Kami memohon donasi dengan suka rela untuk mendukung situs ini, agar situs anda -islamqa.info – berkelanjutan dalam melayani Islam dan umat Islam insyaallah
Alhamdulillah.
Pertama:
Jika seorang laki-laki telah melangsungkan akad nikah kepada seorang wanita maka dia sudah menjadi istrinya, maka sudah menjadi halal baginya semua hal, akan tetapi sudah menjadi kebiasaan dan adat yang mengakar bahwa seorang suami tidak menggaulinya dan tidak berjima’ dengannya kecuali setelah diadakan resepsi pernikahan dan diumumkan kepada banyak orang.
Tidak diragukan lagi bahwa memperhatikan ‘urf (adat) yang mengakar adalah wajib, tidak boleh menyelisihinya; karena menyelisihinya akan menimbulkan kerusakan yang besar, seperti dalam kaidah:
والمعروف عرفا كالمشروط شرطا .
“Kebaikan yang menjadi adat, sama dengan syarat yang disyaratkan”.
Oleh karena itu, sebagian para wali melarang wanita yang berada di bawah perwaliannya untuk keluar bersama dengan suaminya setelah akad nikah (sebelum resepsi pernikahan), karena hawatir dia bisa berduaan dan sampai berjima’ dengannya, bisa dipastikan bahwa yang demikian itu sangat berlebihan dalam menjaganya dan menjaga tuduhan dan agar tidak menyakiti hati wanita tersebut, dan bukan menjadi hal yang asing bagi sebagian para wali, bahkan di antara mereka ada yang berlebihan seperti ini. Seorang wanita pasca dilaksanakan akad nikah masih tetap menjadi tanggung jawab bapaknya sampai diserahkan kepada suaminya dan berpindah ke rumah suaminya, maka menjadi hak seorang bapak mengenai izin tidaknya anak perempuannya.
Adapun jika seorang wali melarang anak perempuannya untuk berbicara dengan suaminya via telepon, maka tidak diragukan yang seperti itu sangat berlebihan dalam menjaganya, dan bentuk penjagaan yang mengada-ada yang tidak ada bahayanya baik menurut syari’at, akal dan ‘urf (adat), akan tetapi mungkin bagi seorang ayah tersebut ada alasan yang lain, karena sudah menjadi kebiasaannya.
Kedua:
Adapun bersegeranya seorang bapak untuk bersumpah dengan talak pada saat saya berbicara dengan suami saya, maka hal ini masuk kategori talak yang tergantung dengan sesuatu, talak model ini terdapat perbedaan pendapat di kalangan para ulama, dan yang mendekati kebenaran adalah dikembalikan kepada niat orang yang bersumpah, jika dia bermaksud untuk menjatuhkan talak maka terhitung talak satu kepada ibu anda pada saat anda berbicara kepada suami anda, dan jika dia tidak bermaksud menjatuhkan talak, namun hanya sebagai ancaman atau menakut-nakuti atau larangan, maka hal itu dianggap sebagai sumpah biasa, hanya diwajibkan membayar kaffarat sumpah ketika anda berbicara kepada suami anda. Baca juga jawaban soal nomor: 82400.
Atas dasar itulah maka anda tidak boleh berbicara dengan suami anda, sampai anda mengetahui apa latar belakang sumpah bapak anda, jika maksudnya adalah sebagai larangan dan ancaman, dan tidak berniat untuk menjatuhkan talak kepada istrinya jika terjadi komunikasi anda dengan suami anda, maka mintalah izin kepada bapak anda dengan cara baik-baik dengan ditemani anda, ibu anda atau sebagian keluarga yang bijaksana, agar bapak anda mengizinkan anda untuk berkomunikasi dengan suami anda, dengan disertai penjelasan bahwa terdapat keleluasaan dalam syari’at ini dan tidak ada larangan apapun dalam hal ini.
Adapun jika dia bermaksud untuk menjatuhkan talak dengan ucapannya tersebut, maka anda tidak boleh berkomunikasi dengan suami anda apapun alasannya, karena akan mengakibatkan kerusakan yang besar yaitu; jatuhnya talak kepada ibu anda, hingga akan mengakibatkan rusaknya rumah tangga, dan terjadi konflik dalam keluarga, dan mungkin juga akan mengakibatkan adanya kebuntuan hubungan antara anda dengan suami anda, atau bahkan akan mengakibatkan rusaknya pernikahan anda dengan suami anda.
Oleh karena itu yang menjadi kewajiban dalam masalah ini adalah muamalah dengan seorang bapak harus dijaga dengan baik dan bijak, hendaknya berhati-hati jangan sampai anda menyelisihinya hingga akan menjadikannya tambah berlebihan dan keras kepala.
Jika perkaranya bisa diputuskan dengan saling memahami, maka hendaknya anda mengirimkan surat atau anda mengutus orang yang menjadi kepercayaan anda, jika materi ucapan tersebut masih bisa disampaikan oleh orang lain, seperti ibu anda, ibu suami anda, saudari perempuannya, atau yang lainnya.
Wallahu a’lam.