Kami memohon donasi dengan suka rela untuk mendukung situs ini, agar situs anda -islamqa.info – berkelanjutan dalam melayani Islam dan umat Islam insyaallah
Alhamdulillah.
Pertama:
Tidak ada perbedaan di antara para ulama akan kewajiban taatnya seorang istri kepada suaminya, dan diharamkan berbuat nusyuz (membangkang) kepada suaminya, jika disuruh oleh suaminya dalam perkara mubah yang mampu dikerjakannya.
Disebutkan dalam “al Mausu’ah al Fiqhiyyah” (41/313): “Para ahli fikih telah bersepakat akan kewajiban taat seorang istri kepada suaminya, berdasarkan firman Alloh –ta’ala- :
( الرِّجَال قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ بِمَا فَضَّل اللَّهُ بَعْضَهُمْ عَلَى بَعْضٍ وَبِمَا أَنْفَقُوا مِنْ أَمْوَالِهِمْ ) النساء/ 34
“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka”. (QS. an Nisa’: 34)
Firman Alloh –ta’ala- yang lain:
( وَلَهُنَّ مِثْل الَّذِي عَلَيْهِنَّ بِالْمَعْرُوفِ وَلِلرِّجَال عَلَيْهِنَّ دَرَجَةٌ(البقرة/ 228
“Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma`ruf. Akan tetapi para suami mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada isterinya”. (QS. Al Baqarah: 228)
Mereka semua juga bersepakat akan kewajiban taatnya seorang istri kepada suaminya dibatasi tidak dalam rangka bermaksiat kepada Alloh; karena tidak ada ketaatan kepada makhluk kalau untuk bermaksiat kepada Alloh Yang Maha Menciptakan, berdasarkan sabda Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam-:
لاَ طَاعَةَ لِمَخْلُوقٍ فِي مَعْصِيَةِ اللَّهِ عَزَّ وَجَل ) – رواه أحمد بإسناد صحيح – "
“Tidak ada ketaatan kepada makhluk dalam rangka untuk bermaksiat kepada Alloh –‘azza wa jalla-“. (HR. Ahmad dengan sanad yang shahih)
Hak suami yang harus dipenuhi oleh istrinya sangatlah agung, ketaannya kepada suaminya didahulukan dari pada ketaatannya kepada kedua orang tuanya, sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya pada jawaban soal nomor: 43123.
Oleh karena itu, jika misalnya terdapat dosa dan kesalahan, maka akan dilimpahkan kepada istri anda yang tidak mentaati anda, sedangkan anda sendiri telah berusaha keras untuk mengamalkan perintah Alloh –ta’ala- dengan menasehatinya dan mendiamkannya.
Kedua:
Talak yang diucapkan oleh anda tidak menjadikan anda berdosa. Syariat ini meskipun menginginkan keutuhan rumah tangga dan memperkuat hubungan antar suami istri, namun tidak berarti melarang talak, bahkan bisa jadi talak itu menjadi akhir dari segala penderitaan dan awal dari harapan bagi pasangan suami istri atau salah satu dari mereka berdua, Alloh –Ta’ala- berfirman:
( وَإِن يَتَفَرَّقَا يُغْنِ اللّهُ كُلاًّ من سَعَتِهِ وَكَانَ اللّهُ وَاسِعاً حَكِيماً ) النساء 130 .
“Jika keduanya bercerai, maka Allah akan memberi kecukupan kepada masing-masing dari limpahan karunia-Nya. Dan adalah Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Bijaksana”. (QS. An Nisa’: 130)
Kami berharap talak pertama dan kedua nantinya akan menjadi pelajaran berharga bagi seorang wanita agar menjadi bahan introspeksi bagi dirinya, dan biar mengetahui akibat dari talak tersebut; hingga dia kembali lagi berada di dalam jalurnya, mengamalkan perintah Rabbnya dan berbakti kepada suaminya, jika kondisinya seperti itu maka:
Berilah dia kesempatan untuk berfikir jernih agar nantinya kembali mentaati anda, dan jadikanlah salah seorang dari masing-masing keluarga anda berdua yang dijadikan hakim (penengah) sebagai mediator untuk mengislah (memperbaiki) keutuhan rumah tangga anda, jika anda melihat istri anda bersikeras dengan sikapnya, jika dia tetap enggan menerima saran baik dan tetap pada pendiriannya atau kedua hakim tersebut tidak berhasil, maka tidak ada jalan lain bagi anda kecuali dengan mentalaknya, semoga Alloh akan menggantinya dengan yang lebih baik lagi, dan semoga Alloh memberikan petunjuk kepada wanita tersebut hingga berubah menjadi baik, anda tidak berdosa dalam mentalaknya baik talaknya diawal maupun diakhirkan.
Al Qurtubi –rahimahullah- berkata: “Al Qur’an, sunnah dan ijma’ para ulama telah menunjukkan bahwa talak itu mubah dan tidak dilarang. Ibnul Mundzir berkata: “Tidak ada satupun dalil yang melarang untuk menjatuhkan talak”. (Tafsir al Qurtubi: 3/126)
Baca juga keterangan lebih lanjut pada jawaban soal nomor: 96103.
Wallahu a’lam .