Kami memohon donasi dengan suka rela untuk mendukung situs ini, agar situs anda -islamqa.info – berkelanjutan dalam melayani Islam dan umat Islam insyaallah
Alhamdulillah.
..Pertama :
Di antara bagian dari pergaulan yang harmonis antara suami dan istri, hendaknya istri tidak mengizinkan seorang pun dan siapapun memasuki rumah suaminya tanpa seizinya, baik izin yang umum maupun yang khusus, dan hendaknya suami tidak melarang kerabat istrinya untuk mengunjunginya dan memasuki rumahnya selama hal itu tidak menimbulkan kesulitan, keburukan atau hubungan yang kurang bagus. Lihat jawaban soal no. 112048.
Kedua :
Apabila istri meminta kepada suaminya agar dia tidak menginap di rumah karena kondisi rumah yang sempit dan keluarganya akan tidur dan menginap di sana dan mereka menginginkan bergerak di dalam rumah dengan leluasa, maka kalau hanya sekedar permohonan dan suami langsung mengabulkan sebenarnya tidak jadi masalah, akan tetapi apabila istri mendesak dan memohon berkali-kali untuk mendapatkan persetujuannya, maka sejatinya dia telah mengetahui akan ketidak relaannya, bahkan tidak dibolehkan bagi istri mempermalukan suaminya dalam hal tersebut, dengan dia menuntut kepada suaminya sebuah perkara yang pada dasarnya tidak wajib untuk dipenuhi karena akan menyulitkannya, atau dia akan dihadapkan kepada sulitnya menginap di tempat lain, atau dia akan dibebani dengan sulit serta mahalnya biaya menginap di luar rumah.
Maka apabila hal demikian tidak merepotkannya atau mempersulitnya, dan istri menilai bahwa mempersilahkan keluarganya untuk menginap di rumahnya merupakan bentuk memuliakan keluarganya dan memberikan keleluasaan kepada mereka untuk berkunjung, maka tidak menjadi masalah ketika dia memohon kepada suaminya akan hal tersebut dengan syarat yang telah disebutkan sebelumnya. Jika tidak demikian, maka tidak diperkenankan bagi istri meminta kepada suaminya akan hal tersebut, dan hendaknya dia tidak menerima tamu dari anggota keluarganya yang akan menyulitkan posisi suaminya di rumahnya sendiri. Dan tidak halal bagi tamu yang akan menempatkan pemilik rumah dalam kesulitan, atau membebaninya sesuatu yang dia tidak mampu menanggungnya:
Diriwayatkan oleh Bukhari ( 5748 ) dari Abu Syuraikh Al Ka’biy sesungguhnya Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda : (
مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيُكْرِمْ ضَيْفَهُ جَائِزَتُهُ يَوْمٌ وَلَيْلَةٌ وَالضِّيَافَةُ ثَلَاثَةُ أَيَّامٍ فَمَا بَعْدَ ذَلِكَ فَهُوَ صَدَقَةٌ ، وَلَا يَحِلُّ لَهُ أَنْ يَثْوِيَ عِنْدَهُ حَتَّى يُحْرِجَهُ
"Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaklah dia memulyakan tamunya yang – disunahkan – melayaninya sehari semalam, dan kesempatan menginap selama tiga hari adapun setelah waktu itu maka dihitung shadaqoh, dan tidak halal bagi tamu apabila dia bertamu sampai menyulitkan tuan rumahnya."
Dan dalam redaksi Muslim, no. 48, Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda,
الضِّيَافَةُ ثَلَاثَةُ أَيَّامٍ ، وَجَائِزَتُهُ يَوْمٌ وَلَيْلَةٌ ، وَلَا يَحِلُّ لِرَجُلٍ مُسْلِمٍ أَنْ يُقِيمَ عِنْدَ أَخِيهِ حَتَّى يُؤْثِمَهُ . قَالُوا : يَا رَسُولَ اللَّهِ ، وَكَيْفَ يُؤْثِمُهُ ؟ قَالَ يُقِيمُ عِنْدَهُ وَلَا شَيْءَ لَهُ يَقْرِيهِ بِهِ
"Bertamu atau menginap itu selama tiga hari, dan hidangannya selama sehari semalam, dan tidak halal bagi seorang muslim menetap dan tinggal di rumah saudaranya hingga menyulitkannya. Para sahabat bertanya : bagaimana dia bisa menyulitkannya? Beliau menjawabm, Dia tinggal di rumah saudaranya sampai tidak ada yang bisa dia hidangkan untuk tamunya.
Kesimpulannya :
Sesungguhnya memuliakan tamu merupakan budi pekerti yang sangat mulia yang sampai saat ini umat manusia masih mengakuinya, dan pastinya hal ini lebih berhak diberikan apabila mereka masih kerabat suami. Akan tetapi meskipun begitu tidak halal bagi mereka menempatkan suami ini dalam posisi sulit atau membuatnya repot, atau menginap di mana tidak ada tempat yang bisa menampung keberadaan mereka karena kondisi rumah yang sempit. Kemudian istri yang berusaha menampung dan memberikan keleluasaan kepada keluarganya dan saudara-saudara perempuannya bukanlah sebuah uzur yang mengharuskan suaminya menghadapi kesulitan karenanya. Akan tetapi apabila suami memberikan keleluasaan kepada tamu dan kerabatnya dan memberikan ruang kebebasan kepada istri beserta saudari-saudarinya dan hal tersebut tidak menjadikannya merasa terhimpit dan sulit, maka ini merupakan kemuliaan adab dan budi pekertinya yang patut mendapatkan pujian dan sanjungan.
Apabila suami tidak menyukai hal tersebut atau menjadikannya repot, maka wajib bagi istri untuk tidak memaksakan kehendaknya bahkan sudah semestinya dia menghindari permasalahan semacam itu.
Wallahu A’lam.