Alhamdulillah.
Pertama:
Mungkin saudaraku yang mulia mengetahui bahwa Nabi sallallahu alaihi wa sallam telah memberikan wasiat kepada para pemuda yang mampu menikah agar bersegera menikah. Meskipun begitu, syareat tidak melupakan wasiat kepada yang belum mampu. Telah ada wasiat dalam Al-Qur’an untuk menjaga kesucian diri (iffah). Dan telah ada wasiat dalam sunah agar berpuasa untuk mendapatkan kekuatan yang menghalangi dari perbuatan haram dan mengarahkan anggota tubuhnya.
Sementara wasiat untuk menikah bagi yang mampu dan berpuasa bagi yang belum mampu telah ada dalam hadits ini:
Dari Abdullah bin Mas’ud radhiallahu anhu berkata:
كُنَّا مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ شَبَابًا لَا نَجِدُ شَيْئًا فَقَالَ لَنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : ( يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ مَنْ اسْتَطَاعَ الْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ ؛ فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ وَأَحْصَنُ لِلْفَرْجِ وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ ) .
رواه البخاري ( 4779 ) ومسلم ( 1400
“Dahulu kami bersama Nabi sallallahu alaih wa sallam waktu muda sementara kita tidak mendapatkan apa-apa. Maka Rasulullah sallallahu alaihi wa sallam bersabda kepada kami, “Wahai para pemuda, siapa yang mampu menikah, maka bersegerahlah menikah. Karena hal itu dapat menahan pandangan dan menjaga kemaluan. Siapa yang belum mampu, hendaknya berpuasa. Karena hal itu menjadi tameng.” HR. Bukhori, (4779) dan Muslim, (1400).
Sementara wasiat agar menjaga kesucian diri (Iffah) bagi yang belum mampu menikah, telah ada dalam Firman Allah Ta’ala:
وَلْيَسْتَعْفِفِ الَّذِينَ لا يَجِدُونَ نِكَاحاً حَتَّى يُغْنِيَهُمُ اللَّهُ مِنْ فَضْلِهِ ) النور/ من الآية 33
“Dan orang-orang yang tidak mampu kawin hendaklah menjaga kesucian (diri)nya, sehingga Allah memampukan mereka dengan karunia-Nya.” QS. An-Nur: 33
Tobari rahimahullah mengatakan, “ Allah ta’ala menyebutkan dalam firman-Nya “Dan orang-orang yang tidak mampu kawin hendaklah menjaga kesucian (diri)nya.” Apa yang mereka nikahi dari kalangan para wanita dari melakukan apa yang diharamkan Allah atas mereka dengan melakukan fakhisah (perzinaan). Sampai Allah memampukan dari luasnya keutamaan-Nya. Dan meluaskan bagi mereka (para pemuda) dari rizki-Nya. ‘Tafsir Tobari, (19/166).
Syinqithi rahimahullah mengatakan, “Menjaga kesucian diri yang diperintahkan dalam ayat mulia ini dan disebutkan dalam Firman-Nya:
قُلْ لِلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوا فُرُوجَهُمْ ذَلِكَ أَزْكَى لَهُمْ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا يَصْنَعُونَ ) النور/ 30
“Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandanganya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat." QS: An-Nur: 30.
Dan firman Ta’ala:
( وَلا تَقْرَبُوا الزِّنَى إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلاً ) الإسراء/ 32
“Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk.” QS. Al-Isro’: 32.
Dan ayat-ayat semisal itu. ‘Adwaul Bayan, (5/532).
Seorang muslim tidak akan keluar dari kondisi mampu, maka wajib menikah baginya. Atau tidak mampu terkait biaya pernikahan. Maka dia harus menjaga kesucian diri dengan berpuasa, menahan pandangan dan menjauhi dari fitnah sampai Allah mudahkan urusan pernikahannya.
Kedua:
Peringatan bagi penanya dan lainnya terkait masalah yang disebutkan dalam pertanyaan, perlu untuk diingatkan :
1.Orang fakir yang tidak mendapatkan dana cukup untuk menikah, dapat berusaha keras agar mendapatkan apa yang mencukupkan untuk menikah. Sebagaimana dia diperbolehkan berhutang dari orang lain untuk menikah. Allah Ta’ala telah menjamin bantuan bagi orang yang ingin menikah karena ingin menjaga kehormataan diri.
