Kami memohon donasi dengan suka rela untuk mendukung situs ini, agar situs anda -islamqa.info – berkelanjutan dalam melayani Islam dan umat Islam insyaallah
Apakah disyaratkan melafazkan niat ketika saya melakukan umrah untuk salah seorang kerabat saya yang telah wafat dengan mengatakan ‘Labbaik Allahumma umrotan li jaddii’ (Aku niat umrah untuk kakekku).
Alhamdulillah.
Pertama:
Seseorang dibolehkan menghajikan atau mengumrahkan orang lain dengan syarat bahwa dia telah menunaikan haji atau umrah untuk dirinya terlebih dahulu.
Berdasarkan hadits Ibnu Abbas radhiallahu anhuma sesungguhnya Rasulullah sallallahu’alaihi wa sallam mendengar seseorang berkata, “Labbaik an Subrumah.” (Saya menunaikan haji untuk Subrumah). Maka Nabi sallallahu alaihi wa sallam bertanya, “Siapa Subrumah?” Dia menjawab, “Kerabatku.’ Maka beliau bertanya, “Apakah anda telah menunaikan haji?” Dia menjawab, “Belum.” Maka Nabi bersabda, “Lakukan haji untuk diri anda dahulu, kemudian setelah itu anda dapat berhaji untuk Subrumah.” (HR. Abu Dawud, no. 1811, Ibnu Majah, no. 2903, redaksi bersumber dari beliau. Hadits ini Dinyatakan shahih oleh Syekh Al-Albani dalam kitab Irwaul Ghalil, 4/11).
Kedua;
Haji dan umrah untuk orang lain tidak disyaratkan menyebut nama orang yang digantikan haji atau umrahnya, juga tidak perlu melafazkannya. Akan tetapi cukup niat untuknya, dan niat tempatnya ada dalam hati.
Akan tetapi yang lebih utama hendaknya mengatakan diawal talbiyah ‘Labbaik Allahumma an ‘Fulan (‘fulan’ diganti nama orang yang dibadalkan), sebagaimana terdapat dalam hadits Ibnu Abbas tadi.
Terdapat dalam Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah Lil Ifta’, “Berhaji untuk orang lain, cukup berniat untuknya. Tidak diharuskan menyebutkan nama orang yang dihajikan untuknya. Tidak dengan menyebut namanya, tidak juga namanya dan nama ayah atau ibunya. Kalau disebutkan namanya ketika memulai ihram atau disela-sela talbiyah atau ketika menyembelih sembelihan tamattu’ jikalau dia melakukan haji tamattu’ atau qiran, maka hal itu baik.
Sebagaimana yang diriwayatkan oleh Abu Dawud, Ibnu Majah dan dishahihkan oleh Ibnu Hibban dari Ibnu Abbas radhiallahu anhuma, sesungguhnya Nabi sallallahu’alaihi wa sallam mendengar seseorang mengatakan, “Labbaik an Subrumah,’ beliau bertanya, ‘Siapakah Subrumah?’ Dia menjawab, ‘Dia adalah saudaraku atau kerabatku.’ Beliau bertanya lagi, ‘Apakah anda telah menunaikan haji untuk diri anda?’ dia menjawab, ‘Belum.’ Maka beliau bersabda, ‘Berhajilah untuk diri anda dahulu kemudian berhaji untuk Subrumah.’ (Disadur dari Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah Lil Ifta, 11/82).
Syeikh Ibnu Baz rahimahullah ditanya, “Seorang lelaki berhaji untuk seorang wanita. Ketika dia akan berihram di miqat dia lupa menyebutkan Namanya. Apa yang selayaknya dia lakukan?”
Maka beliau menjawab, “Ketika seseorang berhaji untuk seorang wanita atau untuk seorang lelaki dan lupa namanya, maka dia cukup dengan niat (dalam hatinya) tidak perlu menyebutkan namanya. Ketika dalam ihram dia niat bahwa hajinya ini untuk orang yang telah memberi dana (dirham) atau untuk pemilik dana (dirham) maka hal itu cukup. Dengan niat sudah cukup, karena ibadah tergantung pada niatnya, sebagaimana hal itu terdapat dalam hadits dari Rasulullah sallallahu alaihi wa sallam.
Wallahu a’lam