Kami memohon donasi dengan suka rela untuk mendukung situs ini, agar situs anda -islamqa.info – berkelanjutan dalam melayani Islam dan umat Islam insyaallah
Alhamdulillah.
Pertama:
Lajnah Daimah telah melarang pernikahan dengan niat untuk bercerai, dan menghukuminya dengan haram, sebagaimana telah disebutkan fatwa mereka pada jawaban soal nomor: 91962
Fatwa dari Lajnah Daimah di atas tidak tertera tanda tangan Syeikh Abdul Aziz bin Baaz –rahimahullah-, namun yang tanda tangan adalah ketua Lajnah Daimah yaitu: Syeikh Abdul Aziz Alu Syeikh, yang menunjukkan bahwa fatwa ini diterbitkan setelah wafatnya Syeikh Ibnu Baaz –rahimahullah-.
Yang perlu diperhatikan di sini adalah bahwa fatwa ini telah tertera pada buku “Zawaj bi Niyatit Thalaq” yang dikarang oleh Syeikh Sholeh Alu Manshur: 66, yang di sana terjadi kesalahan karena menyebutkan nama Syeikh Abdul Aziz bin Baaz, yang benar adalah Syeikh Abdul Aziz Alu Syeikh.
Kedua:
Kedua Syeikh Ibnu Baaz dan al Utsaimin –rahimahumallah- telah menisbahkan pendapat yang membolehkan menikah dengan niat untuk bercerai kepada Lajnah Daimah:
1.Syeikh Abdul Aziz bin Baaz –rahimahullah- pernah ditanya:
“Salah seorang ikhwah telah menyebutkan bahwa ia telah membaca buku anda yang menyatakan boleh menikah dengan niat untuk bercerai tanpa adanya pembatasan waktu menjatuhkan talaknya, dan bahwa anda telah menasehati para pemuda yang sedang berada di negara asing agar menikah dengan cara itu, yang nantinya ada kemungkinannya melahirkan rasa kasih sayang hingga Allah memberi mereka karunia anak dan melanjutkan pernikahannya, apakah ini benar ?, kami mohon penjelasannya –semoga Allah memberikan pahala kepada anda-.
Beliau menjawab:
“Fatwa ini telah diterbitkan oleh Lajnah Daimah lil Buhuts Ilmiyah wal Ifta’ di Kerajaan Saudi Arabia, dan saya sebagai pimpinannya dan saya ikut serta di dalamnya. (Fatawa Islamiyah: 3/235)
2.Beliau –rahimahullah- juga pernah ditanya:
Saya telah mendengar fatwa dari anda pada salah satu kaset bahwa dibolehkan menikah (dengan niat untuk bercerai) bagi seseorang yang berada di negara asing, padahal ia berniat untuk meninggalkan negara itu pada waktu tertentu, seperti berakhirnya masa daurah atau masa pengiriman ke sana ?
Beliau menjawab:
“Ya, dan telah diterbitkan fatwa dari Lajnah Daimah, saya sebagai pimpinanya bahwa dibolehkan menikah dengan niat untuk bercerai, jika niat tersebut hanya antara dia dengan Allah. Apabila dia menikah di negara asing dan berniat setelah selesai kuliah atau dari kepegawaiannya atau yang semacamnya maka dia boleh menceraikannya, hal ini tidak masalah menurut jumhur ulama. Niat tersebut hanya antara dia dengan Allah –subhanah- dan tidak menjadi syarat (dalam pernikahannya). (Fatawa Islamiyah: 3/236)
3.Syeikh Muhammad bin Sholeh al Utsaimin –rahimahullah- berkata:
Syekh Abdul Aziz telah menyebutkan, demikian juga Lajnah Daimah lil Ifta’ bahwa dibolehkan bagi yang sedang berada di negara asing untuk menikah dengan niat untuk bercerai sebagai upaya untuk mencegah dari perbuatan nista. (Liqo Baab Maftuh: 60/soal nomor: 9)
Nampaknya sebagai jalan tengah antara dibolehkannya menikah dengan niat untuk bercerai dari Lajnah Daimah dan dilarangnya pernikahan tersebut adalah:
Fatwa yang membolehkan terjadi pada masanya Syeikh Abdul Aziz bin Baaz –rahimahullah- dan fatwa itu tidak disebar luaskan dalam buku Fatwa Lajnah Daimah, dan setelah diterbitkannya buku-buku, hasil penelitian dan fatwa akan haramnya menikah dengan niat untuk bercerai, juga berubahnya ijtihad orang-orang yang membolehkannya pada awalnya kemudian mengharamkamkannya: Kemudian diterbitkan fatwa mereka yang mengharamkannya dan disebarluaskan dalam buku-buku yang terpercaya tentang fatwa tersebut, dan kami tidak mengetahui siapa saja nama-nama masyayikh yang menandatangani fatwa yang membolehkannya tersebut, hingga bisa dikatakan adanya perubahan ijtihad dari yang awalnya membolehkan kemudian melarangnya.
Pendapat yang melarang model pernikahan tersebut telah dikuatkan oleh “Majma’ Fiqhi al Islami” yang merupakan cabang dari Rabithah Alam Islami pada jawaban soal nomor: 111841.
Wallahu a’lam.