2.Pada banyak kesempatan, yang menjadi kendala menikah itu ada pada dirinya sendiri. Hal itu dengan rela adanya kendala yang dihadapkan pada dirinya sendiri atau yang ditaruh oleh lingkungan dan kabilahnya. Diantara hal itu adalah:
a.Dia mampu menikahi empat wanita dengan dana yang ada dari selain warga negaranya. Atau selain dari kabilahnya. Akan tetapi karena komitmen untuk menikah dengan orang dari negaranya atau dari kabilahnya, sehingga dia tidak mampu menikah. Permasalahan seperti ini, itu berdosa atas kelalaiannya terhadap kewajiban syar’i. bahwa seharusnya menghancurkan kendala-kendala tersebut. Dan menghancurkan taklid yang mengekang kalau hal itu dapat menghilangkan iffah (kehormatannya). Keistiqomahan serta keimanannya. Hendaknya dia menikah dengan orang yang telah Allah perbolehkan menikah dengannya. Allah tidak membatasi kebaikan dan agama kepada wanita dari negara atau kabilahnya
b. Diantara itu –juga – apa yang dikatakan sebagian orang yang ingin menikah –seperti kondisi penanya- bahwa dia tidak akan menikah kecuali tinggal bersama keluarganya. Meskipun dengan membayar meninggalkan pernikahan. Hendaklah orang yang berakal melihat, apakah ini uzur bagi pemuda ini? Coba kita berhenti sejenak dengan pemuda ini –kita tidak bermaksud khusus penanya ini saja tentunya- kita bertanya, “Kalau anda ingin melakukan perzinaan dengan wanita, dimana anda akan melakukannya, apakah di rumah keluarga anda atau diluar? Jawabannya sudah bisa ditebak. Silahkan memikirkan, bagaimana dia merelakan dirinya melakukan perzinaan di selain rumah keluarganya sementara dia menahan menikah karena di selain rumah keluarganya. Semoga anda tidak termasuk dalam golongan mereka. Akan tetapi kita ingin menjelaskan kepada orang-orang akan kontradiksi pada diri mereka sendiri. Jangan mengedepankan perasaan anda atas agama dan akal anda. keluarga anda tidak akan bermanfaat untuk anda kalau hal itu terjadi –jangan sampai terjadi – dalam melakukan perzinaan. Menjadi marah Tuhan anda, layak mendapatkan ancaman. Maka berikan perenungan dalam masalah ini. Jangan menjadi penghalang anda untuk menikah.
c. Diantara hal itu juga, kebanyakan para pemuda mampu untuk menikah dan tinggal di rumah sewa. Dia mengakhirkan pernikahan sampai dia dapat membangun rumah. Kita tidak mengetahui syareat agama mana didapatkan hal ini? Bagaimana dirinya rela pandangannya terjerumus pada yang haram. Telinganya terjerumus yang haram dan anggota tubuh lainnya. Padahal dia mampu menikah dan tinggal di rumah sewa. Dia akhirkan agar dapat membangun rumah?? Bisa jadi semakin lama waktunya sementara dia terjerumus pada kemaksiatan dan kesulitan terlepas darinya. Ini uzur rusak (tidak diterima). Tidak halal bagi orang Islam yang berakal (menjadikan hal itu) sebagai sebab mengakhirkan pernikahan apalagi sampai mengkenselnya. Katakan hal seperti itu kepada orang yang mengakhirkan pernikahannya sampai menyelesaikan studinya atau sampai menjadi Penanggung jawab atau sampai naik gajinya segini dan segitu. Semuanya itu uzur lemah dan kendala mungkin dia sendiri yang membuatnya atau rela dengannya sementara dia mampu untuk menghancurkannya atau melewatinya.
Ketiga:
Hadits yang anda sebutkan dalam pertanyaan “Berikan nasehat kebaikan bagi para pemuda karena mereka ada tiangnya umat.” kami tidak dapatkan di kitab-kitab hadits, baik dhoif (lemah) maupun palsu. Disana ada hadits yang mirip maknanya yaitu:
“Berikan wasiat kebaikan bagi orang yang sudah berumur. Dan sayangi para pemuda.” Cuma hadits ini palsu. Silahkan melihat kitan ‘Tadzkirotul Amudhu’at’ karangan Fatani hal. 205. Dan ‘Silsisalah Ahadits Dhoifah Wal Maudhua’at, karangan Albani, 5425.
Keemapat:
Mengambil hutang riba ke bank yang diharamkan bukan mengambil darinya dalam rangka membangun (rumah) atau menikah termasuk uzur syar’i. Silahkan untuk tambahan faedah seputar pokok permasalahan anda dalam jawaban soal no. 26811 dan 33651.
Wallahu a’lam .