Kami memohon donasi dengan suka rela untuk mendukung situs ini, agar situs anda -islamqa.info – berkelanjutan dalam melayani Islam dan umat Islam insyaallah
Alhamdulillah.
Siapa yang pergi ke suatu tempat dan berazam tinggal lebih dari empat hari (di tempat tersebut), maka dia dihukumi sebagai orang yang menetap (mukim) sebagaimana pendapat mayoritas ulama dari mazhab Maliki, Syafi’i dan Hanbali. Maka dia harus melakukan apa yang dilakukan orang yang menetap, seperti kewajiban berpuasa dan menyempurnakan shalat.
Dalam 'Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah, 8/99, dinyatakan: Bepergian yang dibolehkan mengambil keringanan (rukhsah) safar adalah apabila telah dikatagorikan safar (berpegian) menurut kebiasaan (urf). Jaraknya kira-kira 80 km. Siapa yang bepergian sampai sejauh ini, atau lebih, dia dibolehkan mengambil keringanan dalam safar. Dibolehkan baginya membasuh kedua khuf (sepatu yang menutup seluruh telapak kaki atau kaos kaki) selama tiga hari tiga malam, menjama’ (menggabungkan dua shalat dalam satu waktu) dan mengqashar (meringkas shalat dari empat rakaat menjadi dua rakaat) dan berbuka puasa di bulan Ramadhan.
Kalau seorang musafir bermukim lebih dari empat hari, maka dia tidak dibolehkan mengambil keringanan safar. Tapi kalau rencananya hanya menetap kurang dari empat hari, dia dibolehkan mengambil keringanan safar. Kalau seorang musafir bermukim di suatu negara akan tetapi tidak mengetahui kapan urusannya selesai dan tidak menentukan waktu tertentu untuk bermukim, maka dia dibolehkan mengambil keringanan safar meskipun waktunya lama. Tidak ada bedanya antara safar di darat maupun di laut. Oleh karena itu, diwajibkan bagi anda berpuasa di bulan Ramadhan, dan menyempurnakan shalat di sela-sela waktu ini. Kecuali kalau berpindah-pindah dari suatu kota ke kota lainnya, dan jaraknya mencapai jarak (yang dibolehkan) qasar shalat yaitu jarak 80 Km, maka dibolehkan bagi anda berbuka disela-sela safar. Sebagaimana dibolehkan bagi anda menjamak dan mengqasar (shalat).
Wallahu’alam .