Senin 22 Jumadits Tsani 1446 - 23 Desember 2024
Indonesian

Syarat-syarat Diterimanya Amal Menurut Allah ‘Azza wa Jalla

Pertanyaan

Apa saja syarat-syarat yang menjadikan amal yang dilakukan oleh seorang muslim itu diterima, kemudian Allah akan memberikan pahala kepadanya ?, apakah jawabannya dengan sederhana, hendaknya seorang muslim itu berniat untuk mengikuti Al Qur’an dan Sunnah, dan hal itu akan menyiapkannya untuk mendapatkan pahala, meskipun bisa jadi ia telah melakukan kesalahan dalam amalnya itu ? atau dia harus mempunyai niat, dan sebagai tambahan pada hal itu maka ia harus mengikuti sunnah yang shahih ?

Teks Jawaban

Alhamdulillah.

Disyaratkan dalam ibadah hingga bisa diterima di sisi Allah ‘azza wa jalla dan seorang hamba akan diberikan pahala kepadanya, hendaknya terpenuhi dua syarat:

Syarat Pertama:

Ikhlas karena Allah ‘azza wa jalla. Allah ta’ala berfirman:

وما أمروا إلا ليعبدوا الله مخلصين له الدين حنفاء    سورة البينة/5

“Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan keta`atan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus”. (QS. Al Bayyinah: 5)

Dan makna ikhlas adalah hendaknya yang menjadi tujuan seorang hamba dengan semua ucapan, amalnya yang lahir dan batin karena berharap ridho Allah ta’ala, Allah ta’ala  berfirman:

وما لأحد عنده من نعمة تجزى إلا ابتغاء وجه ربه الأعلى   سورة الليل/19-20

“Padahal tidak ada seorangpun memberikan suatu ni'mat kepadanya yang harus dibalasnya, tetapi (dia memberikan itu semata-mata) karena mencari keridhaan Tuhannya Yang Maha Tinggi”. (QS. Al Lail: 19-20)

Allah ta’ala juga berfirman:

إنما نطعمكم لوجه الله لا نريد منكم جزاءً ولا شكوراً    الإنسان/9

“Sesungguhnya Kami memberi makanan kepadamu hanyalah untuk mengharapkan keridhaan Allah, kami tidak menghendaki balasan dari kamu dan tidak pula (ucapan) terima kasih”. (QS. Al Insan: 9)

Allah ta’ala juga berfirman:

من كان يريد حرث الآخرة نزد له في حرثه ومن كان يريد حرث الدنيا نؤته منها وما له في الآخرة من نصيب   سورة الشورى/20

“Barangsiapa yang menghendaki keuntungan di akhirat akan Kami tambah keuntungan itu baginya dan barangsiapa yang menghendaki keuntungan di dunia Kami berikan kepadanya sebagian dari keuntungan dunia dan tidak ada baginya suatu bahagianpun di akhirat”. (QS. Asy Syura: 20)

Dia ta’ala juga berfirman:

  مَنْ كَانَ يُرِيدُ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا وَزِينَتَهَا نُوَفِّ إِلَيْهِمْ أَعْمَالَهُمْ فِيهَا وَهُمْ فِيهَا لا يُبْخَسُونَ أُوْلَئِكَ الَّذِينَ لَيْسَ لَهُمْ فِي الآخِرَةِ إِلا النَّارُ وَحَبِطَ مَا صَنَعُوا فِيهَا وَبَاطِلٌ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ   سورة هود/15-16

“Barangsiapa yang menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, niscaya Kami berikan kepada mereka balasan pekerjaan mereka di dunia dengan sempurna dan mereka di dunia itu tidak akan dirugikan. Itulah orang-orang yang tidak memperoleh di akhirat, kecuali neraka dan lenyaplah di akhirat itu apa yang telah mereka usahakan di dunia dan sia-sialah apa yang telah mereka kerjakan?”. (QS. Huud: 15-16)

Dan dari Umar bin Khattab –radhiyallahu ‘anhu- berkata: “Saya telah mendengar Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda-:

إِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى دُنْيَا يُصِيبُهَا أَوْ إِلَى امْرَأَةٍ يَنْكِحُهَا فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ   رواه البخاري  بدء الوحي/1

