Donasi untuk situs islamqa.info

Kami memohon donasi dengan suka rela untuk mendukung situs ini, agar situs anda -islamqa.info – berkelanjutan dalam melayani Islam dan umat Islam insyaallah

Apakah Menikah Dengan Wanita Yang Mandul Haram Hukumnya ?

03-01-2015

Pertanyaan 73416

Usia pernikahan bapak dan ibu saya sudah mencapai 25 tahun, sejak tiga tahun yang lalu bapak saya menikahi seorang janda yang beragama hindu dan menjadikannya sebagai seorang muallaf, sejak saat itulah kami banyak mengalami masalah di rumah, janda tersebut mempunyai 2 orang anak dari suami sebelumnya yang sudah meninggal dunia, masalahnya adalah isteri kedua bapak saya tersebut sebelumnya bekerja pada satu tempat dengan bapak saya, terdengar kabar sebelumnya bahwa bapak saya berpacaran dahulu sebelum akhirnya menikahinya, kabar tersebut tidak mengetahui kebenarannya kecuali Allah, wanita tersebut sebelumnya banyak dibicarakan orang, dia juga mengenakan pakaian yang mencolok, tiga tahun kemudian setelah menikah ciri khas keislamannya belum juga nampak, dia juga masih mengenakan pakaian yang mencolok, dia juga melakukan stiril (agar tidak bisa hamil) setelah melahirkan anak kedua dari suami sebelumnya. Atas dasar itulah maka bapak saya menikahinya karena dia mengetahui bahwa wanita tersebut tidak lagi bisa punya anak, pertanyaan saya adalah:
Apakah pernikahan tersebut adalah sah ?, sebagaimana diketahui bahwa Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- telah mengharamkan untuk menikahi wanita yang tidak mungkin punya anak ?, jika jawabannya: ya, bagaimanakah hukum dari kedua anaknya yang diberi nama Islam, keduanya pun bersekolah di sekolah Islam ?, bagaimanakah sikap saya seharusnya kepada ibu saya dan terhadap masalah ini ?

Teks Jawaban

Alhamdulillah.

Pertama:

Disebutkan dalam pertanyaan anda bahwa bapak anda telah menikahi seorang janda yang beragama hindu dan menjadikannya masuk Islam. Jika akad nikah dilaksanakan pada saat wanita tersebut masih beragama hindu, kemudian baru masuk Islam setelah itu maka pernikahan tersebut adalah batil. Diwajibkan bagi bapak anda untuk mengulangi akad nikahnya lagi; karena Allah –Ta’ala- mengharamkan seorang muslim untuk menikahi wanita musyrik sampai masuk Islam terlebih dahulu, Allah –Ta’ala- berfirman:

( وَلا تَنْكِحُوا الْمُشْرِكَاتِ حَتَّى يُؤْمِنَّ ) البقرة/221

“Dan janganlah kamu nikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman”. (QS. Al Baqarah: 221)

Namun jika akad nikahnya dilaksanakan setelah dia masuk Islam maka pernikahan tersebut sah.

Kedua:

Tidak dibolehkan bagi bapak anda untuk menikahi wanita yang sebagaimana anda gambarkan dalam pertanyaan anda, syariat yang suci ini telah menganjurkan agar memilih wanita yang taat beragama, cara berpakaian wanita tersebut yang mencolok dan mengundang syahwat itulah yang menghalangi seorang muslim untuk tidak memilihnya, maka menjadi kewajiban anda untuk menasehati bapak anda dengan cara yang baik dan mengarahkannya agar berkomitmen kepada hukum-hukum Islam, yang di antaranya adalah: menyuruhnya untuk memakai hijab dan berkomitmen kepada akhlak yang mulia.

Ketiga:

Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam- menganjurkan untuk menikahi wanita yang subur, sebagaimana riwayat Anas bin Malik –radhiyallahu ‘anhu- berkata: bahwa Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda:

( تَزَوَّجُوا الْوَدُودَ الْوَلُودَ , إِنِّي مُكَاثِرٌ الأَنْبِيَاءَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ ) رواه أحمد ( 12202 (

“Menikahlah kalian (dengan wanita) yang penyayang dan subur, karena saya termasuk Nabi yang banyak pengikutnya pada hari kiamat”. (HR. Ahmad: 12202 dan dishahihkan oleh Ibnu Hibban: 3/338 dan al Haitsami dalam Majma’ Zawaid: 4/474)

Syamsuddin Abadi –rahimahullah- berkata:

“Wadud” adalah wanita yang mencintai suaminya

“Walud” adalah yang banyak melahirkan.

