Ahad 3 Rabi'uts Tsani 1446 - 6 Oktober 2024
Indonesian

HUKUM MEMILIKI POHON NATAL TANPA MELAKUKAN PERAYAAN

Pertanyaan

Saya tidak melakukan perayaan hari kelahiran Yesus yang dikenal dengan Natal. Akan tetapi saya mempunyai anak wanita umurnya 11 tahun senang pohon natal. Apakah saya dibolehkan atau tidak menghadirkan untuknya pohon ini dan saya letakkan di rumah sebagai dekorasi rumah?

Teks Jawaban

Alhamdulillah.

Pohon natal adalah salah satu tanda terkait dengan hari natal dan perayaan mereka. Sampai dinamai dengan (pohon) natal. Dikatakan bahwa penggunaan secara resmi seperti ini mulai pada abad keenam belas di Jerman di Katedra Strasbuck tahun 1539 M.

Tidak dibolehkan menyerupai orang kafir dalam sesuatu dari ibadah, syiar atau tanda mereka. Berdasarkan sabda Nabi sallallahu’alaihi wa sallam, "Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk di dalamnya." (HR. Abu Daud, 4031 dishahehkan oleh Al-Albany dalam Irwaul Gholil, 5/109)

Maka tidak dibolehkan meletakkan pohon ini di dalam rumah seorang muslim, meskipun tanpa merayakan hari natal. Karena penggunaan dan pemilikannya termasuk suatu penyerupaan yang diharamkan. Atau pengagungan dan penghormatan simbol agama orang kafir.

Seharusnya kedua orang tua menjaga dan melindungi anak-anaknya dari yang haram. Dan membentengi dari api neraka. Sebagaimana firman Allah Ta’ala: "Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan." (QS. At-Tahrim: 6)

Dari Ibnu Umar radhiallahu’anhuma dari Nabi sallallahu alaihi wa sallam beliau bersabda, "Ketahuilah bahwa masing-masing kamu adalah pemimpin, dan masing-masing bertanggung jawab terhadap yang dipimpinnya. Seorang pemimpin bertanggung jawab terhadap rakyatnya. Pemimpin dalam keluarganya akan bertanggung jawab terhadapnya. Seorang istri pemimpin dalam rumah suami dan anaknya dan dia bertanggung jawab atasnya. Seorang budak pemimpin terhadap harta majikannya dan dia bertanggung jawab terhadapnya. Ketahuilah masing-masing kamu adalah pemimpin dan masing-masing akan diminta pertanggung jawaban terhadap yang dipimpinnya." (HR. Bukhari, 7138 dan Muslim, 1829)

Diriwayatkan dari Bukhari, 7151 dan Muslim, 142 dari Ma’qil bin Yasar Al-Muzani radhiallahu anhu berkata, saya mendengar Rasulullah sallallahu alaihi wa sallam bersabda,

مَا مِنْ عَبْدٍ يَسْتَرْعِيهِ اللَّهُ رَعِيَّةً يَمُوتُ يَوْمَ يَمُوتُ وَهُوَ غَاشٌّ لِرَعِيَّتِهِ إِلا حَرَّمَ اللَّهُ عَلَيْهِ الْجَنَّةَ

"Tidaklah seorang hamba diberi kekuasaan oleh Allah untuk memimpin suatu kaum, kemudian meninggal dunia dalam kondisi menipu rakyatnya, niscaya Allah haramkan baginya surga."

Hendaknya anda menjelaskan kepada putri anda akan haramnya menyerupai orang kafir serta keharusan menyelesihi mereka calon penghuni neraka Jahim  juga dimakruhkan  mengagungkannya,  baik terhadap pakaian, simbol atau syiar-syiarnya. Agar sang anak tumbuh dalam keadaan mengagungkan agamanya, berpegang teguh dengannya, serta memiliki wala (loyalitas terhadap keimanan) dan bara (berlepas diri dari kekufuran). Hal ini termasuk salah satu pilar dalam tauhid dan landasan  keimanan.

Wallahu’al’am .

Refrensi: Soal Jawab Tentang Islam