Sabtu 22 Jumadil Ula 1446 - 23 November 2024
Indonesian

Dampak Kerancuan Dalam Memahami Kekuasaan Allah –Ta’ala- dan Apa Yang Berkaitan Dengannya

Pertanyaan

Saya punya pertanyaan terkait dengan sifat-sifat Allah, dan saya tinggal di lingkungan yang masyarakatnya meyakini bahwa Allah Maha Kuasa untuk masuk dan hidup dalam makhluk-makhluk-Nya, mereka menggunakan dalil tentang turunnya Allah ke langit pertama (dunia) untuk menguatkan klaim mereka, maka saya berharap anda menjelaskan masalah ini.

Teks Jawaban

Alhamdulillah.

Pertama:

Yang anda kutip ini wahai penanya yang mulia adalah keyakinan yang rusak, yang telah diyakini oleh mereka karena hasil dari kebodohan mereka akan hakekat kekuasaan Allah –Ta’ala-, mereka berdalil dengan turunnya Allah –Ta’ala- ke langit dunia atas apa yang mereka ucapkan disebabkan karena kebodohan mereka dengan sifat nuzul (turun) nya Allah, yang sebelumnya mereka tidak mengenal Tuhan mereka dan apa yang Dia miliki dari sifat-sifat keagungan dan kemuliaan.

Penjelasan terkait dengan hal ini adalah sebagai berikut:

Bahwa kekuasaan Allah itu tidak berkaitan dengan hal-hal yang mustahil secara dzat, akan tetapi berkaitan dengan hal-hal yang memungkinkan atau dengan hal-hal yang dibolehkan.

Dan contoh dari hal-hal mustahil yang tidak berkaitan dengan kekuasaan Allah adalah: menjadikan bagi diri-Nya sekutu, isteri, dan anak; karena keberadaan ketiganya adalah bentuk kekurangan yang tidak cocok bagi Allah, Dia berfirman:

  بَدِيعُ السَّمَوَاتِ وَالأَرْضِ أَنَّى يَكُونُ لَهُ وَلَدٌ وَلَمْ تَكُن لَّهُ صَاحِبَةٌ وَخَلَقَ كُلَّ شَيْءٍ وَهُوَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ

الأنعام/ 101

“Dia Pencipta langit dan bumi. Bagaimana Dia mempunyai anak padahal Dia tidak mempunyai isteri. Dia menciptakan segala sesuatu; dan Dia mengetahui segala sesuatu”. (QS. Al An’am: 101)

Dan yang diucapkan oleh Ahlus sunnah bahwa kekuasaan Allah tidak berkaitan dengannya, sebagai bentuk kesempurnaan bagi-Nya, karena hal demikian itu merupakan sebuah kekurangan yang tidak layak bagi Rabb -‘Azza wa Jalla-, maka bagaimana menjadi Tuhan Yang Maha Esa, Yang Maha bergantung kepada-Nya segala sesuatu, lalu ternyata Dia mempunyai sekutu ?!

Bagaimana Dia menjadi Tuhan jika ternyata Dia membutuhkan isteri dan anak ?!

Contoh yang serupa juga terkait dengan yang telah disebutkan oleh si penanya,  bahwa mereka orang-orang bodoh tersebut keyakinannya bahwa kekuasaan Allah berkaitan dengan apa yang telah mereka sebutkan dari hal yang mustahil, bahwa Allah –na’udzubillah- masuk menjadi bagian dari makhluk-makhluk-Nya, hal ini termasuk bentuk tidak sempurna yang Allah dijauhkan dari sifat-sifat seperti itu, bahwa Allah itu berada di atas makhluk-makhluk-Nya jauh dari mereka, bersemayam di atas ‘Arsy-Nya.

Syeikh Islam Ibnu Taimiyah –rahimahullah- berkata:

“Tidak diragukan lagi bahwa Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu, sebagaimana yang disebutkan di dalam Al Qur’an tidak pada satu tempat saja,… akan tetapi yang tidak mungkin secara dzat adalah:

Bukan termasuk hal yang disepakati oleh orang-orang berakal, tidak mungkin keberadaannya menjadi nyata di lapangan, karena tidak mungkin  jika ada sesuatu pada satu waktu yang sama ia ada dan tidak ada, bergerak dan diam, bagian dari gerak tertentu bergerak pada saat yang sama, atau bahwa hari ini ada bersamaan dengan kemarin dan esok, dan banyak contoh lainnya. Dan jika demikian, maka hal-hal seperti ini tidak masuk pada hal umum di dalam Al Qur’an”. (As Shafdiyah: 2/109)

Syeikh Muhammad bin Shalih al Utsaimin berkata:

“Hal yang mustahil itu tidak dianggap, apalagi yang mampu dilakukan, akan tetapi hal mustahil yang tergambar di dalam benak kita adalah mustahil yang:

  1. Mustahil karena dzatnya.
  2. Mustahil karena yang lainnya.

Adapun mustahil karena dzatnya adalah hal mustahil yang tidak mungkin bisa terjadi, jika seseorang ingin mengatakan: “Apakah Allah Maha Kuasa untuk menciptakan dzat yang serupa dengan dirinya ?”.

