Kami memohon donasi dengan suka rela untuk mendukung situs ini, agar situs anda -islamqa.info – berkelanjutan dalam melayani Islam dan umat Islam insyaallah
Alhamdulillah.
Pertama:
Para fuqoha berbeda pendapat tentang waktu Menyembelih hadyu bagi orang yang haji tamattu dan qiron. Jumhur ulama berpendapat bahwa waktunya dimulai pada hari kurba (Idul Adha), tidak sah dilakukan sebelumnya.
Mazhab Syafii berpendapat dibolehkan Menyembelih setelah ihram haji dilakukan. Demikian pula setelah tahallul dari umrah dan sebelum ihram dari haji, berdasarkan pendapat yang sahih (dalam mazhab mereka).
Ibnu Qudamah rahimahullah berkata dalam kitab Al-Mughni, 3/247, “Adapun waktu mengeluarkannya adalah pada hari nahr (hari raya qurban). Ini adalah pendapat Malik dan Abu Hanifah. Karena sebelum hari nahr tidak boleh Menyembelih qurban, maka tidak boleh menyembelih hadyu tamattu, seperti (tidak bolehnya) tahallul sebelum umrah. Asy-Syafii berkata, dibolehkan menyembelihnya setelah melakukan ihram haji dalam satu pendapat, juga sebelumny setelah dia tahallul dari ihram umrah, jadi ada dua kemungkinan.
Alasan dibolehkannya adalah dia merupakan dam yang terkait dengan ihram dan dapat diganti dengan puasa, maka boleh dilakukan sebelum hari nahr (Idul Adha), seperti halnya dam karena mengenakan wewangian atau memakai pakaian berjahit. Dan karena dia dapat diganti sebelum hari Nahar, maka mestinya (Menyembelih hadyu) dapat dilakukan sebelumnya, sebagaimana fidyah-fidyah lainnya.”
An-Nawawi berkata, “Kesimpulannya tentang waktu dibolehkannya Menyembelih ada tiga pilihan; Salah satunya, setelah mulai ihram umrah, yang paling kuat, setelah selesai dari umrah dan ketiga setelah mulai ihram haji.” (Al-Majmu, 7/184)
Yang kuat adalah pendapat jumhur ulama.
Syekh Ibnu Utsaimin rahimahullah berkata saat dia menjelaskan syarat-syarat hadyu, “Keempat: Dilakukan pada waktu Menyembelih. Dalam masalah ini ada perbedaan pendapat para ulama, kami sebutkan berikut ini;
Pendapat pertama; Dam haji tamattu tidak boleh disembelih kecuali pada waktu dibolehkannya Menyembelih hewan qurban, yaitu pada hari Idul Adha dan tiga hari sesudahnya.
Pendapat kedua: Boleh mendahulukan penyembelihan setelah ihram dari dari umrah, dia boleh Menyembelih hadyu walau sebelum berangkat ke Mina untuk menunaikan haji. Karena puasa bagi orang yang tidak mendapatkan hadyu boleh dilakukan sebelum seseorang berangkat untuk haji, padahal dia adalah pengganti. Jika yang pengganti boleh, maka yang asalnya lebih utama dibolehkan. Inilah pendapat yang masyhur dalam mazhab Syafii.
Pendapat yang shahih adalah bahwa perkara ini disyaratkan oleh zaman, yaitu bahwa hadyu tamattu harus dilakukan pada hari-hari Menyembelih di hari Idul Adha dan tiga hari sesudahnya. Dalil dalam masalah ini adalah, seandainya boleh menyegarakan menyembelih hadyu sebelum hari Idul Adha, niscaya Nabi shallallahu alaihi wa sallam akan melakukannya, akan tetapi beliau bersabda,
لا أحل حتى أنحر
“Aku tidak tahallul sebelum Menyembelih (hadyu).”
Sementara nahr (Menyembelih qurban) tidak berlaku kecuali jika telah masuk Idul Adha. (Asy-Syarhul Mumti, 7/91)
Kedua:
Jika jamaah haji berpedoman dengan fatwa yang membolehkan menyembelih pada hari Tarwiayah, maka sembelihannya sah dan tidak ada konsekwensi apa-apa baginya. Siapa yang punya kewajiban bayar dam, dia boleh mewakilkan seseorang di Mekah, tidak harus dia menyembelih langsung atau membayar senilai harganya di Mekah.
Kesimpulannya adalah bahwa tidak ada kewajiban apa bagi kedua orang tua teman anda. Sembelihannya sah insya Allah.
Wallahu a’lam.