Kami memohon donasi dengan suka rela untuk mendukung situs ini, agar situs anda -islamqa.info – berkelanjutan dalam melayani Islam dan umat Islam insyaallah
Apakah jika seseorang telah shalat sendirian dua raka’at atau satu raka’at dengan penuh keimanan dan pengharapan setelah isya’ setiap hari pada bulan Ramadhan seperti ia telah melakukan qiyam Ramadhan dengan penuh keimanan dan pengharapan ?, jika jawabannya tidak, maka apakah jawabannya berbeda pada saat terjadi wabah/pandemi, mengingat karena shalat tarawih berjama’ah dilarang, dan pada shalat tarawih berjama’ah dengan mudah bagi seseorang untuk melakukannya sebanyak 11 atau 9 raka’at, adapun dalam kondisi sendirian menjadi berat hal itu bagi seseorang ?
Alhamdulillah.
Pertama:
Qiyamullail adalah ibadah yang agung di dalam bulan Ramadhan dan di bulan lainnya, dan di dalam bulan Ramadhan lebih dianjurkan, berdasarkan sabda Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda:
مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا، غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ رواه البخاري (37)، ومسلم (759(
“Barang siapa yang melakukan qiyam Ramadhan dengan keimanan dan penuh pengharapan, maka akan diampuni dosanya yang telah lalu”. (HR. Bukhori: 37 dan Muslim: 759)
Dan sebaik-baik dan yang paling utama qiyam adalah apa yang sesuai dengan perbuatan Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam-, yaitu; shalat 8 raka’at, jangan ditanya tentang kebaikan shalat tersebut dan panjangnya, kemudian shalat witir 3 rakaat, berdasarkan ucapan ‘Aisyah –radhiyallahu ‘anha-:
مَا كَانَ يَزِيدُ فِي رَمَضَانَ وَلَا فِي غَيْرِهِ عَلَى إِحْدَى عَشْرَةَ رَكْعَةً يُصَلِّي أَرْبَعًا فَلَا تَسَلْ عَنْ حُسْنِهِنَّ وَطُولِهِنَّ ثُمَّ يُصَلِّي أَرْبَعًا فَلَا تَسَلْ عَنْ حُسْنِهِنَّ وَطُولِهِنَّ ثُمَّ يُصَلِّي ثَلَاثًا رواه البخاري (2013( ومسلم (738(
“Beliau tidak menambah di dalam bulan Ramadhan juga tidak pada bulan lainnya lebih dari 11 raka’at, beliau shalat 4 raka’at, dan jangan ditanya tentang kebagusan dan panjangnya shalat tersebut, kemudian beliau shalat 4 raka’at, jangan ditanya tentang kebagusan dan panjangnya, kemudian beliau shalat 3 raka’at”. (HR. Bukhori: 2013 dan Muslim: 378)
Qiyamullail paling sedikit adalah dua raka’at dan maksimal adalah tidak berbatas, sebagaimana yang telah diriwayatkan oleh Bukhori: 427 dan Muslim: 749 dari Abdullah bin Umar berkata: “Seorang laki-laki telah bertanya kepada Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- pada saat beliau di atas mimbar, bagaimana menurut Anda terkait shalat malam ?
قَالَ: مَثْنَى مَثْنَى ؛ فَإِذَا خَشِيَ الصُّبْحَ : صَلَّى وَاحِدَةً فَأَوْتَرَتْ لَهُ مَا صَلَّى
“Beliau menjawab: “dua dua, dan jika khawatir masuk subuh, maka shalat satu raka’at sebagai witir dari shalat sebelumnya”.
Abu Daud (1451) dan Ibnu Majah: 1335 telah meriwayatkan dari Abu Sa’id Al Khudri dan Abu Hurairah keduanya berkata: “Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda:
مَنِ اسْتَيْقَظَ مِنَ اللَّيْلِ وَأَيْقَظَ امْرَأَتَهُ، فَصَلَّيَا رَكْعَتَيْنِ جَمِيعًا، كُتِبَا مِنَ الذَّاكِرِينَ اللَّهَ كَثِيرًا، وَالذَّاكِرَاتِ وصححه الألباني في "صحيح أبي داود".
