Kami memohon donasi dengan suka rela untuk mendukung situs ini, agar situs anda -islamqa.info – berkelanjutan dalam melayani Islam dan umat Islam insyaallah
Ramadan lalu, suamiku menggauliku setelah shalat fajar dan tilawah Qur’an. Dimana waktu itu di sepuluh malam akhir Ramadan padahal beliau sudah mengetahui bahwa saya sedang mencari (lailatul Qadar) dan beri’tikaf serta semangat di hari-hari ini dalam rangka ingin mendapatkan lailatul qadar.
Perlu diketahui bahwa sebelumnya beliau menjauh dariku meskipun dia tahu aku ingin berhubungan intim dengannya. Sebelumnya tidak ada percakapan di antara kami dan tidak ada kasih sayang atau muqoddimah. Lalu tiba-tiba saja dia mendekatiku pada hari itu meskipun aku menolaknya karena takut siksa Tuhan kami.
Beliau terus merayu sampai dia marah kepadaku sehingga saya menjadi lemah dan terjadi hubungan badan secara sempurna, terus terang pada akhirnya saya sengaja membiarkan sampai sempurna karena saya takut hukuman Allah terhadap diriku. Pertanyaannya adalah apa saya berdosa dengan perbuatan seperti ini ataukah dosa dan hukumannya dilimpahkan kepada suamiku sendiri. terima kasih
Alhamdulillah.
Kalau seorang suami memaksa berhubungan badan dengan istrinya, maka seorang istri tidak perlu mengqadha dan tidak ada kafarat untuknya. Terdapat penjelasan hal itu pada jawaban soaal no. 106532 .
Kalau seorang istri tidak menolak secara sempurna seperti dia memenuhi permintaan suami agar dia tidak marah kepadanya, atau agar selesai dari permintaannya terus menerus. Atau dia tidak mampu menahan gejolak nafsunya dikarenakan cumbuan suaminya, maka kesemuanya ini bukan dalam kondisi terpaksa, hal ini termasuk dengan sukarela dan hendaknya dia bertaubat kepada Allah azza wajalla disertai dengan mengqadha dan kafarat.
Syekh Ibnu Baz rahimahullah mengatakan, “Seharusnya dia melawan dengan sekuat tenaga. Dan jangan memberikan kesempatan untuk melakukan hal itu baik dia rela atau marah. Kalau keduanya melakukan hal itu secara sengaja, maka keduanya diharuskan bertaubat dan keduanya wajib kafarat diikuti dengan mengqadha pada hari itu dan keduanya harus bertaubat dengan jujur terhadap apa yang telah dilakukannya.
Kalau seorang istri benar-benar dipaksa yang tidak ada syubhat di dalamnya, baik dengan kekuatan dan pukulan atau dengan diikat, maka dosanya ditimpakan kepada suaminya sementara istri tidak terkena apapun.
Sementara kalau hanya sekedar dia tidak menyukai dan melakukan dengan sukarela, maka hal itu tidak termasuk terpaksa, bahkwa seharusnya dia menolak kepadanya dengan penolakan sempurna. Seorang wanita mengetahui bagaimana cara menolaknya, kecuali kalau memang dia dipaksa dengan pemaksaan keras tidak ada jalan keluar lagi. Dan Allah mengetahui bahwa sudah tidak ada jalan keluar lagi bagi dirinya. (Disadur dari Fatawa Nurun alad Darbi)
http://www.binbaz.org.sa/noor/4591
Silahkan lihat jawaban soal no. 106532 .
Wallahu a’lam