Kami memohon donasi dengan suka rela untuk mendukung situs ini, agar situs anda -islamqa.info – berkelanjutan dalam melayani Islam dan umat Islam insyaallah
Mohon saya diberi masukan untuk menghafal Al-Qur’an misalnya soal metode menghafalkannya.
Alhamdulillah.
Kaidah penting dalam menghafalkan Al-Qur’anul Karim
Wajib ikhlas dalam niat, memperbaiki keinginan dan perhatian terhadap Al-Qur’an karena Allah ta’ala semata agar mendapatkan kemenangan surga dan mendapatkan ridha-Nya. Allah befirman:
فَاعْبُدِ اللهَ مُخْلِصًا لَهُ الدِّينَ . أَلَا لله الدِّينُ الْخَالِصُ
“Maka sembahlah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya. Ingatlah, hanya kepunyaan Allah-lah agama yang bersih (dari syirik).” (QS. Az-Zumar: 2-3)
Dalam hadits Qudsi, Allah berfirman:
أَنَا أَغْنَى الشُّرَكَاءِ عَنِ الشِّرْكِ، مَنْ عَمِلَ عَمَلًا أَشْرَكَ فِيهِ مَعِي غَيْرِي، تَرَكْتُهُ وَشِرْكَهُ
“Aku tidak butuh terhadap orang-orang musyrik atas kesyirikan yang mereka lakukan. Barangsiapa yang menyekutukan Aku dengan sesuatu yang lain, akan Ku tinggalakan ia bersama kesyirikannya."
Hal itu tidak mungkin kecuali memperdengarkan kepada penghafal dan pakar Al-Qur’an yang bagus dan mumpuni. Al-Qur’an tidak dapat diterima diambil kecuali dengan cara bertemu langsung (talaqi). Rasulullah sallallahu alaihi wa sallam mengambilnya dari Jibril secara langsung. Para shahabat mengambilnya dari Rasulullah sallallahu alaihi wa sallam secara langsung. Begitu juga generasi umat ini mendengarkan dan mengambil darinya.
Orang yang ingin menghafalkan harus menentukan apa yang diinginkan setiap menghafalkannya. Setelah menentukan yang diinginkan dan memperbaiki bacaan, baru memulai mengulang-ulang. Ketika mengulang-ulang Al-Qur’an harus dengan dilagukan hal itu, pertama untuk menghilangkan kepenatan. Kedua untuk menguatkan hafalan. Karena melagukannya termasuk sesuatu yang enak didengarkan sehingga membantu untuk menghafal dan membiasakan lisan dengan nada tertentu sehingga dapat diketahui kesalahannya secara langsung ketika tidak sesuai dengan nada bacaan. Apalagi Rasulullah sallallahu alaihi wa sallam bersabda:
لَيْسَ مِنَّا مَنْ لَمْ يَتَغَنَّ بِالقُرْآنِ
“Bukan dari golongan kami orang yang tidak melagukan dengan Al-Qur’an.” (HR. Bukhari)
Orang yang menghafal Al-Quran tidak dibenarkan berpindah ke target hafalan baru kecuali dia telah menyempurnakan hafalan lama. Hal itu untuk menguatkan apa yang telah dihafalkan secara sempurna dalam benak. Yang membantu target hafalan adalah menjadikan aktifitas menghafal sebagai kesibukan sepanjang siang dan malam. Hal itu dengan membacanya dalam shalat yang bacaannya pelan dan dalam shalat yang bacaannya keras kalau dia menjadi imam. Begitu juga ketika shalat sunah dan saat menunggu shalat. Dengan metode seperti ini memudahkan untuk menghafal dan setiap orang dapat melakukannya meskipun dia sibuk dengan urusan lainnya.
Di antara yang dapat membantu untuk hafalan adalah menggunakan mushaf khusus untuk dirinya (menggunakan mushaf cetakan tertentu), jangan mengganti dengan cetakan lainnya. Karena seseorang menghafal dengan melihat seperti menghafal dengan mendengarkan. Sehingga gambar ayat-ayat dan tempatnya dalam mushaf terpatri dalam benak sesuai bacaan dan penghlihatan dalam mushaf. Kalau penghafal merubah mushaf yang dia gunakan untuk menghafalnya atau menghafal dengan menggunakan mushaf yang berbeda-beda tempat-tempat ayat, maka akan kehilangan fokus dan kesulitan menghafalkannya.
Di antara hal yang sangat membantu untuk menghafal adalah memahami ayat yang akan dihafalkan serta mengetahui keterkaitan satu dengan lainnya. Oleh karena itu penghafal wajib membaca tafsir sebagian ayat dan surat yang akan dihafalkannya. Sehingga dia dapat menghadirkan dalam benaknya ketika membaca untuk memudahkan mengingat ayat. Akan tetapi jangan menyandarkan hafalan hanya dengan pemahaman, tapi terus diulang-ulang untuk memudahkan hafalan.
Setelah menyelesaikan satu surat , penghafal selayaknya jangan berpindah ke surat lainnya kecuali hafalannya telah sempurna, dapat mengaitkan bagian pertama dengan akhirnya. Lisannya lancar dan mudah membacanya, tanpa berfikir dan terhambat dalam benak karena mengingat ayat. Hafalannya harus tampak mudah dan jangan melewati ke surat lainnya sebelum kuat dan tepat dalam hafalannya.