“Barang siapa yang terbangun pada sebagian malam dan membangunkan istrinya, lalu keduanya shalat dua raka’at berjama’ah, maka keduanya tercatat sebagai orang-orang yang berdzikir kepada Allah dengan banyak”. (Telah ditashih oleh Albani di dalam Shahih Abu Daud)
Hadits ini menunjukkan bahwa qiyamullail terjadi dengan dua raka’at.
Abu Daud (1398) telah meriwayatkan dari Abdullah bin Amr bin ‘Ash berkata: “Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda:
مَنْ قَامَ بِعَشْرِ آيَاتٍ لَمْ يُكْتَبْ مِنَ الغَافِلِينَ، وَمَنْ قَامَ بِمِائَةِ آيَةٍ كُتِبَ مِنَ القَانِتِينَ، وَمَنْ قَامَ بِأَلْفِ آيَةٍ كُتِبَ مِنَ المُقَنْطِرِينَ وصححه الألباني في "صحيح أبي داود".
“Barang siapa yang qiyamullail dengan 10 ayat maka tidak tercatat sebagai orang-orang yang lalai, dan barang siapa yang qiyamullail dengan 100 ayat, maka akan tercatat sebagai orang-orang yang taat, dan barang siapa yang qiyamullail dengan 1000 ayat, maka dicatat sebagai orang-orang yang banyak (pahalanya)”. (Telah ditashih oleh Albani di dalam Shahih Abu Daud)
Al Mundziri berkata di dalam At Targhib wa At Tarhib:
“Sabda beliau: من المقنطرين adalah orang yang tercatat baginya pahala yang banyak dari surat Tabarak sampai akhir Al Qur’an 1000 ayat, wallahu A’lam”.
Dan di antara para ahli fikih berkata:
“Qiyamullail paling sedikit adalah 8 raka’at”.
Sebagian mereka berkata:
“Hendaknya bangun pada semalam penuh atau mayoritasnya”.
Telah disebutkan di dalam Ad Durrul Mukhtar: “Shalat malam dan paling sedikitnya seperti yang ada pada Al Jauharah adalah delapan”.
Ibnu Abidin berkata di dalam Hasyiyatnya (2/25):
“(ucapannya; paling sedikit seperti yang ada pada Al Jauharah adalah delapan) menjadi pembatas atas apa yang ada di dalam Al Jauharah; karena di dalam Al Hawi Al Qudsi berkata: “Melaksanakan shalat yang memudahkan baginya, meskipun hanya dua raka’at, yang disunnahkan adalah 8 raka’at dengan 4 salam. Selesai. Dan disebutkan juga di dalamnya: “Hal ini berdasarkan atas tahajjud minimalnya Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- adalah dua raka’at dan maksimal adalah 8 raka’at sesuai dengan yang tertera di dalam Mabsuth As Sarkhosi. Kemudian dilanjutkan dengan mengikuti gurunya Ibnul Hamam sebagai peneliti beberapa hadits yang menunjukkan apa yang telah ditentukan di dalam Al Mabsuth sampai akhir, dan hadits Abu Daud yang menunjukkan bahwa tahajjud minimal beliau –shallallahu ‘alaihi wa sallam- adalah empat raka’at selain 3 raka’at witir, dan selengkapnya ada di sana, maka silahkan merujuk ke sana.
Akan tetapi disebutkan yang lainnya dari beliau –shallallahu ‘alaihi wa sallam-:
من استيقظ من الليل وأيقظ أهله فصليا ركعتين كتبا من الذاكرين الله كثيرا والذاكرات رواه النسائي وابن ماجه وابن حبان في صحيحه والحاكم، وقال المنذري صحيح على شرط الشيخين. اهـ.
“Barang siapa yang bangun pada sebagian malam dan membangunkan istrinya, lalu keduanya shalat bersama dua raka’at, maka tercatat termasuk orang-orang yang berdzikir dengan banyak”. (HR. Nasa’i, Ibnu Majah, Ibnu Hibban di dalam Shahihnya dan Hakim. Al Mundziri berkata: Shahih sesuai dengan syarat Syaikhoin”.
Saya berkata: “Maka sebaiknya dikatakan bahwa tahajjud paling sedikit adalah dua raka’at, pertengahannya adalah empat raka’at dan paling banyak adalah delapan raka’at, wallahu A’lam”.
