Kami memohon donasi dengan suka rela untuk mendukung situs ini, agar situs anda -islamqa.info – berkelanjutan dalam melayani Islam dan umat Islam insyaallah
Alhamdulillah.
Tidak ada tata cara tertentu untuk shalat tahajud atau shalat malam setelah membaca Al-Fatihah pada setiap rakaat. Seorang muslim shalat dua rakaat dua rakaat lalu (setelah membaca surat Al-Fatihah) membaca surat yang mudah baginya dari Al-Qur’an Al-Karim. Kemudian setelah itu shalat witir. Telah ada dalam sunah tata cara shalat malam berbagai macam. Kami telah sebutkan di jawaban soal no. 46544.
Maka shalat tahajud sebelas rakaat atau dua belas rakaat dengan cara membaca surat Al-Ikhlas dua belas kali pada rakaat pertama kemudian bilangan bacaannya berkurang pada setiap rakaat, hingga satu kali di rakaat terakhir –sebagaimana yang ada dalam pertanyaan atau semisal itu- adalah bid’ah yang diadakan dan menyalahi sunah.
Para ulama Lajnah Daimah Lil Ifta’ mengatakan, “Shalat malam dua rakaat-dua rakaaat, kalau khawatir datang waktu fajar (subuh) maka hendaknya shalat witir satu rakaat. Karena shalat Nabi sallallahu alaihi wa sallam biasanya sebelas rakaat dalam qiyamul lail. Siapa yang menambah atau mengurangi tidak mengapa.” (Fatawa Lajnah Daimah, 7/181).
Mereka juga mengatakan, “Dalam Shalat malam tidak ada surat khusus yang dibaca dari Al-Qur’an. Cukup membaca surat yang mudah dari Al-Qur’an.” (Fatawa Lajnah, 6/103).
Syekh Ibnu Baz rahimahullah mengatakan, “Qiyamul lail sunah muakad, baik di awal, tengah atau akhir malam. Akan tetapi di akhir malam lebih utama. Sepertiga malam itu yang lebih utama, kecuali kalau hal itu berat baginya. Dapat shalat witir di awal malam, dengan satu, tiga, lima, tujuh atau lebih dari itu dan salam pada setiap dua rakaat. Shalat dilakukan dua rakaat-dua rakaat, bersungguh-sungguh dalam melantunkan bacaan, diakhiri witir satu rakaat. Tidak ada ketentuan. Membaca yang mudah, baik di awal, tengah, akhir Qur’an atau menghatamkan secara teratur. Dimulai dari awal sampai terakhir (khatam) kemudian kembali lagi (dari awal). Semuanya baik, tidak ada ketentuan khusus.” (Fatawa Nurun Alad Darbi, 10/25).
Wallahu a’lam.