Ahad 21 Jumadits Tsani 1446 - 22 Desember 2024
Indonesian

Pengucapan Suami Di Hadapan Istrinya Dengan Lafadz Dzihar Karena Bercerita atau Bertanya atau Menjelaskan Tentang Lafadz Tersebut

183870

Tanggal Tayang : 07-02-2016

Penampilan-penampilan : 23406

Pertanyaan

Saya dan istri pernah nonton televisi, seraya kami mendengar seseorang yang berkata sesuatu yang mirip dengan lafadz dzihar. Maka istri saya berkata: “Ada istilah dalam agama yang namanya dzihar, seperti perkataanmu kepadaku: “kamu bagiku seperti punggung ibuku, perkataan itu memiliki had (hukuman) dan pengampunan. Pada saat itu saya belum mengetahui masalah dzihar, bahkan artinya pun saya belum memahami termasuk arti dari “seperti punggung ibuku”. Maka ketika istri berkata: “Disana ada istilah yang namanya dzihar, saya tidak percaya kepadanya, dan saya pun akan mengatakan kepadanya: “kamu bagiku seperti punggung ibuku” namun baru setengah kalimat “kamu bagiku seperti….”, dan ketika sampai pada kata seperti dan belum saya sempurnakan, masuklah ibuku, maka saya mulai berfikir ulang tentang apa yang dikatakan istri ada benarnya, memang ada hukuman tentang dzihar saya mulai takut dan tidak tahu apa yang saya lakukan, maka keluarlah dari mulut saya kalimat yang saya katakana: “Kamu bagiku seperti punggung ibuku”, jika saya katakan padamu apakah hal itu berarti dzihar ?, ia pun menjawab: ya . Apakah yang harus saya lakukan ?

Teks Jawaban

Alhamdulillah.

Pertama:

Seyogyanya bagi seorang muslim jika melakukan ibadah atau muamalah hendaknya mengetahui hukum syar’inya dulu hingga ibadah dan muamalahnya sesuai dengan hukum syar’i yang benar, seperti: memahami hukum nikah dan talak bagi seseorang yang mau menikah, dan memahami hukum jual beli bagi seseorang yang mau berdagang, demikian seterusnya.

Kedua:

Talak dan dzihar tidak terjadi dari suami kecuali setelah diucapkan atau yang serupa dengan ucapan.

Al ‘Aini –rahimahullah- berkata dalam “Umdatul Qari” 30/121:

“Tidak ada perbedaan bahwa jika seseorang berniat untuk talak dalam hatinya tapi belum diucapkan maka belum jatuh talak, kecuali yang dinyatakan oleh al Khithabi dari az Zuhri dan Malik telah jatuh talak hanya dengan berazam. Juga disampaikan oleh Ibnul Arabi dari riwayat Asyhub dari Malik dalam hal talak, memerdekakan (budak), dan nadzar, cukup hanya berazam dan tekad dirinya dalam hati”.

Hal ini sulit untuk difahami, al Khottabi meyanggahnya bahwa hal itu berlaku bagi dzihar dan juga yang lainnya. Semua (ulama) berijma’ bahwa barang siapa yang berazam untuk mendzihar istrinya, tidak jatuh dzihar sampai diucapkan. Jika seseorang menuduh zina kepada seseorang namun masih dalam hati, belum kena hukuman menuduh zina sampai ia ucapkan, dalam shalat juga demikian bagi seseorang yang membatin (ucapan) dalam shalat, maka tidak wajib baginya mengulangi shalatnya, padahal Allah telah mengharamkan berbicara dalam shalat, jadi jika pembicaraan batin dianggap berbicara maka shalatnya batal”.

Ulama Lajnah Daimah berkata:

“Talak itu tidak terjadi kecuali dengan perkataan atau tulisan, adapun jika hanya berupa niat talak dan ucapan batin maka belum jatuh talak, berdasarkan sabda Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam-:

: ( إن الله تجاوز لي عن أمتي ما حدثت به أنفسها ما لم تعمل أو تتكلم ) متفق على صحته ” انتهى من “فتاوى اللجنة الدائمة” (20 / 211(

“Sesungguhnya Allah memaafkan bagiku umatku apa yang mereka batin, sampai dilakukan atau diucapkan”. (Disepakati keshahihannya) (Fatawa Lajnah Daimah: 20/211)

Ketiga:

Jika seseorang berkata pada istrinya: “Kamu saya ce….” kemudian ia tidak melanjutkannya, demikian juga ketika ia berkata: “kamu bagiku seperti…” kemudian berhenti, maka hal tersebut tidak berpengaruh.

Ibnu Nujaim –rahimahullah- berkata:

“Meskipun ia menghilangkan huruf lam dan qaaf, dengan berkata: ” أنت طا…..”  kemudian diam atau ada orang yang menutup mulutnya, maka tidak jadi jatuh talak, meskipun ia sudah berniat, karena menurut kebiasaan dihapuskan dua huruf itu tidak berlaku”. (Al Bahrul Raiq: 3/274)

Tentang hukum menghapus huruf tertentu ada rincian pembahasannya, silahkan merujuk kepada buku-buku madzhab fiqih.

Keempat:

Perkataanmu kepada istrimu:

“Kamu bagiku seperti punggung ibuku, kalau saya katakan itu kepadamu, apakah aku telah melakukan dzihar ?”. Anda sekarang dianggap belum melakukan apa-apa sekarang, karena secara dzahir anda di sini ingin memperjelas makna dzihar kepada istri anda. Seakan engkau mengatakan: “Kalau seandainya saya melakukan dzihar kepadamu, maka kamu haram bagiku”. Ini mirip dengan sesuatu yang tidak dianggap; karena sudah diketahui jika ia melakukan dzihar kepadanya, maka istrinya menjadi haram baginya”.

Demikian juga jika perkataan itu diucapkan sebagai pertanyaan. Maka barang siapa yang mengatakan talak dan dzihar kepada istrinya untuk menjelaskan atau bertanya atau bercerita dan tidak bermaksud mengamalkannya, maka yang demikian tidak ada pengaruhnya.

Kelima:

Dzihar hukumnya haram, karena termasuk perkataan yang mungkar dan dusta, Allah –ta’ala- berfirman:

( الَّذِينَ يُظَاهِرُونَ مِنْكُمْ مِنْ نِسَائِهِمْ مَا هُنَّ أُمَّهَاتِهِمْ إِنْ أُمَّهَاتُهُمْ إِلا اللائِي وَلَدْنَهُمْ وَإِنَّهُمْ لَيَقُولُونَ مُنْكَراً مِنَ الْقَوْلِ وَزُوراً ) المجادلة/2.

“Orang-orang yang menzhihar isterinya di antara kamu, (menganggap isterinya sebagai ibunya, padahal) tiadalah isteri mereka itu ibu mereka. Ibu-ibu mereka tidak lain hanyalah wanita yang melahirkan mereka. Dan sesungguhnya mereka sungguh-sungguh mengucapkan suatu perkataan yang mungkar dan dusta”. (QS. Al Mujadilah: 2)

Tidak boleh bagi suami mendzihar istrinya, tidak hanya untu memperjelas maupun benar-benar terjadi. Barang siapa yang nelakukannya maka ia wajib bertaubat dan membayar denda.

Untuk mengetahui denda dzihar, maka bacalah jawaban soal nomor: 50306 dan nomor: 121556.

Dan baca pula untuk mengetahui hukum nonton terlevisi pada jawaban soal nomor 3633.

Wallahu ta-ala a’lam.

Refrensi: Soal Jawab Tentang Islam