Dan di dalam Fatawa Hindiyah (1/112):
“Dan di antaranya adalah shalat tahajjud, demikian juga di dalam Al Bahru Raiq dan tahajjudnya Nabi –‘alaihis shalatu was salam- paling banyak adalah 8 raka’at dan paling sedikit adalah 2 raka’at. Demikian juga di dalam Fathul Qadir menukil dari Al Mabsuth”.
Dan di dalam Al Fawakih Ad Dawani (1/201):
“Adapun yang menjadi hak beliau –shallallahu ‘alaihi wa sallam- adalah wajib, sebagaimana di dalam riwayat Baihaqi:
ثَلَاثٌ هُنَّ عَلَيَّ فَرَائِضُ وَلَكُمْ تَطَوُّعٌ : التَّهَجُّدُ وَهُوَ قِيَامُ اللَّيْلِ وَالْوِتْرُ وَالضُّحَى وَالْوَاجِبُ عَلَيْهِ صلى الله عليه وسلم مِنْهُ أَقَلُّهُ وَهُوَ رَكْعَتَانِ انتهى.
“Ada tiga hal di mana ketiganya wajib bagiku, dan sunnah bagi kalian; tahajjud yaitu qiyamullail, witir dan dhuha, dan yang wajib bagi beliau –shallallahu ‘alaihi wa sallam- paling sedikit adalah 2 raka’at”. Selesai.
Dan di dalam Al Mausu’ah Al Kuwaitiyyah (14/88):
“Para ahli fikih telah bersepakat bahwa yang paling sedikit adalah dua raka’at ringan, sebagaimana yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah –radhiyallahu ‘anhu- dari Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda:
إذا قام أحدكم من الليل فليفتتح صلاته بركعتين خفيفتين " انتهى.
“Jika salah satu dari kalian bangun pada sebagian malam, maka bukalah shalatnya dengan dua raka’at ringan”.
Al ‘Aini di dalam Umdatul Qari (1/228): “Kalimat “barang siapa yang shalat malam pada malam lailatul qadar”, apakah menuntut qiyamullail sepanjang malam, atau cukup dengan qiyamullail minimal ?
Dan dijawab:
“Bahwa hal itu cukup dengan minimal, hal ini menjadi pilihan sebagain ulama, sampai katakan bahwa cukup dengan kewajiban shalat isya’ sudah masuk di bawah nama qiyamullail, akan tetapi nampaknya secara dzohir menurut kebiasaan adalah, bahwa hal itu tidak dikatakan sebagai qiyamullail kecuali jika ia melakukan qiyamullail sepanjang malam atau mayoritasnya”.
Dan yang benar adalah apa yang telah kami sampaikan bahwa qiyamullail cukup dengan dua raka’at saja.
Kedua:
Ada juga yang mengatakan bahwa qiyamullail paling sedikit adalah satu raka’at, akan tetapi tidak shahih.
Dari Ibnu Abbas –radhiyallahu ‘anhuma- berkata:
أمر رسول الله صلى الله عليه وسلم بصلاة الليل، ورغَّب فيها حتى قال: عليكم بصلاة الليل ولو ركعة رواه الطبراني في "الكبير" و"الأوسط وضعفه الألباني في "ضعيف الترغيب والترهيب" (365(
“Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam- telah memerintahkan untuk shalat malam, dan menganjurkannya sampai berkata: “Hendaknya kalian melakukan qiyamullail meskipun satu raka’at”. (HR. Thabrani di dalam Al Kabir dan Al Awsath dan telah dinyataan dho’if oleh Albani di dalam Dho’if at Targhib wa Tarhib: 365)
Dan dari Ibnu Abbas –radhiyallahu ‘anhuma- berkata: “Seraya saya menyebutkan qiyamullail, sebagian mereka berkata: “Sungguh Rasulullah –shallallahu alaihi wa sallam- bersabda:
نصفَه، ثلثَه، ربعَه، فُواق حَلْبِ ناقةٍ، فُواق حلْبِ شاةٍ رواه أبو يعلى .وضعفه الألباني في "ضعيف الترغيب والترهيب" (364(
“Separuh, sepertiga, seperempat (malam), waktu jedah ketika memeras susu unta, waktu jedah ketika memerah susu kambing (maksudnya sangat singkat waktunya pent.) (HR. Abu Ya’la, dan telah dinyatakan dho’if oleh Albani di dalam Dhoif Targhib wa Tarhib: 364)
فُواق الناقة : " بضم الفاء وتفتح ما بين الحلبتين من الوقت، لأنها تحلب ثم تترك سويعة يرضعها الفصيل، لتدر" انتهى، من "فيض القدير" (6/173).
