Rabu 27 Rabi'uts Tsani 1446 - 30 Oktober 2024
Indonesian

Apakah Diperbolehkan Membagi Zikir Yang Mempunyai Bilangan Pada Semua Waktu?

Pertanyaan

Apa dibenarkan membagi zikir secara umum dan zikir :

لا إله إلا الله وحده لا شريك له ، له الملك وله الحمد وهو على كل شيء قدير

(Tiada tuhan yang patut disembah melainkan Allah saja yang tidak ada sekutu bagi-Nya. Baginya semua kerajaan dan ujian dan Dia Maha Berkuasa terhadap segala sesuatu)

Dengan cara khusus, maksudnya apakah seseorang akan mendapatkan pahala sebagaimana yang ada dalam hadits Abu Hurairah radhiallahu’anhu. Sesungguhnya Nabi sallallahu’alaihi wa sallam bersabda:

Siapa yang mengucapkan :

لا إله إلا الله وحده لا شريك له ، له الملك وله الحمد وهو على كل شيء قدير

(Tiada tuhan yang patut disembah melainkan Allah saja yang tidak ada sekutu bagi-Ny. Baginya semua kerajaan dan pujian dan Dia Maha Berkuasa terhadap segala sesuatu)

Sehari 100 kali, maka dia bagaikan memerdekakan 10 budak, ditulis baginya 100 kebaikan, dihapuskan untuknya 100 keburukan, dan dia akan terlindungi dari syetan pada hari itu sampai sore hari. Dan tidak ada seorangpun yang lebih baik dari yang dilakukannya kecuali seseorang yang melakukan lebih banyak darinya.

(Ketika dibagi – dipotong-potong- zikir dalam seharian contohnya setelah fajar 50 dan setelah asar 50. Atau 20 kali setiap selesai shalat wajib. Ataukah harus berurutan secara langsung untuk mendapatkan pahala?  Tujuannya bukan melakukan sesuatu yang bid’ah akan tetapi berusaha untuk melakukan terus menerus  zikir ini.  Dimana dalam banyak waktu seseorang melakukan 30 kali kemudian terputus karena ada suatu sebab. Dan subhaanllah dia lupa untuk melengkapinya. Kalau seseorang membuat program secara paten untuk  zikir ini seperti 20 kali pada setiap kali selesai shalat fardhu. Perlu diketahui bahwa ia bukan termasuk zikir setelah shalat. Sehingga terkumpul menjadi 100 kali sehari. Lebih gamblangnya, adalah maksudnya untuk terus menerus dengan cara seperti ini. Bukan pada sebagian waktu saja. Wallahu al-muwaffiq ( semoga Allah memberi taufiq) menuju jalan yang lurus.

Teks Jawaban

Alhamdulillah.

Pertama:

Apa yang disebutkan secara umum dengan ‘Zikir-zikir pagi dan petang hari, memungkinkan untuk diselesaikan dan dilakukan pada waktu zikir semuanya. Yaitu awal siang bukan merupakan persyaratan seperti apa yang dilakukan kebanyakan orang dengan zikir itu pada satu waktu dalam satu majlis. Yang lebih utama zikir-zikir yang pahalanya dapat menjaga orang yang mengucapkannya hendaknya disegerakan sebelum (zikir) lainnya. Pembahasan ini adalah untuk zikir yang tidak ada bilangan (tertentu) bahkan dikatakan sekali saja.

Kedua:

Bilangan-bilangan dalam zikir itu sudah paten (tauqifi) tidak diperbolehkan bagi orang yang menginginkan pahalanya menyalahi dari bilangannya. Jika tidak, maka dia jatuh pada pelanggaran dan tidak mendapatkan pahalanya.

