Kami memohon donasi dengan suka rela untuk mendukung situs ini, agar situs anda -islamqa.info – berkelanjutan dalam melayani Islam dan umat Islam insyaallah
Seseorang murtad dari Islam, kemudian dia kembali. Dimana dia sebelum murtad mengqadha puasanya. Apakah dia wajib mengqqadhanya atau gugur atasnya karena Islam telah menghancurkan (dosa-dosa) sebelumnya? Apakah hukum ini mencakup hari-hari puasanya yang diragukan keabsahannya karena dilakukan beberapa perkara yang tidak diketahui apakah hal itu membatalkannya atau tidak?
Alhamdulillah.
Pertama:
Para ulama berbeda pendapat akan hal ini menjadi dua pendapat:
Malikiyyah berpendapat bahwa murtad kalau dia masuk islam, dia tidak diharuskan mengqadha apa yang ditinggalkannya baik berupa shalat atau puasa sebelum murtadnya, maka dia dalam hal itu seperti orang kafir asli.
Dengan syarat kalau dia murtad bukan dalam rangka agar gugur qadhanya. Kalau dia melakukan karena hal itu (dengan niat menggugurkan amalnya), maka qadhanya tidak gugur. Sebagai balasan atas penyimpangan niatnya.
Al-Khorosyi dalam ‘Syarkh Qoulul Kholil mengatakan, “Dan menggugurkan shalat, puasa, zakat dan haji sebelumnya.”
Maksudnya kalau seorang yang terkena beban kewajiban (mukallaf) menyepelekan ibadah-ibadah sebelum murtadnya baik berupa shalat atau puasa atau zakat kemudian dia bertaubat dan kembali ke Islam, maka dia tidak diperintahkan untuk mengqadha semuanya itu. Dan gugur darinya. Karena Islam dapat menutupi (dosa-dosa) sebelumnya. Maka dia seperti orang asli kafir dan baru masuk Islam. Tidak diterima apa yang dilakukan sebelum murtadnya dari haji bahkan dia harus melakukan haji Islam lagi. Selayaknya urusan ini dibuat ketentuan, kalau maksud dari murtadnya itu bukan dalam rangka menggugurkan (kewajibannya). Kalau tidak, maka tidak gugur (kewajibannya) diperlakukan dengan kebalikan dari niatnya.” (Syarkh Al-Khorosyi alal Kholil, 8/68).
Adapun jumhur (mayoritas ulama) berpendapat, “Diwajibkan mengqadha apa yang ditinggalkan sebelum murtadnya.”
Terdapat dalam ‘Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyyah, (22/201), “Kalau orang murtad yang bertaubat ini ada shalat yang terlewatkan sebelum murtadnya atau puasa atau zakat, apakah diharuskan mengqadhanya?
Jumhur ulama fikih dari kalanga Hanafiyah, Syai’iyyah dan Hanabilah berpedapat, “Wajib mengqadha, karena meninggalkan ibadah adalah suatu bentuk kemaksiatan. Sementara kemaksiatan tetap ada setelah dia murtad.”
Kedua:
Bagi orang murtad ketika dia bertaubat, tidak perlu mengqadha apa yang ditinggalkan baik berupa shalat atau puasa atau zakat diwaktu ketika dia murtad, karena taubat dapat menghapus apa yang sebelumnya.
Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan, “Sementara murtad, maka dia tidak diwajibkan mengqadha, apa yang ditinggalkan waktu murtadnya baik berupa shalat, zakat dan puasanya dalam pendapat yang dikenal (masyhur). Dan diharuskan (mengqadha) apa yang ditinggalkan sebelum murtadnya dalam pendapat yang dikenal.” (Majmu Fatawa, 22/10).
Syeikh Ibnu Baz rahimahullah ditanya, “Apakah orang murtad harus mengqadha shalat dan puasa ketika dia kembali kepada Islam dan bertaubat kepada Allah?”
Maka beliau menjawab, “Dia tidak perlu menqadha. Siapa yang bertaubat, maka Allah akan menerima taubatnya. Kalau seseorang meninggalkan shalat atau melakukan di antara pembatal Islam, kemudian dia diberi hidayah oleh Allah dan bertaubat, maka dia tidak perlu mengqadhanya.
Ini adalah yang benar, di antara pendapat ahli ilmu, karena Islam dapat menutupi (dosa-dosa) yang lalu. Dan taubat dapat menghancurkan apa yang sebelumnya. Allah ta’ala berfirman:
قُلْ لِلَّذِينَ كَفَرُوا إِنْ يَنْتَهُوا يُغْفَرْ لَهُمْ مَا قَدْ سَلَفَ
“Katakanlah kepada orang-orang yang kafir itu: "Jika mereka berhenti (dari kekafirannya), niscaya Allah akan mengampuni mereka tentang dosa-dosa mereka yang sudah lalu.” (QS. AL-Anfal: 38)
Allah menjelaskan bahwa orang kafir kalau dia masuk Islam, Allah akan mengampuni (dosa-dosa) yang telah lalu.
Dan Nabi sallallahu’alaihi wa sallam bersabda:
التوبة تجب ما قبلها، والإسلام يهدم ما كان قبله
“Taubat dapat menutupi apa yang sebelumnya dan Islam dapat menghancurkan (menghapus dosa) apa yang sebelumnya.” (Majmu Fatawa Ibnu Baz, 29/196) .
Silahkan lihat jawaban no. 197247 .
Wallahu a’lam