Kami jawab:

Hal tersebut mustahil terjadi, akan tetapi Allah Maha Kuasa untuk menciptakan makhluk yang lebih agung dari makhluk yang kita ketahui saat ini, dan kita saat ini mengetahui bahwa makhluk yang paling agung yang kita kenal adalah ‘arsy, ‘Arsy ini makhluk paling agung dari segala sesuatu yang kita kenal, dan bersamaan dengan itu kita mengetahui bahwa Allah Maha Kuasa untuk menciptakan makhluk yang lebih agung dari pada ‘arsy, akan tetapi sesuatu yang mustahil karena dzatnya maka hal itu tidak mungkin terjadi.

Yang kedua: Mustahil karena yang lainnya.

Maksudnya adalah bahwa Allah telah menjalankan hal ini sesuai dengan kebiasaan yang terus menerus yang mustahil akan terputus, akan tetapi Allah Maha Kuasa untuk memutuskannya.

Dalam hal ini kami katakan bahwa kekuasaan ini berkaitan dengan-Nya, maka bisa jadi sesuatu yang kita lihat sebagai hal yang mustahil sesuai dengan kebiasaannya namun boleh terjadi sesuai dengan kekuasaan-Nya, dalam masalah ini banyak contohnya terdapat pada tanda-tanda kauniyah para Nabi sebagai hal yang mustahil karena yang lainnya.

Terbelahnya bulan oleh Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam- adalah hal yang mustahil karena sisi lain, akan tetapi dari sisi dzatnya tidak mustahil; karena hal itu telah terjadi dan Allah Maha Kuasa untuk membelah bulan menjadi dua, bahwa Maha Kuasa untuk membelah matahari menjadi dua.

Kami katakan: Hal itu membutuhkan rincian penjelasan, bahwa mustahil karena dzatnya tidak berkaitan dengan kemampuan; karena tidak ada wujudnya, dan tidak mungkin akan terwujud dan juga tidak masuk akal”. (Syarah Aqidah as Sifariniyyah: 192)

Kedua:

Adapun kesalahan mereka terkait dengan turunnya Allah –Tabaraka wa Ta’ala- adalah perkiraan mereka bahwa turunnya Allah seperti turunnya para makhluk, ketika pada hati mereka terdapat rasa tasybih (menyerupakan) mereka menganggap konsekuensinya dengan turunnya Allah kepada manusia menjadi berbaur dengan mereka dan turun menjadi lebih rendah dari mereka, inilah keyakinan yang tidak seharusnya diyakini terkait dengan turunnya Allah –Ta’ala-.

Itu adalah persangkaan yang rusak, dan keyakinan yang batil, Allah –Ta’ala- berfirman tentang diri-Nya:

 لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ

الشورى/ 11

“Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia”. (QS. Asy Syura: 11)

Hal ini sudah cukup untuk menjelaskan bahwa turunnya Allah ke langit dunia pada 1/3 malam terakhir tidak seperti turunnya makhluk, dan demikian seharusnya keyakinan yang terbangun pada semua sifat-sifat-Nya, seperti sifat istiwa’ (besemayam), marah, wajah, kedua tangan, ilmu, rahmat, dan sifat-sifat lainnya.

Tidak ada bedanya antara sifat dzatiyah (yang berkaitan dengan diri-Nya), sifat khabariyah (berita) dan sifat fi’liyyah (perbuatan), bahkan semua sifat-sifat tersebut tidak seperti sifat-sifat satupun dari makhluk-Nya.

Dari apa yang telah kami sebutkan menjadi jelas bagi anda sisi kesalahan dalam pemahaman mereka, dan bahayanya keyakinan mereka terhadap Tuhan mereka, dan bagaimana cara membantah mereka.

Baca juga jawaban soal nomor: 39679.

Wallahu A’lam

Refrensi: Soal Jawab Tentang Islam