Ibnu Hajar rahimahullah mengatakan,”Dan bisa diambil hukum dari hal ini bahwa menjaga bilangan khusus dalam zikir itu diakui. Jika tidak, maka memungkinkan dikatakan kepada mereka tambahi dari tahlil ini 33 kali. Dimana sebagian para ulama’ mengatakan, “Bahwa bilangan yang ada seperti zikir setelah selesai shalat kalau diikutkan dengan adanya pahala khusus, kemudian dia tambah dari bilangan yang telah disebutkan, maka dia tidak akan mendapatkan pahala khusus tadi. Karena ada kemungkinan penyebutan bilangan itu ada hikmah dan kekhususan, akan terlewatkan ketika melebihi dari bilangan itu. (Fathul Bari, (2/330).

Siapa yang menyalahi hal ini kemudian memperbolehkan untuk menambahinya, dan dia tidak dihalangi mendapatkan pahala, maka ada kemungkinan ucapannya itu bahwa tambahan bukan ingin menyalahi pelaksanaannya tapi niatannya dalam tambahan zikir sekedar setelah menunaikannya, bukan dalam rangka untuk mendapatkan pahala yang lebih agung lagi. Begitulah A-Hafidz Ibnu Hajar menjelaskan perkataan gurunya Al-Iroqi pada pembahasan tadi.

Ketiga:

Khusus terkait dengan pertanyaan ini, maka dikatakan bahwa apa yang ada dalam zikir-zikir yang dibaca pada permulaan siang diperbolehkan untuk membagi pada waktu pagi secara keseluruhan, serta pada waktu petang hari secara keseluruhan. Tanpa mengkhususkan bilangan tertentu setelah melakukan perbuatan tertentu atau sebelumnya. Bahkan dibagi bilangan pada semua waktu sesuai dengan kemudahan baginya tanpa komitmen dengan cara-cara tertentu. Yang lebih utama adalah melakukan zikir yang di dalamnya ada bilangan tertentu secara sempurna pada satu waktu khawatir kelupaan atau salah dalam bilangannya. Sementara dari sisi diperbolehkannya, maka ia tetap diperbolehkan dan tidak disyaratkan terus-menerus di dalamnya.  Dan yang kita sebutkan ini adalah yang nampak dari hadits berikut ini:

Dari Abu Hurairah radhiallahu’anhu sesungguhnya Rasulla sallalahu’alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ قَالَ سُبْحَانَ اللَّهِ وَبِحَمْدِهِ فِي يَوْمٍ مِائَةَ مَرَّةٍ حُطَّتْ خَطَايَاهُ وَإِنْ كَانَتْ مِثْلَ زَبَدِ الْبَحْرِ

Siapa yang mengucapkan yang artinya ‘Maha suci Allah dan dengan segala pujian untuk-Nya” dalam satu hari 100 kali, maka akan dihapuskan dosa-dosanya meskipun sebanyak buih di lautan.” (HR. Bukhori, no. 6042 dan Muslim, no. 2691)

An-Nawawi rahimahullah mengatakan, “Yang nampak keumuman hadits akan mendapatkan pahala yang disebutkan dalam hadits ini siapa yang mengatakan tahlil 100 kali seharian. Baik dibaca secara langsung terus menerus, atau terpisah-pisah dalam majlis. Atau sebagiannya di permulaan siang dan sebagiannya di akhir hari. Akan tetapi yang lebih utama melakukannya secara langsung terus menerus di permulaan siang agar mendapatkan pelindung pada seluruh harinya.” (Syarh Musim, 17/17).

Badruddin Al-‘Ainy rahimahullah mengatakan, “Ungkapan (Pada satu hari) Tibbi mengatakan, (Hari) adalah umum tidak diketahui kapan waktunya diantara waktu-waktu (yang ada). Maka tidak terikat dengan sesuatu darinya. (Umdatul Qori Syarkh Shahih Bukhori, 23/25).

Kesimpulannya:

Sesungguhnya yang lebih utama adalah orang yang melakukan zikir dengan bilangan yang disebutkan secara terus menerus. Jika tidak memungkinkan baginya, maka lakukan sesuai dengan kemampuan tanpa ada keterikatan (waktu). Setiap shalat sekian, atau semisal itu. Bahkan kapan saja yang mudah waktunya untuk melakukannya.

Wallahua’lam

Refrensi: Soal Jawab Tentang Islam