Rabu 27 Rabi'uts Tsani 1446 - 30 Oktober 2024
Indonesian

Shalat Goib Kapada Mayat Karena Wabah Corona

Pertanyaan

Telah tersebar dalam sarana jejaring social bahwa orang yang mati karena corona tidak sempurna memandikan, menguburkan dan shalat jenazah atasnya, sebagaimana yang seharusnya hak untuk setiap muslim. Apakah diperbolehkan shalat goib sendirian (bukan berjamaah) kepada orang yang mati (karena virus corona)? Terima kasih

Teks Jawaban

Alhamdulillah.

Pertama:

Yang kuat diantara pendapat para ulama, bahwa tidak dianjurkan melakukan shalat goib kecuali kepada mayit yang belum disholati di negaranya.

Ibnu Qoyim rahimahullah mengatakan, “Bukan termasuk aturan dan sunah Nabi sallallahu alaihi wa sallam melakukan shalat goib kepada setiap mayit. Karena telah banyak orang yang mati dikalangan umat Islam dan mereka semua tidak hadir (goib), sementara beliau tidak melakukan shalat kepada mereka. Dan telah ada hadits shoheh dari beliau bahwa beliau melakukan shalat (goib) kepada Najasyi shalat mayat. Sehingga orang-orang berbeda pendapat menjadi tiga cara.

Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan,”Yang benar bahwa orang goib ketika mati di negaranya dan belum disholatkan di negaranya, maka perlu dilakukan shalat goib atasnya. Sebagaimana Nabi sallallahu alaihi wa sallam menunaikan shalat goib kepada Najasyi, karena beliau meninggal dunia dikalangan orang-orang kafir dan belum disholati. Kalau dia telah disholati dimana saja meninggalnya, tidak dilakukan shalat goib kepadanya. Karena kewajiban telah gugur dengan orang-orang Islam telah mensholatkan kepadanya. Dan Nabi sallallahu alaihi wa sallam melakukan shalat goib dan meninggalkannya. Melakukan dan meninggalkannya termasuk sunnah, dan ini ada pada tempatnya dan yang itu ada pada tempatnya. Wallahu a’lam. Tiga pendapat dalam mazhab Ahmad dan yang paling kuat adalah perincian ini.” Selesai dari ‘Zadul Ma’ad, (1/500-501).

Telah ada penjelasan hal ini dalam jawaban soal no. 35853.

Kalau dalam persangkaan kuat, bahwa orang tertentu dari kalangan umat Islam meninggal dunia karena sakit ini dan dikubur tanpa disholati, maka dianjurkan dalam kondisi seperti ini melakukan shalat goib atasnya. Sementara kalau anda shalat dengan niatan orang yang mati pada hari itu meskipun anda tidak mengenalnya, maka hal ini tidak dianjurkan. Karena asalnya dalam beribadah itu dilarang kecuali ada dalilnya.

Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan, “Setiap hari tidak melakukan shalat kepada yang goib, karena tidak dinukil akan hal itu, dikuatkan perkataan Imam Ahmad, “Kalau ada yang mati dari kalangan orang sholeh disholatkan atasnya dengan dalil kisahnya Najasyi. Sementara apa yang dilakukan oleh sebagian orang bahwa setiap malam melakukan shalat kepada semua orang yang mati dikalangan orang Islam pada hari itu, tidak diragukan lagi hal itu termasuk bid’ah. Selesai dari ‘Fatawa Kubro, (5/360).

Kedua:

Asalnya bahwa shalat jenazah dianjurkan dengan menghadirkan jenazahnya. Dan dikecualikan dengan melakukan shalat goib karena kesulitan pergi ke tempat jenazah karena jauh tempatnya. Kalau jenazah di satu kota, maka yang sesuai sunnah adalah menghadiri ke tempat mayit untuk melakukan shalat atasnya.

Nawawi rahimahullah mengatakan, “Mazhab kami diperbolehkan shalat mayit yang goib dari suatu negara. (sementara) kalau mayit di suatu daerah, maka ada du acara (Mazhab) dan ini ditegaskan oleh penulis dan jumhur (mayoritas ulama) tidak dipebolehkan shalat atasnya sampai dia menghadiri disisinya. Karena Nabi sallallahu alaihi wa sallam tidak pernah shalat kepada yang hadir di suatu daerah kecuali dengan menghadirinya. Dan juga karena tidak ada kepayahan di dalamnya. Berbeda dengan yang tidak ada di daerahnya. Selesai dari “Al-Majmu’, (5: 252-253).

