Kamis 16 Syawal 1445 - 25 April 2024
Indonesian

Undang-undang Yang Melarang Poligami atau Menyulitkannya

133144

Tanggal Tayang : 28-03-2015

Penampilan-penampilan : 5831

Pertanyaan

Bagaimanakah pendapat anda tentang undang-undang yang melarang syari’at poligami ?, atau yang menjadikan istri mempunyai hak untuk minta cerai kepada suaminya yang menikah lagi ?

Teks Jawaban

Alhamdulillah.

Menjadi kewajiban seorang muslim, baik yang menjadi hakim atau yang diadili agar mengembalikan semua urusannya kepada Alloh dan Rasul-Nya tidak kepada selain keduanya, Alloh –Ta’ala- telah menyuruh kita semua agar mentaati pemimpin kita, kemudian Dia juga menyuruh semuanya baik yang menjadi hakim atau yang sedang diadili, jika mereka berselisih agar mengembalikan urusannya kepada Al Qur’an dan sunnah Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- dan menjadikan hal tersebut menjadi syarat dalam keimanan. Alloh –Ta’ala- berfirman:

(يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُوْلِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ذَلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا) النساء/59 .

“Hai orang-orang yang beriman, ta`atilah Allah dan ta`atilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Qur'an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya”. (QS. An Nisa’: 59)

As Sa’di –rahimahullah- berkata:

“Kita diperintah untuk mengembalikan semua sengketa manusia, baik yang menyangkut masalah ushuluddin (pokok-pokok agama) atau cabang-cabangnya kepada Alloh dan Rasul-Nya, maksudnya kepada al Qur’an dan sunnah Rasul-Nya; karena pada keduanyalah terdapat putusan semua perbedaan pendapat, baik dari sisi kesharihan teks ayat, keumumannya, kontekstual, peringatan atau pemahaman atau menunjukkan umum yang bisa diqiyas dengan permasalahan yang serupa; karena al Qur’an dan sunnah Rasul merupakan dasar dari bangunan agama dan tidak ada keimanan yang lurus tanpa keduanya.

Mengembalikan (permasalahan) kepada keduanya merupakan syarat dalam keimanan, oleh karenanya firman Alloh:

(إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ)

“… jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian”. (QS. an Nisa’: 59)

Hal ini menunjukkan bahwa barang siapa yang tidak mengembalikan masalah-masalah yang menjadi sengketa kepada keduanya, maka ia bukanlah seorang mukmin yang hakiki, namun dia mukmin kepada thagut, sebagaimana yang disebutkan dalam ayat berikutnya: (ذلك) maksudnya mengembalikan permasalahan kepada Alloh dan Rasul-Nya.

(خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلا)

Bahwa hukum Alloh dan Rasul-Nya adalah sebaik-baik hukum, paling adil, dan yang lebih bisa mendatangkan maslahat bagi manusia dalam urusan agama, dunia dan akherat mereka.

Alloh –Ta’ala- berfirman:

(فَلَا وَرَبِّكَ لَا يُؤْمِنُونَ حَتَّى يُحَكِّمُوكَ فِيمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ ثُمَّ لَا يَجِدُوا فِي أَنفُسِهِمْ حَرَجًا مِمَّا قَضَيْتَ وَيُسَلِّمُوا تَسْلِيمًا) النساء/65 .

“Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya”. (QS. An Nisa’: 65)

Mengadukan urusan kepada selain Alloh dan Rasul-Nya, serta memaksakan semua orang dengan hal itu adalah berbahaya, karena bisa jadi akan mengeluarkan pelakunya dari keimanan secara keseluruhan.

Oleh karena itu kami sampaikan beberapa nasehat:

1. Kepada para hakim yang telah merubah hukum-hukum Alloh, Alloh telah menghalalkan menikah dengan empat orang istri dan mewajibkan keadilan kepada mereka semua, Alloh –Ta’ala- berfirman:

(فَانكِحُوا مَا طَابَ لَكُمْ مِنَ النِّسَاءِ مَثْنَى وَثُلَاثَ وَرُبَاعَ) النساء/3 .

“maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat”. (QS. An Nisa’: 3)

Alloh –Ta’ala- tidak memberi syarat adanya persetujuan dari istri pertama, dia juga tidak berhak meminta talak jika suaminya menikah lagi. Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda:

(أَيُّمَا شَرْطٍ لَيْسَ فِي كِتَابِ اللَّهِ فَهُوَ بَاطِلٌ ، وَإِنْ كَانَ مِائَةَ شَرْطٍ) رواه البخاري (2563) ومسلم (1504(

“Syarat apapun yang tidak ada di dalam al Qur’an adalah batil, meskipun sampai 100 syarat”. (HR. Bukhori: 2563 dan Muslim: 1504)

Semua yang menyimpang dari kitabullah adalah batil, tidak boleh diamalkan.

