Kami memohon donasi dengan suka rela untuk mendukung situs ini, agar situs anda -islamqa.info – berkelanjutan dalam melayani Islam dan umat Islam insyaallah
Alhamdulillah.
Pertama,
Asalnya tidak dibolehkan menjual barang wakaf, mengganti atau menghibahkannya.
“Dari Nafi’ dari Ibnu Umar berkata, Umar mendapatkan bagian tanah di Khaibar dan beliau mendatangi Nabi sallallahu alaihi wa sallam meminta pertimbangan, dan berkata,
“Wahai Rasulullah, saya mendapatkan tanah di Khaibar. Saya tidak mendapatkan tanah yang paling berharga kecuali tanah itu. Apa yang anda perintahkan kepadaku.’ Beliau bersabda,
إِنْ شِئْتَ حَبَسْتَ أَصْلَهَا وَتَصَدَّقْتَ بِهَا )رواه البخاري، رقم 2772 و مسلم، رقم 1633)
“Kalau kamu mau, kamu tahan pokoknya dan engkau sodaqahkan.’
Maka Umar mensadakahkan tanahnya dan tidak pokoknya tidak boleh diperjualbelikan, diwariskan atau dihibahkan.” (HR. Bukhari, 2772 dan Muslim, 1633)
Kedua,
Kalau barang waqaf rusak, maka boleh dijual atau diganti semisalnya. Disebutkan dalam kitab ‘Al-Inshof’ (7/100)’, “(Wakaf) tidak boleh dijual kecuali kalau rusak (tidak dapat) dimanfaatkan. Maka ketika itu boleh dijual dan alokasi dananya untuk barang semisalnya.”
Hijawi rahimahullah mengatakan, “Tidak dibolehkan menjual (barang wakaf) kecuali kalau rusak tidak dapat dimanfaatkan dan didistribusikan dananya untuk barang semisalnya.”
Syekh Ibnu Utsaimin rahimahullah mengatakan,
“Perkataan (dialokasikan dananya untuk semisalnya) kalau ini diwakafkan untuk orang fakir, dan rusak tidak dapat dimanfaatkan sehingga kita menjualnya, bagaimana kita lakukan dengan dananya? Apakah disodaqahkan kepada para fakir, atau dengan dana itu membeli (barang yang sama) sebagai wakaf untuk para fakir? Tentu pilihan kedua, kita tidak boleh mengatakan, “Ini adalah wakaf untuk para fakir, sekarang kita jual karena rusak tidak dapat dimanfaatkan. Sehingga kita distribusikan uangnya untuk para fakir. Hal ini tidak dibolehkan, karena uang ini pengganti dari asal wakaf. Dan asal wakaf tidak berpindah kepemilkannya baik dengan dijual atau dengan lainnya.” (Demikian dari kitab As-Syarh Al-Mumti, 11/61).
Syekh Ibnu Baz rahimahullah mengatakan,
“Kalau alat pemanas wakaf rusak, baik untuk masjid atau lainnya, menurut pendapat terkuat adalah dibolehkan menjualnya dan uangnya dialokasikan untuk wakaf lain sebagai pengganti yang semisal dengan wakaf pertama, jika hal itu memungkinkan.
Telah diriwayatkan dari Amirul Mukminin Umar bin Khottob radhiallahu’anhu bahwa beliau memerintahkan untuk memindahkan masjid Kufah ke tempat lain, karena hal itu mengandung kebaikan. Maka pemanas itu lebih dibolehkan untuk dipindahkan. Masalah ini masih diperselisihkana di antara para ulama. Akan tetapi pendapat yang menjadi patokan adalah dibolehkan. Karena ajaran Islam yang sempurna datang dalam rangka mendapatkan dan melengkapi kebaikan serta meminimalisir dan menghilangkan keburukan. Juga diperintahkan menjaga harta dan dilarang menghilangkannya. Tidak diragukan lagi bahwa kalau pemanas itu rusak tidak ada manfaatnya kalau dibiarkan. Bahkan membiarkannya termasuk menyia-nyiakan harta. Maka harus dijual dan dananya digunakan untuk yang semisal kecuali kalau dijual sebagian cukup untuk memperbaikinya, maka cukup dijual sebagian dan dananya digunakan untuk memperbaiki yang lainnya.” (Demikian dari kitab ‘Majmu Al-fatawa, 10/20).
Sehingga kalau pemanas tersebut telah rusak tidak dapat dimanfaatkan oleh masjid, dan anda ingin menjualnya dan membeli yang lainnya yang lebih bermanfaat untuk masjid, maka hal itu tidak mengapa. Adapun masalah menentukan harganya, maka seperti orang menjual dengan harga yang sepadan di pasaran.”
Wallahua’lam.