Syekh Ibnu Utsaimin rahimahullah mengatakan, “Perkataan ‘Goib’ maksudnya adalah tidak ada di suatu negara meskipun tidak sampai dengan jarak (safar). Sementara orang yang berada di suatu negara (daerah), maka tidak dianjurkan shalat goib atasnya. Bahkan yang dianjutkan adalah keluar ke kuburannya dan shalat atasnya.

Oleh karena itu merupakan suatu kesalahan yang dilakukan sebagian orang bodoh yang melakukan shalat yang di ujung negaranya sementara si mayit di dalam negaranya. Karena hal ini menyalahi sunnah. Yang sesuai sunah adalah keluar ke kuburannya dan shalat atasnya. Selesai dari ‘Syarkh Mumti’, (5/345).

Sebab kenapa disyareatkan shalat goib kepada mayit yang berada di luar negaranya adalah kesulitan menghadiri jenazahnya dan ada uzurnya. Sebagaimana telah ada dalam perkataan Nawawi. Dan dalam kitab ‘Mugni Muhtaj Ila Ma’rifatil Ma’ani Alfadil Manhaj, (2/27), “DIperbolehkan (shalat goib) Kalau ada uzur orang yang berada di suatu negara untuk menghadirinya karena dipenjara atau sakit.

Sementara al-‘Abadi dalam ‘Hasyiyah ‘ala Tuhfatil Muhtaj, (3/150) mengatakan, “Yang menjadi arahan bahwa yang menjadi patokan itu merupakan kesulitan atau bukan adalah kesulitan menghadirinya meskipun di dalam negeri karena lanjut usia dan semisalnya, maka sah (shalatnya). Ketika tidak ada (Kesulitan) meskipun di luar tembok, maka tidak sah (shalatnya).

Sebab ini terpenuhi pada mayit dikarenakan wabah ini meskipun di dalam negeri karena ada uzur menghadiri jenazahnya disebabkan larangan dari instansi khusus kepada orang-orang keluar dari rumahnya. Akan tetapi yang kuat shalat goib dalam kondisi seperti ini ketika tidak ada seorangpun yang mensholatinya seperti dijelaskan tadi. Ketika ada sebagian keluarga atau sebagian pegawai kesehatan di rumah sakit yang menshalatinya, maka waktu itu tidak dianjurkan melakukan shalat goib kepadanya. Akan tetapi bagi orang yang tidak memungkinkan shalat atasnya, hendaknya dia shalat di kuburannya. Hal itu di selain waktu-waktu larangan keluar rumah atau setelah selesai musibah ini. 

Kita memohon kepada Allah semoga segea mengangkat wabah ini dari umat islam.

Ketiga:

Shalat jenazah sah dilakukan oleh satu orang saja. Dan tidak disyaratkan menunaikannya dengan berjamaah menurut pendapat terkuat sebagaimana yang telah dijelaskan dalam jawaban soal no. 152888.

Keempat:

Yang dianjurkan mensholati mayit setelah dimandikannya. Akan tetapi ketika ada uzur (tidak memungkinkan) untuk memandikannya disebabkan khawatir terjadi bahaya. Maka tidak gugur anjuran shalat atasnya meskipun telah dikuburkan tanpa dimandikan.

Allah berfirman:

فَاتَّقُوا اللَّهَ مَا اسْتَطَعْتُم  التغابن: 16

“Maka bertakwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu.” QS: At-Tagobun: 16.

Izzudin Abdus salam rahimahullah mengatakan, “Kaidah, yaitu siapa yang diberi beban suatu ketaatan, dia mampu sebagian dan tidak mampu sebagian lainnya. Maka dia melakukan yang mampu dan gugur atas yang tidak mampu. Selesai dari ‘Qowaidul Ahkam, (2/7).

Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan, “Siapa yang melakukan penelitian mendalam apa yang ada dalam Kitab (Qur’an) dan Sunnah, maka akan jelas baginya bahwa kewajiban itu disyaratkan kemampuan atas ilmu dan amalan. Siapa yang tidak mampu salah satunya, maka gugur baginya apa yang tidak mampu, dan Allah tidak membebani seseorang kecuali sesuai dengan kemampuannya.”

Wallahu a’lam

Refrensi: Soal Jawab Tentang Islam