Jum'ah 19 Ramadhan 1445 - 29 Maret 2024
Indonesian

Hukum Merapikan Jenggot Dan Memotong Bulu Dibawah Bibir

100909

Tanggal Tayang : 14-05-2013

Penampilan-penampilan : 90899

Pertanyaan

Suatu yang tidak diragukan lagi bahwa agama memerintahkan kami agar tidak mencukur jenggot. Akan tetapi apakah seorang diharuskan tidak mengambilnya sedikitpun juga untuk selamanya. Maksudku memendekkan dan merapikannya dengan tetap memanjangkan. Dimana tidak pendek tapi sedang panjangnya. Kelihatan jelak pemilik jenggot ini (jika) masih tetap (dibiarkan) memanjang. Pertanyaanku terkait dengan merapikannya, dan memotong ujungnya dari waktu ke waktu, apakah hal itu diperbolehkan? Meskipun tidak sampai satu genggaman sebagaimana pendapat sebagian para ulama’? masalah lain lagi, apakah bulu yang ada dibawah bibir yang ada di tengah termasuk jenggot. Saya memendekkan terus menerus karena hal itu menggangguku. Masalah lain, yang seringkali ada pada benakku yang mungkin asing. Yaitu asalnya jenggot tidak dipendekkan dan dirapikan. Karena jarang sekali jenggot itu (tumbuh) sempurna ketika keluar sewakti balig, dan sangat jarang (tumbuh) sempurna bersamaan dan (bertambah) umur. Apakah masuk akal bahwa setiap orang Islam di dunia ini tidak pernah sama sekali menyentuh jenggotnya. Maksud saya memendekkan dan merapikan dengan (tetap) memanjangkan?

Teks Jawaban

Alhamdulillah.

Pertama,

Telah ada dalil shoheh akan kewajiban membiarkan dan memanjangkan jenggot. Dan hal ini mengandung tidak (boleh) mengambilnya sedikitpun juga, hal itu diperkuat dengan prilaku Nabi sallallahu’alaihi wa sallam. Bahwa beliau tidak pernah sama sekali mengambil sedikitpun dari jenggotnya.

Para ulama’ yang tergabung dalam Al-Lajnah Ad-Daimah Lil Ifta’ ditanya, “Apa hukum mencukur jenggot dan mengambil sedikit darinya?

Mereka menjawab, “Mencukur jenggot itu haram. sebagaimana telah ada (dalil) yang shoheh dan jelas serta khabar (nash). Dan keumuman nash yang melarang menyerupai orang kafir. Diantara (dalil) itu adalah hadits Ibnu Umar bahwa Rasulullah sallallahu’alaihi wa sallam bersabda:

( خالفوا المشركين ، وفروا اللحى ، وأحفوا الشوارب ) وفي رواية : ( أحفوا الشوارب ، وأعفوا اللحى ) وفيه أحاديث أخرى بهذا المعنى .

“Berbedalah dengan oran-orang musyrik, biarkan jenggot (memanjang) dan tipiskan kumis.” Dalam redaksi lain (Tipiskan kumis dan biarkan jenggot (memanjang) dan ada hadits-hadits lain yang semakna.

“I’faul Lihayah” adalah membiarkan dalam kondisinya (asalnya). Sementara ‘Taufiriha’ adalah membiarkan memnajang tanpa dicukur, dicabut atau dipotong sedikitpun juga. Ibnu Hazm meneceritakan adanya ijma’ (consensus para ulama’) bahwa memendekkan kumis dan memanjangkan jenggot adalah wajib. Dan berdalil dengan sejumlah hadits diantaranya adalah hadits Ibnu Umar radhiallahu’anhuma tadi. Dan hadits Zaid bin Arqom bahwa Nabi sallallahu’alaihi wa sallam bersabda:

( من لم يأخذ من شاربه فليس منا ) صححه الترمذي

“Siapa yang tidak mengambil dari kumisnya sedikitpun, maka dia bukan dari (golongan) kami.” Dinyatakan shoheh oleh Tirmizi.

Dalam kitab ‘Al-Furu’ dikatakan, “Redaksi seperti ini menurut teman-teman kami (maksdunya Hanabilah) mengandung pengharaman.

Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan, “Al-Qur’an, Sunnah dan Ijma’ telah menunjukkan perintah untuk berbeda dengan orang-orang kafir. Dan larangan secara umum menyerupai mereka. Karena menyerupai mereka secara penampilan, menyebabkan menyerupai mereka dalam akhlak dan perilaku negative. Bahkan (bisa sampai) pada keyakinan yang sama. Hal itu dapat mewariskan kecintaan dan loyalitas dalam batin. Sebagaimana kecintaan dalam batin dapat mewariskan kesamaan dalam penampilan. Diriwayatkan oleh Tirmizi bahwa Rasulullah sallallahu’alaihi wa sallam bersabda:

( ليس منا من تشبه بغيرنا ، لا تشبهوا باليهود ولا بالنصارى ) الحديث ، وفي لفظ : ( من تشبه بقوم فهو منهم ) رواه الإمام أحمد

“Bukan dari (golongan) kami orang yang menyerupai (golongan) lain. Jangan menyerupai orang Yahudi dan Nasroni.” Al-Hadits. Dalam redaksi lain, “Siapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk dalam golongan mereka.” HR. Imam Ahmad.