Kenapa harus dengan kedua sifat tersebut, karena kalau wanita tersebut subur saja namun tidak penyayang akan menyebabkan suaminya tidak mencintainya, penyayang saja namun tidak subur maka tujuan menikah tidak tercapai, yaitu; memperbanyak umat dengan banyak melahirkan, kedua sifat tersebut bagi wanita yang masih perawan bisa diketahui melalui kerabatnya; karena secara umum tabiat kerabat itu akan saling mengalir satu sama lainnya”. (Aunul Ma’bud: 6/33-34)

Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam- telah melarang untuk menikahi wanita yang mandul, sebagaimana yang diriwayatkan oleh Ma’qil bin Yasar –radhiyallahu ‘anhu- berkata: Seseorang telah mendatangi Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- maka beliau bersabda:

إِنِّي أَصَبْتُ امْرَأَةً ذَاتَ حَسَبٍ وَجَمَالٍ وَإِنَّهَا لا تَلِدُ أَفَأَتَزَوَّجُهَا ؟ قَالَ : لا ، ثُمَّ أَتَاهُ الثَّانِيَةَ فَنَهَاهُ ، ثُمَّ أَتَاهُ الثَّالِثَةَ فَقَالَ : ( تَزَوَّجُوا الْوَدُودَ الْوَلُودَ فَإِنِّي مُكَاثِرٌ بِكُمْ الأُمَمَ ) رواه النسائي ( 3227 ) وأبو داود ( 2050 (

“Sungguh saya telah mendapatkan wanita yang mempunyai kedudukan tinggi, cantik, namun dia mandul, maka apakah saya melanjutkan untuk menikahinya ?, beliau bersabda: “Jangan”. Kemudian dia mendatangi beliau untuk yang kedua kalinya, beliau pun melarangnya, lalu dia mendatangi beliau untuk yang ketiga kalinya, maka beliau bersabda: “Menikahlah kalian dengan wanita yang penyayang, subur; karena saya merasa bangga dengan umat yang banyak”. (HR. Nasa’i: 3227 dan Abu Daud: 2050, dishahihkan oleh Ibnu Hibban: 9/363 dan al Baani dalam Shahih Targhib: 1921)

Larang di atas bukan larangan yang mengharamkan, namun larangan yang dibenci saja, para ulama telah menyebutkan bahwa memilih wanita yang subur adalah mustahab (sunnah) bukan wajib.

Ibnu Qudamah dalam al Mughni berkata:

“..Dan disunnahkan untuk memilih wanita yang dikenal dengan banyak anaknya”.

Al Manawi berkata dalam Faidhul Qadir (6/9775): “Menikah dengan wanita yang tidak subur adalah makruh (dibenci bukan haram)”.

Sebagaimana seorang wanita dibolehkan untuk menikah dengan laki-laki yang mandul, demikian juga bagi seorang laki-laki boleh menikah dengan wanita yang mandul”.

Al Hafidz dalam al Fathu berkata:

“Sedangkan orang yang tidak mempunyai keturunan dan tidak tertarik kepada wanita dan jima’ maka bagi orang tersebut hukum nikah adalah mubah, jika pihak wanitanya mengetahui dan menyutujuinya”.

Keempat:

Adapun bahwa bapak anda memberi nama anak tirinya dengan nama Islam dan mendaftarkannya di sekolah Islam, keduanya merupakan perkara yang baik, patut diberikan apresiasi, merubah nama-nama yang buruk dan asing menjadi nama-nama Arab dan Islam merupakan perkara yang terpuji dan baik, anda bisa juga membaca jawaban soal nomor: 23273, 14622 dan 12617.

Memasukkan mereka pada sekolah Islam agar mereka mengenal ajaran Islam yang benar dan meyakininya, menjadi harapan kita semua agar mereka menjadi muslim yang sholeh.

Kelima:

Anda wajib berbakti kepada ibu anda, menjaganya dan membantu urusannya. Nasehatilah dia agar beliau mau memberikan hak bapak anda, beliau tidak dibolehkan membantah perintah bapak anda kecuali kalau dia menyuruhnya bermasiat kepada Allah –Ta’ala-. Anda juga wajib menasehati ibu tiri anda dan  menuntunnya kepada jalan kebaikan, demikian juga anak-anaknya, berusahalah dengan sekuat tenaga dan bantulah mereka untuk mengenal Islam dan menerapkan hukum-hukumnya.

Semoga Allah memperbaiki keadaan keluarga anda, dan memberi petunjuk kepada mereka semua untuk mentaati-Nya, dan menuntun anda untuk beribadah kepada-Nya dengan baik.

Wallahu a’lam.

Pernikahan Yang Tidak Sah / Rusak Berbuat Baik Antara Suami Istri
tampilan di situs islamqa.info