Kami memohon donasi dengan suka rela untuk mendukung situs ini, agar situs anda -islamqa.info – berkelanjutan dalam melayani Islam dan umat Islam insyaallah
Saya akan melakukan rongsen di rumah sakit dan saya diharuskan membatalkan puasa, dan jika saya tidak melakukan rongsen tersebut, maka jadwal lainnya ada setelah beberapa bulan, maka apakah saya boleh membatalkan puasa untuk rongsen tersebut ?
Alhamdulillah.
Dibolehkan bagi orang yang sakit untuk berbuka, namun diwajibkan baginya untuk mengganti sejumlah hari yang ditinggalkannya karena sakit tersebut, berdasarkan firman Allah –Ta’ala-:
( ومن كان مريضاً أو على سفر فعدة من أيام أخر ) البقرة / 185 .
“dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain”. (QS. Al Baqarah: 185)
Penyakit yang dengannya dibolehkan bagi orang berpuasa untuk membatalkannya adalah penyakit yang parah yang akan menyulitkan atau membahayakannya jika tetap bepuasa, atau khawatir penyakitnya akan bertambah parah atau penyembuhannya menjadi lambat jika tetap berpuasa, maka para ulama mengkategorikannya dengan penyakit yang parah.
Jika penyakit anda menjadi bagian dari beberapa bagian dari penyakit di atas, maka anda boleh tidak puasa; karena foto rongsen digunakan untuk mengetahui penyakit, selebihnya akan menghalangi bertambahnya penyakit dan lambat proses penyembuhannya.
Namun jika penyakit anda tidak menjadi bagian dari bagian di atas, maka anda tidak boleh meninggalkan puasa, anda wajib melaksanakan foto rongsen pada malam hari jika memungkinkan, atau menunggu sampai Ramadhan berlalu.
Syeikh Muhammad Sholeh Al Utsaimin berkata:
“Bagi orang yang sakit dengan penyakit yang baru, maka ada tiga kondisi:
1.Puasa tidak memberatkannya dan tidak membahayakannya, maka dia tetap wajib berpuasa; karena dia tidak mempunyai udzur (alasan).
2.Puasa memberatkannya namun tidak membahayakannya, maka dimakruhkan berpuasa; karena dia berpaling dari rukhshoh (keringanan) Allah padahal dia merasa berat dalam berpuasa.
3.Puasa memberatkannya, maka haram baginya berpuasa; karena justru akan membahayakan dirinya, Allah –Ta’ala- berfirman:
وَلاَ تَقْتُلُواْ أَنفُسَكُمْ إِنَّ اللَّهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيماً
“Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu”. (QS. An Nisa’: 29)
وَلاَ تُلْقُواْ بِأَيْدِيكُمْ إِلَى التَّهْلُكَةِ
“dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan”. (Al Baqarah: 195)
Dan di dalam sebuah hadits dari Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
" لا ضَرَرَ ولا ضِرَارَ " أخرجه ابن ماجه ، والحاكم
“Tidak membahayakan (orang lain) dan tidak mendapatkan bahaya (dari orang lain)”. (HR. Ibnu Majah dan Hakim)
An Nawawi berkata:
“Hadits tersebut mempunyai banyak jalur yang saling menguatkan, bahayanya puasa bagi orang sakit bisa diketahui dengan merasa akan membahayakan dirinya, atau dengan melalui pernyataan seorang dokter yang terpercaya”.
Maka jika orang yang sakit tersebut tidak berpuasa, maka dia wajib menggantinya di hari lain sebanyak hari yang ia tinggalkan jika sudah sembuh. Jika dia meninggal dunia sebelum diberikan kesembuhan maka qadha’ puasanya menjadi gugur; karena kewajiban mengganti puasa pada hari lain tidak sempat didapatinya.
(Fudhul fii Shiyam wa Tarawih: Bab 3)
Wallahu A’lam.