Sabtu 18 Syawal 1445 - 27 April 2024
Indonesian

Syarat-syarat Menjamak Dua Shalat dalam Bepergian

Pertanyaan

Saya bepergian dan saya ingin menjamak shalat Magrib dengan shalat Isya. Saya tiba di suatu daerah pada waktu shalat Isya. Maka saya shalat Isya bersama mereka kemudian saya shalat magrib. Apakah prilakuku ini benar atau salah? Dan apa saja syarat-syarat shalat jamak dalam bepergian (safar)?

Teks Jawaban

Alhamdulillah.

Orang safar dibolehkan menjamak dua shalat dengan syarat-syarat berikut ini:

  1. Hendaknya jaraknya adalah jarak safar yang membolehkan melakukan qashar shalat, yaitu sekitar 80 Km, menurut jumhur ulama. Sebagian ulama berpendapat bahwa jarak safar tidak ditentukan pada jarak tertentu, tapi pada urf (keumuman pandangan bahwa sebuah perjalanan disebut safar). Silahkan lihat jawaban soal no. 38079 .
  2. Jumhur ulama mensyaratkan safarnya adalah safar mubah. Kalau safarnya untuk merampok di jalanan atau melakukan kerusakan atau kemaksiatan lainnya, maka dia tidak dibolehkan mengambil keringanan safar. Sementara Abu Hanifah rahimahullah tidak mensyaratkan hal itu. Silahkan lihat kitab Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyah, 27/276.
  3. Niat menetapnya; empat hari atau kurang. Kalau niat menetapnya lebih dari itu, maka dia tidak boleh mengambil keringanan safar baik berbuka puasa bulan Ramadhan, qashar maupun jamak (dalam shalat). Para ulama yang tergabung dalam Al-Lajnah Ad-Daimah Lil Ifta mengatakan, ‘Kalau dia niat bermukim lebih dari empat hari, maka dia tidak dibolehkan mengambil keringanan safar, baik menjamak dan mengqosor atau semisal itu. Kalau dia niat empat hari atau kurang atau lama safarnya tergantung kebutuhan, kapan selesai dia baru kembali tanpa menentukan waktu yang mengharuskan mendapatkan keringanan safar –maka dia dibolehkan mengambil keringanan safar.” (Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah, 8/113-114.
  4. Tidak mulai mengambil keringanan safar kecuali apabila dia telah keluar dari kotanya. Silakan lihat kitab ‘Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyah, 27/279.
  5. Jumhur ulama mensyaratkan agar ditunaikan secara berurutan di antara dua shalat, jamak taqdim. Maka tidak boleh ada jeda di antara dua shalat dengan waktu yang lama. Sementara Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah memilih hal itu bukan sebagai persyaratan. Silahkan lihat Majmu’ Fatawa, 24/54.

6. Disyaratkan menunaikan secara tertib di antara dua shalat yang dijamak. Ini merupakan pendapat jumhur (ulama). Para ulama yang tergabung dalam Al-Lajnah Ad-Daimah Lil Ifta’ mengatakan, “Diharuskan ketika menjamak ditunaikan secara tertib. Artinya kalau dia menunaikan shalat Zuhur dahulu baru kemudian shalat Asar. Shalat Magrib dahulu kemudian shalat Isya. Baik menunaikan jamak taqdim atau jamak ta’khir. (Fatawa Al-Lajnah Ad-daimah, 8/139)

Syekh Ibnu Utsaimin rahimahullah mengatakan, “Disyaratkan menunaikan dengan tertib dengan memulai shalat yang lebih dahulu waktunya kemudian yang berikutnya. Karena Nabi sallallahu alaihi wa sallam bersabda;

صلوا كما رأيتموني أصلي

“Shalatlah kalian sebagaimana kalian melihat diriku menunaikan shalat.

Karena syariat telah menjelaskan waktu-waktu shalatnya secara tertib berurut. Akan tetapi kalau seseorang itu lupa atau tidak tahu atau menghadiri suatu kaum yang menunaikan shalat Isya sementara dia niat jamak ta’khir, kemudian dia shalat shalat Isya bersama mereka kemudian Magrib. Apakah tertibnya dalam kondisi seperti ini gugur ataukah tidak?

Pendapat yang masyhur di kalangan para ulama fikih kami rahimahumullah adalah bahwa (tertibnya) tidak gugur. Dengan demikian, kalau seseorang itu mendahulukan salat yang kedua atas yang pertama, karena lupa atau tidak mengetahui atau karena mendapatkan jamaah atau sebab-sebab yang lainnya. Maka jamaknya tidak sah, maka apa yang seharusnya dia lakukan pada kondisi seperti ini?

Jawabnya adalah shalat yang pertama yang telah dia tunaikan tidak sah dari sisi wajibnya dan dia diharuskan mengulanginya.

Contoh hal seperti itu adalah seseorang niat jamak ta’khir, kemudian masuk masjid dan mendapatkan jamaah menunaikan shalat Isya. Kemudian dia bergabung bersama mereka dengan niat shalat Isya. Ketika selesai shalat Isya , maka dia menunaikan shalat magrib. Kami katakan, ‘Shalat Isyanya tidak sah, karena dia didahulukan atas shalat Magrib, padahal tertib merupakan syarat, maka dia harus menunaikan shalat Isya lagi, sedangkan shalat Magribnya sah. Maksud perkataan kami ‘tidak sah’ itu adalah tidak sah secara fardu yang bersifat menggugurkan kewajiban. Akan tetapi shalat yang dia lakukan sah sebagai shalat sunah dan mendapatkan pahala. (Diringkas dari kitab As-Syarahu Al-Mumti, 4/401-402).

Wallahu a’lam

Refrensi: Soal Jawab Tentang Islam