Umar bin Khottob menolak kesaksian orang yang dicukur jenggotnya. Imam Abdul Bar mengatakan dalam kitab ‘At-Tamhid’; “Diharamkan mencukur jenggot. Tidak dilakukan kecuali orang banci dari kalangan lelaki.” Maksudnya menyerupai para wanita.

Dahulu Nabi sallallahu’alaihi wa sallam jenggotnya lebat. HR. Muslim dari Jabir. Dalam redaksi lain “Lebat jenggotnya” semuanya satu arti. Maka tidak diperbolehkan mengambil sedikitkan darinya karena keumuman dalil akan larangan itu.” Selesai ‘Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah, (5/133).

Kedua,

Rambut yang tumbuh dibawah bibir dan diatas janggut namanya adalah ‘’Anfaqah’ ada perbedan dimasukkan ke dalam jenggot atau tidak. Yang Nampak tidak termasuk (jenggot). Dalam ‘Qomus Al-Muhith’ dikatakan, “kata ‘Al-Lihyah’ dengan dikasroh adalah rambut yang ada didua pipi dan dijanggut.” Selesai

Dalam kitab ‘Al-Inshof, (1/134) dikatakan dalam tata cara wudhu,”Rambut selain jenggot seperti rambut dua alis mata, kumis, ‘anfaqoh (bulu dibawah bibir), jenggot seorang wanita dan selain dari itu. Yang benar dalam madzhab, (semuanya) hukumnbya seperti jenggot. Dan ini pendapat jumhur. Selesai maksudnya seperti jenggot dalam kewajiban membasuh ringan dalam berwudhu. Dan dianjurkan menyela-nyela dalam jenggot lebat. Dan ini sangat jelas bahwa ‘anfaqah (rambut dibawah bibir) tidak termasuk jenggot.

Syeikh Ibnu Utsaimin rahimahullah ditanya, “Terkait dengan rambut yang ada dibawah bibir apakah (boleh) dipendekkan atau dibiarkan apa adanya? Maka beliau menjawab, “Itu dinamakan ‘Anfaqoh’ bukan termasuk jenggot. Dibiarkan seperti apa adanya, kecuali kalau seseorang tergenggu dengannya (maka boleh dipendekkan).” Selesai dari ‘Liqo’ Al-Bab Al-Maftuh, (9/16).

Ketiga,

Tidak asing dalam masalah memanjangkan jenggot dan membiarkan pada kondisinya, padahal terkadang belum sempurna. Atau terkadang tumbuh dimana-mana. Kalau ia dibiarkan pada kondisinya maka itu menjadi hiasan dan anggun. Bagaimanapun bentuknnya. Sebagaimana yang terlihat. (Sementara) mengatur dan merapikan, seringkali menghilangkan keelokannya. Seseorang hendaknya melaksanakan hukum agama tanpa dibenturkan dengan logika, perasaan dan kebiasaan. Dahulu para shahabat radhiallahu’anhum membiarkan dan memanjangkan jenggotnya. Tidak ada ketetapan dari mereka merapikan dan memendekkannya. Sementara mereka adalah umat yang paling sempurna ilmu dan perasaan. Dan tidak menganggap hal itu suatu aib. Karena penciptaan Allah semuanya adalah indah. Telah diriwayatkan oleh Ahmad (19493) dari Ya’qub bin ‘Asyim bahwa beliau mendengar Syuraid berkata,

أبصر رسول الله صلى الله عليه وسلم رجلا يجر إزاره فأسرع إليه أو هرول ، فقال : ارفع إزارك ، واتق الله ، قال : إني أحنف تصطك ركبتاي . فقال : ارفع إزارك فإن كل خلق الله عز وجل حسن ، فما رؤى ذلك الرجل بعد إلا إزاره يصيب أنصاف ساقيه ، أو إلى أنصاف ساقيه .
قال شعيب الأرنؤوط : إسناده صحيح على شرط مسلم ، وصححه الألباني في السلسلة الصحيحة (1441).

“Rasulullah sallallahu’alaihi wa sallam melihat seseorang  menjulurkan sarungnya (dibawah mata kaki), maka beliau bersegerah menuju kepadanya dan mengatakan, “Angkatlah sarung anda. Dan bertakwalah kepada Allah. Orang itu mengatakan, “Sesungguhnya saya pincang dan dan lututku saling bersentuhan. Nabi bersabda, “Angkat sarungmu, sesungguhnya semua ciptaan Allah Azza Wajalla itu bagus. Maka tidak dilihat orang tersebut setelah itu melainkan sarungnya mengenai setengah betis. Atua sampai setengah betisnya.” Syu’aib Al-Arnauth mengatakan, “Sanadnya shoheh dengan syaratnya imam Muslim. Dinyatakan shoheh oleh Al-Albany di ‘As-Silsilah As-Shohehah (1441).

Kata ‘Al-Ahnaf’ adalah kakinya pincang.

Perhatikan hadits ini, di dalamnya ada pelajaran dan peringatan bagi orang yang menyangka bahwa tidak merapikan jenggot itu menghilangkan keelokan dan (penampilan) bagus. Bahkan semua ciptaan Allah itu bagus. Tidaklah orang mukmin melainkan merealisasikan perintah Allah Ta’ala. Dan mengikuti Nabi-Nya sallallahu’alaihi wa sallam. Dan mendahulukan hal itu dibandingkan dengan hawa nafsunya. Semoga Allah menambahkan kepada kami dan anda ilm, fiqih dan mengikuti (sunnah).

Wallahu’alam .

Refrensi: Soal Jawab Tentang Islam