“Sesungguhnya amal itu bergantung pada niatnya, dan setiap orang sesuai dengan apa yang telah ia niatkan, maka barang siapa yang hijrahnya untuk dunia yang ingin ia raih atau untuk wanita yang ingin ia nikahi, maka hijrahnya sesuai dengan apa yang telah ia  hijrahkan”. (HR. Bukhori: 1)

Telah disebutkan dalam riwayat Muslim dari hadits Abu Hurairah berkata: “Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda: “Allah tabaraka wa ta’ala berfirman:

أَنَا أَغْنَى الشُّرَكَاءِ عَنْ الشِّرْكِ مَنْ عَمِلَ عَمَلًا أَشْرَكَ فِيهِ مَعِي غَيْرِي تَرَكْتُهُ وَشِرْكَهُ   رواه مسلم ( الزهد والرقائق/5300(

“Aku adalah yang paling tidak butuh kepada sekutu dalam perbuatan syirik, barang siapa yang mengerjakan suatu amal kesyirikan kepada-Ku, Aku akan meninggalkannya dan sekutunya”. (HR. Muslim, Az Zuhdu wa Raqaiq: 5300)

Syarat Kedua:

Kesuaian amal dengan syari’at yang telah diperintahkan oleh Allah ta’ala, agar Dia tidak sembah kecuali dengan yang diperintahkan-Nya tersebut, yaitu; dengan mengikuti syari’at Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- yang dibawa oleh beliau, telah disebutkan di dalam hadits dari Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam-:

من عمل عملاً ليس عليه أمرنا فهو رد   رواه مسلم ( الأقضية/3243(

“Barang siapa yang mengerjakan amal yang tidak ada perintah kami, maka akan tertolak”. (HR. Muslim, Al Aqdhiyah: 3243)

Ibnu Rajab –rahimahullah- berkata:

“Hadits ini merupakan dasar utama dari dasar-dasar Islam, hal itu seperti timbangan bagi amalan secara lahir, sebagaimana bahwa hadits “Sesungguhnya amal itu bergantung kepada niatnya” juga menjadi timbangan amal secara batin, sebagaimana setiap amal yang tidak ditujukan karena Allah ta’ala, maka bagi pelakunya tidak mendapatkan pahala, maka demikian juga setiap amal yang tidak ada perintah Allah dan Rasul-Nya, maka ia tertolak kepada pelakunya, dan setiap orang yang menambahkan hal baru dalam agama yang tidak diizinkan oleh Allah dan Rasul-Nya, maka hal itu bukanlah dari agama sama sekali”. (Jami’ Ulum wal Hikam: 1/176)

Dan Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- telah menyuruh untuk mengikuti sunnahnya, petunjuknya, dan berkomitmen kepada keduanya. Beliau ‘alaihis shalatu was salam bersabda:

عليكم بسنتي وسنة الخلفاء الراشدين المهدين من بعدي عضوا عليها بالنواجذ

“Diwajibkan kepada kalian untuk mengikuti sunnahku, dan sunnah para khulafa’ rasyidin yang dijanjikan setelahku, dan gigitlah oleh kalian (sunnah tersebut) dengan gigi geraham”.

Dan beliau memperingatkan tentang bid’ah,  seraya bersabda:

  وإياكم ومحدثات الأمور فإن كلَّ بدعة ضلالة  رواه الترمذي ( العلم /2600) وصححه الألباني في صحيح سنن الترمذي برقم 2157  

“Jauhilah oleh kalian hal-hal yang baru (dalam agama), karena setiap bid’ah (perkara baru dalam agama) adalah sesat”. (HR. Tirmidzi, bab Al Ilmu: 2600, dan telah ditashih oleh Albani di dalam Shahih Sunan Tirmidzi: 2157)

Ibnul Qayyim berkata:

“Sungguh Allah telah menjadikan keikhlasan dan mengikuti Nabi menjadi sebab untuk diterimanya amal, dan jika tidak terpenuhi maka amal tersebut tidak diterima”. (Ar Ruh: 1/135)

Allah ta’ala berfirman:

الذي خلق الموت والحياة ليبلوكم أيكم أحسن عملاً 

“Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya”. (QS. Al Mulk: 2)

Fudhail berkata:

“Ahsanu ‘amala adalah yang paling ikhlas dan yang paling benar”. Dan Allah adalah Sang Pemberi Taufik.

Refrensi: Syekh Muhammad Sholeh Al-Munajid