Kami memohon donasi dengan suka rela untuk mendukung situs ini, agar situs anda -islamqa.info – berkelanjutan dalam melayani Islam dan umat Islam insyaallah
Alhamdulillah.
Pertama:
Orang yang meninggalkan shalat yang mengingkari hukum wajibnya adalah kafir sesuai dengan ijma’ para ulama. Namun bagi orang meremehkan dan malas mendidirkan shalat ada dua pendapat dari para ulama, pendapat yang lebih kuat adalah tetap kafir, dalil yang menguatkan pendapat tersebut sangat banyak, telah disebutkan sebelumnya pada jawaban nomor: 5208 dan nomor: 83165.
Jika akad nikah sudah dilangsungkan dan salah satu dari mempelai berdua tidak shalat, maka akad tersebut tidak sah, namun nasab anak-anaknya tetap dinisbahkan kepada bapaknya; karena keduanya melangsungkan akad nikah dengan meyakini sahnya, termasuk dalam hal warisan, anak dan bapak tetap saling mewarisi.
Syeikh Islam Ibnu Taimiyah –rahimahullah- berkata:
“Semua umat Islam sepakat bahwa setiap pernikahan yang suaminya meyakini akan sahnya pernikahan tersebut jika menggauli istrinya, maka anaknya tetap dinisbahkan kepadanya, dan saling mendapatkan warisan, meskipun pernikahan tersebut adalah batil, baik yang menikah itu orang kafir maupun muslim. Seorang Yahudi yang menikahi anak perempuan dari saudara laki-lakinya, maka anaknya juga sah sebagai anaknya, nasab dan warisan juga kepadanya sesuai kesepakatan umat Islam, meskipun pernikahan tersebut adalah batil menurut semua umat Islam. Dan barang siapa yang menghalalkan pernikahan tersebut maka ia telah kafir dan wajib untuk diistitab (diminta bertaubat).
Demikian juga seorang muslim yang tidak mengerti dan menikahi wanita yang sedang berada di dalam masa iddah, seperti yang dilakukan oleh orang-orang arab pedalaman, mereka pun menggaulinya dan meyakininya sebagai istrinya, maka anaknya tetap dinisbahkan kepadanya termasuk juga warisan sesuai dengan kesepakatan umat Islam dan contoh seperti banyak sekali; bahwa penetapan nasab tidak selamanya membutuhkan sahnya pernikahan termasuk anak tuan dari budak wanita, sebagaimana sabda Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam-:
الولد للفراش وللعاهر الحجر
“Anak tuan dari budak wanita dan bagi yang berzina diasingkan”.
Barang siapa yang menikahi seorang wanita dengan pernikahan yang rusak, dan disepakati kerusakannya, atau masih ada perbedaan pendapat, maka anaknya dari wanita tersebut tetap dinisbahkan kepadanya, saling mewarisi, sebagaimana yang telah disepakati oleh kaum muslimin”. (Majmu’ Fatawa: 13/34)
Bisa dilihat juga jawaban soal nomor: 118752
Kedua:
Wajib memperbarui akad nikah, dan tidak boleh menikah tanpa wali, dan jika bapak dari wanita tersebut juga meninggalkan shalat, maka perwaliannya berpindah kepada wali berikutnya, dan jika wali tersebut tidak berada ditempat ia bisa mewakilkan kepada orang lain, dan jika wanita tersebut tidak memiliki wali yang muslim, maka yang menikahkan adalah hakim yang syar’i, dan jika tidak ada maka yang menikahkan adalah kepala Islamic center atau yang serupa dengannya.
Ketiga:
Jika seorang laki-laki mentalak istrinya dari pernikahan yang diyakini tentang sahnya, maka talak tetap terjadi, meskipun sebenarnya pernikahan tersebut rusak (tidak sah).
Bisa juga dilihat pada jawaban soal: 125363.
Keempat:
Barang siapa yang telah menunaikan ibadah haji, kemudian meninggalkan shalat, maka ia tidak wajib mengulanginya lagi setelah ia bertaubat dan kembali kepada Islam. Baca juga jawaban soal nomor: 109271
Wallahu a’lam.