Alangkah mengherankan jika mempersempit gerak laki-laki untuk melakukan apa dihalalkan oleh Alloh, apalagi sampai melarangnya, kemudian justru membuka lebar-lebar pintu yang diharamkan oleh-Nya.

Banyak dari undang-undang jahiliyah yang melarang poligami atau mempersempit ruang geraknya, akan tetapi tidak melarang laki-laki mempunyai wanita simpanan, bahkan bisa lebih dari satu. Beginilah yang terjadi mengharamkan yang halal dan menghalalkan yang haram. Alloh telah menganggap semua hukum yang menyelisihi hukum-Nya adalah hukum jahiliyah, sebagaimana dalam firman-Nya:

(أَفَحُكْمَ الْجَاهِلِيَّةِ يَبْغُونَ وَمَنْ أَحْسَنُ مِنْ اللَّهِ حُكْمًا لِقَوْمٍ يُوقِنُونَ) المائدة/50 .

“Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?”. (QS. Al Maidah: 50)

Ibnu Katsir –rahimahullah- berkata:

“Alloh –Ta’ala- mengingkari siapa saja yang keluar dari hukum Alloh yang baku yang mencakup semua kebaikan, melarang semua keburukan, mengubah semua pendapat, istilah dan keinginan buruk yang dicetuskan orang-orang dengan tidak berdasarkan dari syari’at Alloh, sebagaimana dahulu orang-orang jahiliyah berhukum dengan kesesatan dan kebodohan yang mereka buat berdasarkan pendapat dan hawa nafsu mereka, sebagaimana pasukan Tartar undang-undang dan strategi politiknya diambil dari raja mereka Jengis Khan yang dimuat dalam “al Yasaq”, yaitu; semacam buku yang di dalamnya terdapat undang-undang yang bersumber dari berbagai macam syari’at, Yahudi, Nasrani dan Islam. Di dalamnya juga terdapat banyak hukum-hukum yang bersumber dari pendapat dan hawa nafsunya sendiri, hal itu kemudian turun temurun menjadi syari’at yang diikuti, mendahulukannya dari pada kitabullah dan sunnah Rasul-Nya –shallallahu ‘alaihi wa sallam-. Barang siapa yang melakukan itu maka dia telah kafir dan wajib diperangi sampai kembali kepada hukum Alloh dan Rasul-Nya –shallallahu ‘alaihi wa sallam- hingga tidak berhukum kepada selain hukum Alloh sedikitpun. Alloh Ta’ala berfirman:

(أَفَحُكْمَ الْجَاهِلِيَّةِ يَبْغُونَ)

“Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki.”

Yaitu; mereka mengharapkan dan menginginkannya dan mau merubah hukum Alloh.

(وَمَنْ أَحْسَنُ مِنَ اللَّهِ حُكْمًا لِقَوْمٍ يُوقِنُونَ)

“Dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?”. (QS. Al Maidah: 50)

Yaitu; siapakah yang lebih adil hukumnya dari pada Alloh menurut orang yang memahami syari’at Alloh, mengimaninya, meyakini, dan mengetahui bahwa Alloh adalah Hakim yang seadil-adilnya. Kasih-Nya kepada hamba-Nya lebih besar dari pada kasihnya seorang ibu kepada anaknya, Dialah yang Maha Tinggi, Yang Mengetahui segalanya, Maha Kuasa atas segala sesuatu, Maha Adil kepada semuanya.

Al Hasan: “Barang siapa yang berhukum dengan selain hukum Alloh, maka hal itu adalah hukum jahiliyah”.

Imam Bukhori (6882) telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas –radhiyallahu ‘anhuma- bahwa Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda: 

(أَبْغَضُ النَّاسِ إِلَى اللَّهِ ثَلَاثَةٌ : مُلْحِدٌ فِي الْحَرَمِ ، وَمُبْتَغٍ فِي الْإِسْلَامِ سُنَّةَ الْجَاهِلِيَّةِ ، وَمُطَّلِبُ دَمِ امْرِئٍ بِغَيْرِ حَقٍّ لِيُهَرِيقَ دَمَهُ)"

“Manusia yang paling dimurkai oleh Alloh ada tiga golongan: menghalalkan yang haram, mengharap dalam Islam tradisi jahiliyah, menghakimi darah seseorang tanpa alasan yang dibenarkan untuk membunuhnya”.

