Kamis 20 Jumadil Ula 1446 - 21 November 2024
Indonesian

Hikmah Diwajibkan Berwudhu Karena Keluar Angin

145419

Tanggal Tayang : 25-08-2013

Penampilan-penampilan : 15561

Pertanyaan

Apa hikmahnya berwudhu bagi orang yang keluar angin?

Teks Jawaban

Alhamdulillah.

Pertama: Berwudhu bagi orang yang keluar angin diwajibkan jika seseorang hendak shalat. Hal tersebut telah ditetapkan berdasarkan sunah dan ijma’ seluruh para ulama’.

Dari Abu Hurairah radhiallahu anhu dia berkata, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,  

 لَا تُقْبَلُ صَلَاةُ مَنْ أَحْدَثَ حَتَّى يَتَوَضَّأَ

"Shalat tidak diterima bagi orang yang berhadats sehingga dia berwudhu."

Lalu seseorang dari Hadramaut berkata, "Apakah hadats itu wahai Abu Hurairah?" Beliau berkata, "Buang angin." (HR. Bukhari, no. 135 dan Muslim, 225)

Dari Abdullah bin Zaid, dia mengadukan kepada Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam tentang seseorang yang merasakan seakan-akan ada sesuatu yang keluar saat dia shalat. Maka beliau bersabda,

لَا يَنْصَرِفْ حَتَّى يَسْمَعَ صَوْتًا ، أَوْ يَجِدَ رِيحاً (رواه البخاري، رقم 137 ومسلم، رقم 361) .

"Jangan hentikan shalatnya sebelum dia mendengar suara atau mendapatkan bau." (HR. Bukhari, no. 137 dan Muslim, 361)

Ibnu Munzir rahimahullah berkata,

Mereka sepakat bahwa keluar kotoran dari dubur, kencing dari qubul, begitu juga bagi wanita, juga keluar mani dan keluar angin dari dubur, hilang akal dengan cara apapun, semua itu merupakan hadats yang membatalkan thaharah. Maka wajib baginya berwudhu (jika hendak shalat). (Al-Ijma, hal. 29)

Lihat jawaban soal no. 114793   

Kedua:

Seorang muslim meyakini bahwa apa yang disyariatkan Allah Ta'ala mengandung hikmah yang dalam. Di antara konsekwensi keimanan kepada Allah Ta'ala adalah mengagungkan perintah-perintahnya dan larangan-larangan-Nya, meyakini bahwa tidaklah Dia menetapkan suatu syariat kecuali di dalamnya terkandung hikmah yang sangat dalam. Ketundukan seorang muslim kepada Allah Ta'ala dan kepada Rasul-Nya tidak tergantung dengan apakah dia mengetahui hikmah sebuah syariat atau tidak. Tapi cukup baginya mengetahi bahwa itu syariat Allah, maka dia segera melaksanakannya.

Ibnu Qayim rahimahullah mengatakan, "Di antara tanda pengagungan terhadap perintah dan larangan (Allah) adalah tidak mencari-cari alasan atas sebua perintah sehingga melemahkan ketundukannya terhadap perintah Allah Azza wa Jalla. Akan tetapi hendaknya dia tunduk kepada perintah dan hukum Allah, dengan melaksanakan perintahnya, apakah hikmah sebuah perintah dan larangan dalam sebuah syariat tampak baginya atau tidak. Jika tampak baginya hikmah dari sebuah syariat, maka hal itu akan semakin memotivasi untuk tunduk dan pasrah kepada perintah Allah.

(Al-Wabil Ash-Shayib, hal. 35)

Ketiga:

Di antara hikmah syariat ini: Bahwa angin yang keluar dari dubur bersumber dari tempat keluarnya kotoran yang membatalkan wudhu. Maka hukumnya disamakan, berbeda dengan angin yang keluar dari mulut (sendawa) yang tidak membatalkan wudhu.

