Kami memohon donasi dengan suka rela untuk mendukung situs ini, agar situs anda -islamqa.info – berkelanjutan dalam melayani Islam dan umat Islam insyaallah
Saya telah membaca pada sebagian informasi tentang mengusap kepala dalam wudu. Akan tetapi saya ingin penjelasan bagian sesuatu. Rambutku panjang, dan saya mengeluh berjatuhan rambut disebabkan sisi medis. Saya berusaha menghalangi hal itu. Kalau saya mengusap dengan cara seperti sesuai sunah, maka saya akan mengeluh banyaknya berjatuhan rambut. Oleh karena itu, saya melakukan dengan memasukkan jemariku yang basah dalam rambut agar tidak berjatuhan rambutku. Apakah hal itu diperbolehkan? Disana ada masalah tambahan yaitu pada sebagian waktu saya mengusap sambutku secara sempurna akan tetapi dari belakang saja. Saya merasa ini tidak benar di sela-sela fatwa di website anda. Apakah mungkin anda jelaskan seputar masalah ini. Terima kasih
Alhamdulillah.
Pertama:
Mengusap kepada dalam wudu termasuk salah satu fardu wudu. Berdasarkan Firman-Nya Ta’ala:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا قُمْتُمْ إِلَى الصَّلَاةِ فَاغْسِلُوا وُجُوهَكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ إِلَى الْمَرَافِقِ وَامْسَحُوا بِرُءُوسِكُمْ وَأَرْجُلَكُمْ إِلَى الْكَعْبَيْنِ سورة المائدة/6
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki. “ QS. Al-Maidah: 6
Yang Nampak adalah menyeluruhnya dalam mengusap kepala sebagaimana yang dijelaskan dalam sunah. Silahkan melihat jawaban soal no. 147140.
Yang sesuai sunah memulai dari depan kepala kemudian menggerakkan ke belakang (tengkuk) kemudian kembali lagi ke tempat memulai. Akan tetapi kalau dibutuhkan memulai mengusap kepada dari tengkuk tidak mengapa insyaallah. Silahkan melihat jawaban soal no. 45867
Cara apapun dalam mengusap diterima, baik dengan memasukkan jemari atau cara lainnya, karena maksudnya adalah sampainya air ke kepala dan hal itu sudah terjadi.
Bahuti rahimahullah mengatakan, ”Bagaimanapun cara mengusap kepala diterima, karena menghasilakan apa yang diperintahkan, meskipun mengusap dengan jemari, sobekan kain atau kayu atau semisal itu. Seperti batu.” Selesai dari ‘Kasyful Qana’, (1/99).
Kedua:
Kalau mengusap seluruh kepala menjadi sebab terjadi kepayahan. Maka tidak mengapa mengusap sesuai kadar kemampuannya. Berdasarkan Firman Allah ta’ala:
فَاتَّقُوا اللَّهَ مَا اسْتَطَعْتُمْ سورة التغابن /16
“Maka bertakwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu.” QS. At-Tagobun: 16
Pendapat memperbolehkan mengusap sebagian kepala termasuk pendapat yang diakui. Kebanyak para ulama’ berpendapat seperti itu. Ketika ada keperluan, sangat mungkin mengampil pendapat ini. Ada uzur kalau mengamalkan dengannya insyaallah.
Ketiga:
Kalau tidak mampu mempergunakan air berakibat payah, maka bertayamum sebagai pengganti mengusap kepala. Hukum mandi sama seperti hukum wudu, bahkan ia lebih utama. Allah Ta’ala berfirman:
وَإِنْ كُنْتُمْ مَرْضَى أَوْ عَلَى سَفَرٍ أَوْ جَاءَ أَحَدٌ مِنْكُمْ مِنَ الْغَائِطِ أَوْ لَامَسْتُمُ النِّسَاءَ فَلَمْ تَجِدُوا مَاءً فَتَيَمَّمُوا صَعِيدًا طَيِّبًا فَامْسَحُوا بِوُجُوهِكُمْ وَأَيْدِيكُمْ سورة النساء/ 43
“Dan jika kamu sakit atau sedang dalam musafir atau datang dari tempat buang air atau kamu telah menyentuh perempuan, kemudian kamu tidak mendapat air, maka bertayamumlah kamu dengan tanah yang baik (suci); sapulah mukamu dan tanganmu.” QS. An-Nisaa’: 43.
Nawawi rahimahullah mengatakan, “Sakit itu ada tiga macam, salah satunya sakit ringan tidak takut menggunakan air adanya bahaya atau sakit yang mengkhawatirkan tidak melambatkan kesembuhan tidak menambah sakit dan tidak terjadi yang mencelakakan. Hal itu seperti sakit kepada, sakit gigi, sakit panas dan semisalnya. Hal ini tidak diperbolehkan baginya bertayamum tanpa ada perbedaan dikalangan kami. Dan mayoritas ulama mengatakan seperti ini. Kecuali apa yang diceritakan dari teman kami dari ahli dhohir dan sebagian teman-teman Malik, mereka memperbolehkan (tayamum) berdasarkan ayat.
Macam kedua, sakit yang dikhawatirkan dengan menggunakan air bahaya jiwa atau angota tubuh atau terjadi penyakit yang dikhawatirkan bahaya jiwa atau anggota tubuh atau hilangnya manfaat anggota tubuh. Maka ini diperbolehkan bertayamum meskipun ada air.
Macam ketiga, khawatir lambatnya kesembuhan atau bertambah sakit. Yaitu semakin sakit meskipun tidak lama waktunya. Atau sakit yang mengkhawatirkan yaitu sakit yang tersembunyi pada orangnya. Setiap kali dia perkirakan sembuh ternyata berubah. Yang benar diperbolehkan tayamum dan tidak perlu mengulangi. Dan ini pendapat Abu Hanifah, Malik, Ahmad, Dawud dan kebanyakan ulama berdasarkan dohir ayat dan seringkali kejadiannya.
Beliau rahimahullah mengatakan juga, “Kalau sakit yang diberi keringanan dalam tayamum menghalangi penggunaan air pada seluruh anggota yang disucikan, maka bertayamum untuk seluruhnya. Kalau menghalangi sebagian tanpa sebagian lainnya. Membasuh sebagian dan tayamum sebagian lainnya.” Selesai dari Syarkhu Muhazab, refrensi tadi.
Tidak mengapa tayamum pada awal wudu atau akhirnya. Tidak disyaratkan pada kondisi seperti ini tertib antara anggota (wudu). Syekh Ibnu Utsaimin rahmahullah mengatakan, “Sebagian ulama mengatakan, “Bahwa tidak disyaratkan tertib dan muwalat (bersambung antara anggota tubuh). Seperti hadats besar. Dari sini, maka diperbolehkan tayamum sebelum wudu. Atau setelahkan dengan waktu singkat atau lama. Ini yang dilakukan orang pada waktu sekarang. Dan ini yang benar. Pilihan Muwafiq dan Majd dan Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah. Dan dibenarkan dalam Tashih Al-Furu’. Selesai dari As-Sayrkh Al-Mumti’, (1/394).
Kesimpulannya, kalau anda payah mengusap kepala seperti sesuai dengan sunah, maka usaplah bagaimanapun caranya. Baik dari belakang atau dari depan. Dengan menjalankan tangan anda di atas kepala. Atau memasukkan jemari anda. Kalau berat bagi anda mengusap seluruh kepala, maka usaplah sesuai dengan kemampuan anda.