Alhamdulillah.
Bagi lelaki tidak ada iddah, sesungguhnya iddah itu dikhususkan bagi para wanita, baik iddah perceraian maupun untuk yang meninggal dunia. Seorang lelaki dilarang untuk menikahi wanita yang kelima sampai selesai iddah wanita keempat yang diceraikannya. Sebagaimana dilarang menikahi saudari perempuan istrinya atau bibi dari jalur ayahnya atau dari jalur ibunya. Sampai selesai iddah istrinya, akan tetapi tidak layak hal ini dinamakan dengan iddah.
Al-Khottob rahimahullah mengatakan dalam kitab ‘Mawhibul Jalil, (4/140), “Adapun penamaan massa ketika suami dilarang menikah ketika dia telah menceraikan istri keempat atau menceraikan saudari istrinya atau orang yang diharamkan menggabungkan di antara keduanya dengan nama iddah, tidak diragukan lagi itu hanya sekedar kiasan (majaz). Tidak layak dimasukkan dalam hakekat sebagai masa iddah syar’iyyah. Wallahua’lam.”
Dalam kitab ‘Al-Mausu’ah Al—Fiqhiyyah, (29/306) dikatakan, “Waktu seorang lelaki menunggu iddah, para ulama’ fikih berpendapat bahwa tidak diwajibkan bagi lelaki adanya iddah. Dimana dia diperbolehkan setelah berpisah dengan istrinya untuk menikah dengan wanita lainnya tanpa menunggu waktu iddahnya, kecuali kalau disana ada sesuatu yang menghalangi hal itu. Seperti ketika dia ingin menikah dengan bibi dari ayahnya atau dari ibunya atau dari saudarinya atau wanita lainnya yang tidak dihalalkan baginya untuk mengumpulkan di antara keduanya. Atau dia menceraikan istri keempatnya dan ingin menikah dengan wanita lainnya. Maka dia harus menunggu selama iddah perceraian roj’i menurut kesepakan (ulama’). Atau talaq Bain menurut Hanafiyah yang berbeda dengan mayoritas ulama’ fikih yang berpendapat tidak diharuskan menunggunya. Larangan seorang lelaki menikah disini tidak dinamakan dengan iddah. Baik secara arti bahasa maupun secara istilah. Meskipun mempunyai arti iddah.
Nafrawi mengatakan, “Maksud hakekat dari iddah adalah melarang wanita, karena masa larangan setelah menceraikan istri keempat untuk menikah dengan wanita lainnya tidak dinamakan iddah, baik dari sisi bahasa maupun dari sisi syariat. Karena seorang laki tidak boleh menikah pada beberapa kondisi, seperti saat ihram atau sakit, namun demikian hal itu tidak dinamakan masa iddah.”