Kami memohon donasi dengan suka rela untuk mendukung situs ini, agar situs anda -islamqa.info – berkelanjutan dalam melayani Islam dan umat Islam insyaallah
Saya membaca pada salah satu tulisan di wabsite bahwa Hasan bin Ali radhillahu anhuma menikah lebih dari sembilan puluh wanita. Apa pendapat anda terkait dengan hal ini?
Alhamdulillah.
Disebutkan bukan hanya satu orang dari kalangan ahli ilmu bahwa Hasan bin Ali radhiallahu anhuma sering menikah dan banyak yang diceraikan.
Ibnu Katsir rahimahullah mengatakan, “Mereka mengatakan, dahulu (Hasan) sering menikah. Dia tidak pernah berpisah dari empat istri. (istri lainnya) dicerai dan diberi mahar. Dikatakan beliau menikahi tujuh puluh wanita.” Selesai dari “Bidayah wan Nihayah” (8/42).
Imam Dzahabi rahimahullah menyebutkan hal serupa di “Siyar A’lamun Nubala”, (3/253). Silahkan melihat juga di “Tarikh Dimasqi” karangan Ibnu Asakir, (13/251) Tarikh Islami, karangan Dzahabi, (4/37) “Mukhadorot Udaba” karangan Ragib Asfahani, (1/408).
Akan tetapi, kita harus diketahui bahwa kebanyakan riwayat dalam sejarah itu tidak sah. Oleh karena itu, kita harus waspada terutama terkait dengan salah seorang pemimpin dan pembesar Islam. Hafidz Iroqi rahimahullah dalam “Alfiyatus Siroh”, hal. 1 mengatakan, “Hendaknya pencari (ilmu) mengetahui bahwa sejarah mengumpulkan apa yang shoheh dan apa yang diinkari”.
Syekh Abdurrahman Ma’lami rahimahullah mengatakan: “Bahwa kebutuhan sejarah dalam mengetahui kondisi orang yang menukil kejadian sejarah itu lebih dibutuhkan dibandingkan dengan kebutuhan hadits akan hal itu karena kebohongan dan sikap menyepelekan akan hal ini dalam sejarah itu lebih banyak.” Selesai “Ilmu Rijal Wa Ahammiyatuhu”, hal. 24.
Apa yang ada terkait Hasan bin Ali radhiallahu anhuma bahwa beliau menikah lebih dari tujuh puluh atau sembilan puluh wanita dan riwayat semisal itu. Kami belum mengetahui sanad (rangkaian periwayat) yang dapat dijadikan alat bukti dalam permasalahan ini, maka dari itu sebaiknya berhati-hati dalam menerimanya dan menjadikan (riwayat-riwayat dari ahli sejarah) sebagai acuan.
Dr. Ali Muhammad Sollabi mengatakan dalam kitabnya tentang Hasan bin Ali radhiallahu anhuma hal. 27 : “Para ahli sejarawan menyebutkan bahwa diantara istri-istrinya adalah Khoulah Fazaziyah, Ja’dah binti Asy’ats, Aisyah Khots’amiyah, Ummuh Ishaq binti Tolhah binti Ubaidillah Tamimi, Ummu Basyir binti Abi Mas’ud Al-Ansori, Hindun bint Abdurrahkan bin Abi Bakar, Umu Abdillah yaitu Binti Syalil bin Abdullah saudara Jarir Al-Bajali, wanita dari Bani Tsaqif, wanita dari Bani Amr bin Uhaim Al-Manqari, Wanita dari Bani Syaiban dari keluarga Hamam bin Muroh. Bisa jadi lebih sedikit dari bilangan ini. Sebagaimana anda lihat, hal ini amat jauh dari jumlah yang disangka-sangka dan jauh dari adat masa itu.
Sementara apa yang diriwayatkan para periwayat Atsram dimana beliau menikahi tujuh puluh dalam sebagian riwayat sembilan puluh, riwayat lain dua ratus lima puluh. riwayat lain tiga ratus, dan riwayat lainnya hal itu termasuk kejanggalan. Bilangan yang disangka banyak itu palsu. Riwayat-riwayat itu sebagai berikut:
Kemudian beliau memulai meneliti periwayatan dan menjelaskan kelemahannya. Silahkan melihat refrensi tadi hal. 28-31. Kemudian beliau hafidhohullah di halaman 31 mengatakan, “Bahwa riwayat sejarah yang mengarah ke bilangan hayalan dalam pernikahan Hasan bin Ali radhiallahu anhuma tidak ada ketetapan dari sisi sanad. Selanjutnya tidak layak dijadikan sandaran karena adanya syubhat dan celaan-celaan yang tertuju padanya. Sampai beliau mengatakan: “Disini nampak urgensi ilmu jarh wa ta’dil (disiplin ilmu mengetahui kondisi para rowi hadits sisi positif dan negatifnya) serta menghukumi akan periwayatan serta peran agung para ulama hadits dalam menjelaskan kerancuan kabar semacam ini. Oleh karena itu, kami memberikan nasehat kepada para peneliti sejarah awal Islam perhatian terhadap penukilan periwayatan semacam ini. Agar dapat membedakan antara yang benar dan yang salah sehingga dapat mempersembahkan untuk umat persembahan nan agung agar tidak terjatuh sebagaimana para tokoh yang kita tidak meragukan niatan (baiknya) yang disebabkan sandaran mereka dalam pembahasannya kepada riwayat-riwatan lemah dan palsu”.
Sepertinya Al-Hafidz Ibnu Katsir rahimahullah mengisyaratkan apa yang ada dalam hal itu tidak shoheh dengan ucapannya: “Dikatakan beliau menikahi tujuh puluh wanita. Penyebutan dengan kata “Dikatakan” merasakan tidak ada ketetapan atau minimal belum mendapatkan sanad (perowi hadits) yang dapat dijadikan dalil akan hal itu.
Wallahu a’lam .