(Tafsir Ibnu Katsir: 2/94)

Menjadi nasehat bagi para hakim agar mereka kembali kepada syari’at Alloh –Ta’ala-, tidak memutuskan perkara kecuali dengannya baik dalam urusan kecil atau besar, maka mereka dan semua masyarakat tidak akan memetik buahnya kecuali kebaikan, keberuntungan dan kebahagiaan dunia dan akherat, begitu sebaliknya bahwa masyarakat pada saat berpaling dari hukum Alloh dan menggantinya dengan yang lain tidak akan memetik buahnya kecuali tersebarnya kedzaliman, kefasikan, tdak mempunyai rasa malu, terbelakang, kerusakan akhlak, masyarakatnya mudah terpecah belah, maraknya kejahatan dan situasinya menjadi tidak aman.

2. Nasehat kedua kami tujukan kepada istri yang suaminya mau berpoligami, diwajibkan baginya untuk ridho kepada hukum Alloh berserah diri kepada-Nya, kecemburuan dan kebencian yang ada di dalam dirinya adalah sesuai dengan fitrahnya, wanita tidak dicela karenanya, dengan syarat tidak menentang hukum Alloh dan meminta cerai kepada suaminya atau menggauli suaminya dengan buruk dan menahan hak-hak suaminya karenanya.

Tidak boleh bagi seorang wanita meminta cerai karena suaminya poligami, bahkan hal itu termasuk dosa besar, karena termasuk dalam hadits Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam-:

(أَيُّمَا امْرَأَةٍ سَأَلَتْ زَوْجَهَا الطَّلَاقَ فِي غَيْرِ مَا بَأْسٍ فَحَرَامٌ عَلَيْهَا رَائِحَةُ الْجَنَّةِ) رواه ابن ماجه (2055) وصححه الألباني في صحيح سنن ابن ماجه .

“Wanita mana saja yang meminta cerai kepada suaminya tanpa ada alasan (yang dibenarkan), maka diharamkan baginya aroma surga”. (HR. Ibnu Majah: 2055 dan dishahihkan oleh al Baani dalam Shahih Sunan Ibnu Majah)

Hendaknya dia (sebagai istri pertama) menempatkan dirinya pada posisi saudarinya (istri kedua) pada saat suaminya mau menikahinya, apakah dia akan melarang pernikahan tersebut ?, atau mengancam suaminya dengan meminta cerai jika dia melanjutkan poligaminya ?, Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda:

(لَا يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يُحِبَّ لِأَخِيهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ) رواه البخاري (13) ومسلم (45) .

“Tidak (sempurna) iman seseorang sampai dia mencintai saudaranya sebagaimana dia mencintai dirinya sendiri”. (HR. Bukhori: 13 dan Muslim: 45)

3. Nasehat ketiga kami tujukan kepada suami yang mau berpoligami, dia wajib berlaku adil kepada semua istrinya, karena Alloh –Ta’ala- membolehkan poligami bagi laki-laki dengan syarat agar berlaku adil, jika dia tidak berlaku adil atau merasa hawatir tidak bisa berlaku adil maka dia wajib mencukupkan dirinya dengan satu istri, Alloh –Ta’ala- berfirman:

فَانكِحُوا مَا طَابَ لَكُمْ مِنَ النِّسَاءِ مَثْنَى وَثُلَاثَ وَرُبَاعَ فَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا تَعْدِلُوا فَوَاحِدَةً) النساء/3 .

“Maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja”. (QS. An Nisa’: 3)

Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- juga telah mengabarkan bahwa:

(مَنْ كَانَتْ لَهُ امْرَأَتَانِ فَمَالَ إِلَى إِحْدَاهُمَا جَاءَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَشِقُّهُ مَائِلٌ) رواه أبو داود (2133) والترمذي (1141) وصححه الألباني في صحيح سنن أبي داود

“Barang siapa yang mempunyai dua istri, namun dia lebih cenderung kepada salah satunya, maka tulang rusuknya akan miring pada hari kiamat nanti”. (HR. Abu Daud: 2133 dan Tirmidzi: 1141 dan dishahihkan oleh al Baani dalam Shahih Sunan Abi Daud)

Semoga Alloh senantiasa memperbaiki keadaan umat Islam dan mengembalikan mereka pada agamanya.

Wallahu a’lam.

Refrensi: Soal Jawab Tentang Islam