Kami memohon donasi dengan suka rela untuk mendukung situs ini, agar situs anda -islamqa.info – berkelanjutan dalam melayani Islam dan umat Islam insyaallah
Alhamdulillah.
Keputihan (cairan basah) pada kemaluan yang keluar dari rahim -bukan dari saluran kencing- adalah suci, namun dia membatalkan wudu menurut pendapat yang kuat. Kecuali kalau hal itu keluar terus menerus, maka dia harus berwudu pada setiap shalat. Tidak diharuskan baginya beristinja dan mengganti penampalnya, karena keputihan ini suci sebagaimana telah disebutkan.
Adapun keputihan (cairan basah) yang keluar dari saluran kencing atau beser, maka orangnya harus beristinja dan menahannya agar tidak berceceran kalau cairannya yang keluar banyak, kalau tidak deras, maka tidak diharuskan membersihkan bagian tersebut dan menampalnya setiap shalat.
Dalam kitab Syarh Muntahal Irodat, 1/120 (pengarang) berkata: “Diharuskan bagi setiap orang yang terus menerus keluar hadats; Baik karena istihadhah (keluar darah terus menerus), beser (keluar air seni terus menerus), mazi, buang angin terus menerus, maka, hendaknya dia membersihkan tempat yang terkena hadats,untuk menghilangkannya, lalu menampalnya, yaitu melakukan sesuatu yang dapat mencegah keluarnya cairan sesuai kemampuan. Baik dengan membalutnya dengan balutan dari kapas atau dengan mengikatnya dengan sesuatu yang suci. Tidak diharuskan baginya untuk mengulanginya, maksudnya mengulangi membersihkan dan menahannya pada setiap shalat, kalau cairan yang keluar tidak deras. Karena kekuatan dan derasnya hadats tidak mungkin dicegah. Lakukan wudu dari hadats yang terus menerus pada waktu setiap waktu shalat kalau keluar sesuatu."
Dalam dalam kitab Mathalib Ulin Nuha, 1/236 (pengarang berkata): ”Tidak diharuskan mengulangi mandi, tidak juga harus mengganti pembalut setiap shalat asalkan tidak lalai dalam menahannya. Karena derasnya hadats dan kuatnya (keluar) tidak mungkin ditahan. Aisyah berkata: “Salah seorang istri Nabi beri’tikaf bersama Rasulullah sallallahu’alaihi wa sallam, dan terlihat darah sementara penahannya ada di bawahnya sedang dia dalam kondisi shalat.” (HR. Bukhari)
Kalau dia lalai menahannya lalu keluar darah setelah wudu, maka dia harus mengulanginya karena memungkinkan baginya untuk menahannya.
Syekh Ibnu Baz rahimahullah berfatwa, kalau sekiranya orang yang beser memberatkan baginya membersihkan najis dan mengganti penahannya, maka dibolehkan baginya menunaikan shalat dalam kondisi apa adanya.
Silahkan lihat soal jawab no. 82079.
Kesimpulannya, bahwa jika cairan suci tersebut keluar tidak diharuskan mengulangi istinja (membersihkan) atau mengganti pembalut (setiap shalat). Akan tetapi yang diharuskan adalah berwudu pada setiap shalat.
Wallahua’lam .