar dn Ali radhiallahu anhuma, bahwa beliau membolehkan mengusap kaos kaki meskipun tipis. Dan mereka menceritakan dari Abu Yususf, Muhammad, Ishaq dan Dawud. “ (Al-Majmu’ Syarkh Muhazab, 1/500).

Hal itu yang dikuatkan oleh Syekh Al-Albany, Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahumallah ta’ala.  Akan tetapi yang disebutkan tadi adalah pendapat kebanyakan para ulama, itu lebih kuat. Karena patokan utama dalam membolehkan adalah mengqiyaskan (menganalogikan) dengan khuf. Sementara kaos kaki tipis tidak seperti khuf, maka tidak dapat diqiyaskan. Dan kaos kaki para sahabat dahulu  itu tebal, sedangkan karena kaos kaki tipis tidak dikenal kecuali pada akhir-akhir ini.

Imam Ahmad mengatakan, “Tidak diterima mengusap kaos kaki kecuali jika kaos kakinya tebal. Sesungguhnya kaum dahulu mengusap kaos kaki, karena menurut mereka seperti posisi khuf. Yaitu menggantikan posisi khuf di kaki seseorang. Untuk pulang pergi.” (Al-Mughni, 1/216).

Kalau dikatakan, “Kenapa para ulama mensyaratkan kaos kaki persyaratan seperti ini?

Mubarokfuri mengatakan, “Asalnya adalah membasuh kedua kaki sebagaimana yang jelas dalam Qur’an. Menggantinya dengan lainnya tidak dibolehkan kecuali ada hadits yang shahih. Para ulama hadits sepakat akan keshahihannya. Seperti hadits mengusap khuf, dibolehkan menggantinya dari membasuh dua kaki menjadi mengusap khuf tanpa ada perbedaan. Adapun hadits-hadits tentang mengusap kaos kaki, dari sisi keshahihannya para ulama (hadits) masih diperbincangkan, maka, bagaimana dapat  mengganti dari membasuh dua kaki menjadi mengusap di atas dua kaos kaki secara mutlak. Oleh Karena itu mereka mensyaratkan dibolehkannya mengusap kaos kaki dengan persyaratan itu. Agar semakna dengan khuf, sehingga masuk di bawah hadits-hadits khuf.

Koas kaki dikatakan tebal jika dapat melekat di kaki tanpa diikat, dan layak dibuat untuk berjalan. Jika demikian, maka tidak diragukan lagi bahwa antara keduanya; kaos kaki dank khuf tidak ada perbedaan yang berpengaruh. Karena keduanya semakna dengan khuf. Kalau (dua Kaos kaki) tipis tidak dapat melekat di dua kaki tanpa diikat, dan tidak memungkinkan untuk berjalan. Maka keduanya tidak semakna dengan khuf, tidak ragu lagi bahwa antara keduanya dan khuf ada perbedaan yang berpengaruh. Tidakkah anda lihat, bahwa dua khuf seperti posisi dua sandal ketika tidak mendapatkanya. Dapat digunakan seseorang untuk pulang pergi dan berjalan kemana saja. Pemakai khuf tidak perlu mencopotnya ketika berjalan, tidak dilepas sehari semalam. Bahkan beberapa hari dan bebarapa malam, karena  sulit untuk dilepaskan setiap berwudu. Berbeda pemakai kaos kaki yang tipis. Setiap kali ingin berjalan, butuh untuk dilepas. Maka dia dilepas sehari semalam beberapa kali, dan tidak sulit untuk dilepas setiap kali akan berwudu. Perbedaan ini menjadikan keringanan mengusap khuf tidak dapat diberlakukan terhadap kaos kaki yang tipis. Mengqiyaskan yang ini dengan itu, adalah qiyas yang ada perbedaan.” (Tuhfatul Ahwazi, 1/285).

Kesimpulannya: yang menjadi pendapat kebanyakan ulama adalah melarang mengusap kaos kaki tipis. Dan yang dibolehkan disyaratkan kaos kaki yang tebal.

Wallahu a’lam.

Refrensi: Soal Jawab Tentang Islam