Kami memohon donasi dengan suka rela untuk mendukung situs ini, agar situs anda -islamqa.info – berkelanjutan dalam melayani Islam dan umat Islam insyaallah
Alhamdulillah.
Surat al Insan dimulai dengan pertanyaan yang merupakan ketentuan, pendamping dan pengingat bagi hati, menyadarkannya kepada hakikat bahwa sebelumnya tidak ada, dan siapakah yang mengadakannya dan menjadikannya sesuatu yang dapat disebut, padahal sebelumnya tidak ada. Ayat di atas disebutkan dalam bentuk pertanyaan agar pendengarnya menjadi penasaran dan menunggu pernyataan ayat selanjutnya, maka Allah –ta’ala- berfirman:
هَلْ أَتَى عَلَى الْإِنْسَانِ حِينٌ مِنَ الدَّهْرِ لَمْ يَكُنْ شَيْئًا مَذْكُورًا (سورة الإنسان 1(
“Bukankah telah datang atas manusia satu waktu dari masa, sedang dia ketika itu belum merupakan sesuatu yang dapat disebut?”. (QS. al Insan: 01)
dan kata “al insan” (manusia) dalam ayat tersebut mencakup semua manusia; karena semua manusia adalah makhluk, dan baru, mereka diciptakan setelah sebelumnya tidak ada, dan sebelumnya bukanlah sesuatu yang bisa disebut, sebagaimana firman Allah –subhanahu wa ta’ala- tentang Nabi Zakariya –alaihis salam- :
قَالَ كَذَلِكَ قَالَ رَبُّكَ هُوَ عَلَيَّ هَيِّنٌ وَقَدْ خَلَقْتُكَ مِنْ قَبْلُ وَلَمْ تَكُ شَيْئًا (سورة مريم: 9)
“Tuhan berfirman: "Demikianlah". Tuhan berfirman: "Hal itu adalah mudah bagi-Ku; dan sesungguhnya telah Aku ciptakan kamu sebelum itu, padahal kamu (di waktu itu) belum ada sama sekali". (QS. Maryam: 9)
Syeikh Abdur Rahman as Sa’di –rahimahullah- berkata:
“Allah telah menyebutkan dalam surat yang mulia ini keadaan pertama seorang manusia, permulaannya, dan berakhirnya, maka Dia (Allah) menyebutkan bahwa manusia akan melalui masa yang panjang, yang sebelumnya tidak ada, bahkan bukanlah sesuatu yang bisa disebut”. (Taisir Karim Rahman fi Tafsir Kalamil Mannan: 900)
Al ‘Allamah Ath Thahir bin ‘Asyur –rahimahullah- berkata:
“Maknanya adalah: apakah semua manusia yang ada sekarang mengakui bahwa sebelumnya mereka tidak ada pada masa yang lama, bahkan bukanlah sesuatu yang bisa disebut, yaitu; tidak bisa diberi nama, dan tidak bisa diperbincangkan. Dan kata “al insan” di atas adalah ma’rifah (istilah nahwu) yang bertujuan untuk umum, seperti dalam firman Allah yang lain:
إِنَّ الْأِنْسَانَ لَفِي خُسْرٍ، إِلَّا الَّذِينَ آمَنُوا ) العصر: 2-3 الآية(
“Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman…”. (QS. Al ‘Ashr: 2-3)
Yaitu; Apakah telah datang bagi setiap manusia suatu masa yang pada saat itu mereka belum ada. “Ad Dahru” adalah masa yang lama. (At Tahrir wa Tanwir: 29/345-346)
Dan sepertinya pendapat ini -diriwayatkan dari Ibnu Abbas dan Ibnu Juraij- lebih mendekati kebenaran dari pada pendapat yang menyatakan bahwa Nabi Adam –‘alaihis salam- lah yang dimaksud dari “al Insan”. Konteksnya umum, dan yang menunjukkan keumumannya adalah ayat selanjutnya yang Allah berfirman di dalamnya:
إِنَّا خَلَقْنَا الْإِنْسَانَ مِنْ نُطْفَةٍ أَمْشَاجٍ نَبْتَلِيهِ فَجَعَلْنَاهُ سَمِيعًا بَصِيرًا
“Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari setetes mani yang bercampur yang Kami hendak mengujinya (dengan perintah dan larangan), karena itu Kami jadikan dia mendengar dan melihat”. (QS. Al Insan: 02)
Dan sebagaimana diketahui bahwa Bani Adam yang diciptakan dari setetes air mani yang bercampur, hal itu menjadi dasar bahwa yang dimaksud dengan kata “al Insan” pada ayat pertama adalah semua manusia.
Penafian di atas adalah disebabkan oleh adanya manusia dibandingkan dengan semua makhluk dan realita yang ada, dengan pertimbangan ini maka penafian tersebut adalah mencakup semua makhluk termasuk para Rasul dan para Nabi, karena semuanya termasuk mereka dulunya tidak ada kemudian diciptakan oleh Allah –ta’ala-.
Adapun yang berkaitan dengan dzikir kepada Allah –ta’ala- dan ilmu-Nya, maka semua manusia hakekatnya sudah disebut sejak di zaman azali dahulu dan telah tercatat di lauhil mahfudz. Dan adapun bagi para Rasul dan para Nabi mereka memiliki dzikir khusus berada pada derajat yang tinggi, karena mereka itulah sebak-baik manusia. dzikir mereka dalam masalah ilmu Allah adalah tinngginya derajat kenabian dan kerasulan yang Allah berikan kepada mereka.