Ibnu Qayim rahimahullah berkata, "Adapun ucapannya 'Dia membedakan antara angin yang keluar melalui dubur dengan angin yang keluar melalui sendawa, maka yang pertama diwajibkan berwudhu, sedangkan yang kedua tidak diwajibkan." Ini juga termasuk bagian dari keindahan dan kesempurnaan ajaran Islam. Sebagaimana dibedakan antara riak yang keluar dari mulut dan kotoran yang keluar dari dubur.

Orang yang menyamakan antara buang angin dari dubur dengan sendawa, maka dia seperti orang yang menyamakan keluarnya riak dengan kotoran. Sendawa termasuk jenis bersin yang tak lain merupakan angin yang tertahan di otak dan menuntut jalan keluar. Maka dia keluar melalui pangkal hidung sehingga keluarlah bersin. Begitupula dengan sendawa, adalah angin yang tertahan di atas lambung, sehingga dia naik, berbeda dengan angin yang tertahan di bawah lambung.

Orang yang menyamakan antara sendawa dengan buang angin dalam sifat dan hukumnya, maka orang itu rusak logika dan inderanya.

(I'lamul Muwaqqi'in, 2/107-108)

Boleh jadi dari angin tersebut keluar sesuatu yang lembab yang tidak disadari, maka syariat menyamaratakan masalah buang angin dalam perkara wudhu (sebagai sesuatu yang membatalkan).

Al-Qaffal Al-Syasyi rahimahullah berkata, "Asalnya, hadats adalah sesuatu yang keluar dari salah satu dua jalan, baik kotoran ataupun kencing atau semacamnya. Karena apa yang keluar dari salah satu keduanya dikatagorikan sebagai sesuatu yang dianggap kotor dan dijauhi. Kemudian hilangnya akal membuat seseorang tidak memiliki beban kewajiban. Minimal sekali adalah keluarnya angin dari dubur. Karena keseringannya adalah dia keluar bersama sesuatu yang lembab dan sulit dihindari. Maka akhirnya masalah ini dipukulrata dan dikelompokkan sebagai sesuatu yang keluar dari kotoran atau kencing. Karena angin dianggap sebagai pembuka bagi keduanya.

(Mahasin Asy-Syariah, 1/169)

Ada juga yang mengatakan bahwa konsekwensi pengagungan terhadap syariat menuntut seorang muslim untuk menjaga shalatnya agar terlaksana dalam kondisi yang paling baik. Baik dari segi pakaian, aroma, kesucian tempat. Hal ini bertentangan jika dibolehkan keluar angin dan menjadikannya sebagai perkara yang tidak membatalkan wudhu.

Apapun kesimpulanya, berwudhu adalah ibadah dan bahwa syariat sebab-sebab batalnya wudhu memiliki hikmah yang agung. Seorang muslim sejati, meyakini bahwa Allah Maha Bijaksana, dan bahwa semua syariatnya mengandung hikmah yang dalam. Bukankah kita di masa sekarang ini ada orang yang mengkonsumsi obat pada waktu tertentu, cara tertentu, jumlah tertentu dan orang itu konsisten dengan aturan tersebut tanpa bertana "bagaimana?" atau "mengapa?". Hal itu semata karena dia percaya dengan pengetahuan sang dokter yang memberinya obat dan cara penggunaannya. Ketika sudah kuat keyakinannya, maka dia tidak merasa perlu untuk bertanya tentang hikmahnya. Allah lebih dari sekedar contoh tersebut, karena dia Maha Mengetahui dan Maha Bijaksana. Orang yang telah beriman kepada Tuhannya dan meyakini ilmuNya, maka dia tidak ragu untuk memenuhi perintahnya walau belum tahu hikmahnya. Apalagi kalau dia sudah mengetahui hikmahnya setelah dia memenuhinya!!

Lihat jawaban soal no. 26792 di dalamnya terdapat rincian penting seputar hukum-hukum ibadah dan hukum-hukum perkara yang dapat dipahami maknanya.

Wallahua'lam.

Refrensi: Soal Jawab Tentang Islam