Kata ‘Fuwaq’ dengan didhomah fa’ dan dibuka diantara waktu memeras susu, karena ia memeras susu Kemudian ditinggalkan sebentar saja agar disusui oleh anak unta biar keluar air susu induknya.
Dan ketahuilah bahwa witir itu bukan qiyamullail, maka tidaklah diambil dari sahnya shalat witir dengan satu raka’at, bahwa paling sedikit dari qiyamullail adalah satu raka’at. Telah disebutkan di dalam Kasyful Qana’ (5/23):
“Dan apakah shalat witir itu qiyamullail atau bukan ?, ada dua kemungkinan; yang lebih dominan adalah yang kedua; yaitu, witir bukanlah qiyamullail, berdasarkan hadits Saqah bin Uqail; witir, tahajjud dan kedua raka’at sunnah subuh, syeikh Taqiyyuddin berkata: “Sahabat-sahabat kami di sini telah membedakan antara witir dengan qiyamullail”.
Lihat juga jawaban soal nomor: 52875 dengn judul, apakah shalat witir dan shalat malam itu berbeda ?
Ketiga:
Tidak diragukan lagi bahwa ibadah agung ini membutuhkan kesungguhan dan semangat terlebih di dalam bulan Ramadhan, dan bahwa setiap kali seorang hamba menambah shalatnya maka akan bertambah pahalanya, dan bahwa setiap sujud Allah akan mengangkat baginya satu derajat, sebagaimana dalam riwayat Muslim (488), dari Ma’dan bin Abi Thalhah Al Ya’mari berkata: “Saya telah bertemu dengan Tsauban pembantu Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam- seraya saya berkata: “Mohon kabarkan kepadaku sebuah amalan yang Allah akan menjadikanku masuk surga ?, atau ia berkata: “Dengan amal yang paling dicintai oleh Allah ?, maka ia pun diam, lalu aku bertanya lagi, ia pun diam, lalu saya bertanya lagi untuk yang ketiga kalinya, maka ia berkata:
سَأَلْتُ عَنْ ذَلِكَ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَقَالَ: عَلَيْكَ بِكَثْرَةِ السُّجُودِ لِلَّهِ، فَإِنَّكَ لَا تَسْجُدُ لِلَّهِ سَجْدَةً، إِلَّا رَفَعَكَ اللهُ بِهَا دَرَجَةً، وَحَطَّ عَنْكَ بِهَا خَطِيئَةً قَالَ مَعْدَانُ: ثُمَّ لَقِيتُ أَبَا الدَّرْدَاءِ فَسَأَلْتُهُ فَقَالَ لِي: مِثْلَ مَا قَالَ لِي: ثَوْبَانُ
“Saya telah menanyakan hal itu kepada Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam- maka beliau bersabda: “Hendaknya kamu memperbanyak sujud kepada Allah, karena tidaklah kamu bersujud kepada Allah satu kali, kecuali Allah akan mengangkatmu satu derajat, dan menggugurkan darimu satu kesalahan”, Ma’dan berkata: “Kemudian saya bertemu Abu Darda’ dan saya bertanya kepadanya, lalu ia berkata: “Seperti apa yang dikatakan Tsauban kepadaku:”.
Dan termasuk kelemahan yang sangat, jika seseorang hanya sebatas melakukan dua raka’at, kecuali karena perkara yang tiba-tiba yang terjadi pada sebagian malamnya, seperti; karena capek, sibuk dengan pekerjaan yang tidak memungkinkan untuk shalat, dan tidak memungkinkan untuk menundanya pada waktu yang longgar, adapun saat longgar dan lapang, maka hal itu menunjukkan akan lemahnya tekad, dan bisa jadi menunjukkan akan kikirnya jiwa dan lemahnya iman.
Maka bersungguh-sungguhlah dan bersemangat, dan ikhlaskanlah niat karena Allah, dan pompalah semangat jiwamu, dan komitmenlah kepada ketaatan, sehinga dengan mudah mengikatnya.
Semoga Allah memberikan taufik dan pertolongan-Nya kepada kita semua.
Wallahu A’lam