Penghafal Al-Qur’an jangan hanya bersandar kepada hafalannya sendiri. Seharusnya dia perdengarkan hafalannya kepada penghafal lainnya atau teman lain yang melihat mushaf. Penghafal yang bagus bacaannya dapat mengoreksi kekeliruan dalam ucapan, harokat atau kekeliruan lainnya. Berapa banyak dari surat yang dihafalkan seseorang terjadi kesalahan tanpa disadari meskipun dengan membaca pada mushaf. Karena seringkali membaca itu lebih mendahului daripada penglihatan. Dia melihat ayat yang ingin dihafalkan dalam mushaf sementara dirinya tidak melihat kesalahan pada bacaannya. Oleh kerana itu memperdengarkan bacaan Al-Qur’an kepada orang lain termasuk sarana terbaik untuk mengetahui kesalahan.
Menghafal Al-Qur’an berbeda dengan mengahafal syair atau prosa. Karena Al-Qur’an cepat hilang dari ingatan. Nabi sallallahu alaiahi wa sallam bersabda:
وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَهُوَ أَشَدُّ تَفَلُّتًا مِنْ أَحَدِكُمْ مِنَ الْإِبِلِ مِنْ عُقُلِهِ
(متفق عليه)
“Demi jiwaku yang ada di tangan-Nya. Dia (hafalan Al-Qur’an) lebih cepat lepas dibandingkan unta dari ikatannya.” (HR. Muttafaq ‘alihi)
Ketika pembaca sebentar saja meninggalkannya, maka ia akan lari dan cepat hilang. Oleh karena itu harus terus menerus dan terus mengulang dan begadang malam untuk (menjaga) hafalan . Oleh karena itu Nabi sallallahu alaihi wa sallam bersabda:
مَثَلُ صَاحِبِ الْقُرْآنِ كَمَثَلِ صَاحِبِ الْإِبِلِ الْمُعَقَّلَةِ، إِنْ عَاهَدَ عَلَيْهَا أَمْسَكَهَا وَإِنْ طَلَّقَهَا ذَهَبَتْ
(متفق عليه)
“Sesungguhnya perumpamaan pemilik Qur’an seperti pemilik unta yang tertambat. Kalau dia menjaganya akan terikat, kalau dibiarkan akan lepas.” (Muttafaq alaihi)
Hal itu mengharuskan penghafal mempunyai wirid tetap minimal satu juz setiap hari. Maksimal membaca 10 juz. Berdasarkan sabda Nabi sallallahu alaihi wa sallam:
مَنْ قَرَأَ الْقُرْآنَ فِي أَقَلَّ مِنْ ثَلَاثٍ لَمْ يَفْقَهْهُ
(متفق عليه)
“Siapa yang membaca kurang dari tiga (hari) maka dia tidak mengerti.” (Muttafaq alaih)
Dengan mengulang terus menerus seperti ini, maka hafalan akan terjaga.
Al-Qur’an Karim dalam arti dan lafaznya memiliki kemiripan (mutasyabih). Allah ta’ala berfirman:
اللهُ نَزَّلَ أَحْسَنَ الْحَدِيثِ كِتَابًا مُتَشَابِهًا مَثَانِيَ تَقْشَعِرُّ مِنْهُ جُلُودُ الَّذِينَ يَخْشَوْنَ رَبَّهُمْ ثُمَّ تَلِينُ جُلُودُهُمْ وَقُلُوبُهُمْ إِلَى ذِكْرِ اللهِ
(سورة الزمر: 23)
“Allah telah menurunkan perkataan yang paling baik (yaitu) Al Al-Qur’anQur’an yang serupa (mutu ayat-ayatnya) lagi berulang-ulang, gemetar karenanya kulit orang-orang yang takut kepada Tuhannya.” (QS. A-Zumar: 23)
Oleh karena itu, pembaca yang bagus mempunyai perhatian khusus terkait dengan (ayat-ayat) yang mirip (mutsayabihat). Yang kami maksud adalah kemiripan dalam lafaznya. Seberapa besar perhatiannya dalam masalah ini sebesar itupula kualitas hafalannya.
11. Memanfaatkan usia emas untuk menghafal.
Orang yang mendapatkan taufik dari Allah adalah orang yang memanfaatkan usia emas untuk menghafalkan. Yaitu umur lima sampai sekitar 23 tahun. Seseorang pada umur ini, biasanya hafalannya bagus sekali sedangkan sebelum usia lima tahun kemampuannya dibawah itu. Sedangkan di atas usia 23 tahun kemampuan hafalannya mulai menurun sedangkan kemampuan pemahamannya mulai naik. Oleh karena itu para pemuda yang memperhatikan usia ini dengan memanfaatkannya untuk mengahafal kitabullah disaat kemampuan hafalannya cepat dan besar sementara lambat lupanya. Berbeda kalau setelah usia emas setelah itu. Sungguh benar ungkapan orang yang mengatakan:
“Menghafal di usia kecil bagaikan mengukir di atas batu. Dan menghafal di usia tua bagaikan mengukir di atas air.”
Maka, hak Kitabullah atas kita adalah menghafalnya dan menguatkan hafalanya juga mengambil petunjuk dari-Nya dan mengikuti-Nya dan menjadikannya sebagai undang-undang kehidupan kita, cahaya hati kita dan penyejuk hati kita. Semoga kaidah-kaidah tadi sebagai pondasi kuat bagi orang yang ingin menghafal Kitabullah ta’ala dengan kuat dan ikhlas.
Wallahu ta’ala a’lam shalawat semoga terlimpahkan kepada Nabi kita Muhammad.